2

Ke esokan harinya, pesawat pribadi milik sang kakek yang membawa florencia dan yang lainnya kini sudah sampai di washington.

Di sepanjang perjalanan, gadis kecil itu hanya berdiam diri saja dengan wajah yang terlihat murung sembari memegang erat boneka capybara yang menjadi kado terakhir dari sang daddy.

Sedari tadi wajah florencia terlihat sangat flat, tak ada ekspresi lain yang muncul di sana bahkan tatapannya pun cenderung hanya lurus ke arah depan, dan hal itu membuat sang kakek yang ada di sebelahnya hanya bisa menghela nafas melihat keadaan cucunya yang belum bisa menerima kenyataan jika kedua orang tuanya sudah benar benar tiada.

"Flor. Apa kau sangat menyukai capybara sayang?, karna sedari tadi kakek melihat jika kau sangat enggan untuk melepas kan boneka itu." Kata kakek gordon mencoba memecah kan keheningan yang ada, membuat florencia dengan perlahan mulai melirik kecil dan mengangguk secara halus.

"Baik lah, jika kau menyukainya kita bisa membawa yang asli ke rumah. Dan kau bisa bermain dengannya sepuas hati, bagaimana?."

Pupil mata flor terlihat melebar, menanda kan jika ia sangat tertarik mendengar hal itu."hm, baik lah." Tiga kata tanpa emosi yang keluar dari mulutnya tersebut, sudah lebih dari cukup untuk tuan gordon. Karna itu menanda kan jika florencia sudah mulai move on dari kesedihannya yang berkepanjangan.

Setelah sampai di bangunan mewah milik sang kakek, flor pun di buat takjub dengan perubahan yang ada di tempat itu. Perubahan yang berhasil membuat senyum tipis menghiasi wajahnya yang pucat, dan kini dengan perlahan sudah mulai berseri kembali.

"Kakek, apa kah itu taman bunga yang aku ingin kan dulu?." Tanya nya, saat melihat dari kejauhan sebuah taman tak terlalu luas di samping rumah sang kakek yang sudah di hiasi oleh berbagai macam bunga berwarna warni, dengan bentuk yang bermacam macam indah.

"Tentu saja, bukan kah kakek mu ini sudah berjanji akan membuat kan taman untuk mu jika kau ke sini lagi hm?. Dan itu lah dia, taman bunga yang indah untuk putri cantik florencia." Kata kakeknya sembari mengelus lembut rambut merah itu.

Senyum yang tadi sempat ingin mengembang, kini luntur seketika. Membuat tuan gordon yang melihatnya lantas berjongkok, karna khawatir akan apa yang terjadi dengan cucunya itu.

"Tidak, aku tidak mengingin kan lagi taman itu." Florencia berkaca kaca, menatap pada taman yang indah.

"Kenapa? Bukan kah itu adalah keinginan terbesar mu yang kau ingin kan saat ulang tahun tiba, jadi mengapa tidak menginginkannya lagi."

"Apa kakek lupa? Aku ingin di buat kan taman bunga karna supaya aku dan mommy bisa menanam bunga bersama sama, lalu memetik dan merangkainya untuk di beri kan pada daddy dan juga kakek. Lalu jika mommy dan daddy sudah tidak ada, dengan siapa aku melakukan itu? Dan pada siapa aku memberi kan bunga rangkaian ku, serta siapa yang akan merangkai kan bunga untuk mu?." Air mata flor kembali terjatuh membasahi pipinya yang sedikit bulat.

Di mana tahun lalu dia dan mendiang sang mommy memang pernah sepakat jika nanti taman tersebut sudah jadi, dia dan mommy nya akan merangkai bunga bersama, dan nanti rangkaian milik flor akan di beri kan untuk daddy northon, sedang kan rangkaian yang di buat sang mommy akan di beri kan pada kakek gordon.

"Oh sayang ku, jangan bersedih lagi. Kita bisa merangkainya bersama bukan?, dan memberi kan hasilnya rangkain itu untuk satu sama lain." Tuan gordon menarik tubuh kecil itu untuk masuk ke dalam pelukannya, yang dengan sesekali akan mengelus dengan lembut punggung kecil tersebut supaya perasaan florencia merasa lebih baik.

Hari hari pun sudah berlalu di jalani oleh florencia di kota tempat ayahnya lahir, dengan penuh suka cita. Apa lagi beberapa pelayan yang ada di sana sudah seperti bibi untuknya, dan mereka juga sangat menyayangi flor dengan sepenuh hati.

Tak terasa, tahun ini adalah tahun di mana flor lulus sekolah menengah pertamanya. Ia lulus dengan nilai yang memuas kan, bukan hanya untuknya tapi juga untuk kakek serta guru guru yang begitu bangga akan pencapaiannya.

"Selamat sayang, kau selalu saja membuat kakek mu ini merasa bangga pada diri mu. Kau sangat sempurna, kakek sangat bahagia." Sambut paruh baya yang sudah memegang tongkat di tangannya itu, begitu melihat cucunya turun dari atas panggung setelah menerima penghargaannya.

Dan kini mereka sedang berpelukan, lebih tepatnya flor sendiri yang langsung menghambur ke pelukan sang kakek.

"Terima kasih kek, kau selalu mengata kan hal hal yang sangat membahagia kan. Aku merasa sangat beruntung memiliki mu, walau pun sejujurnya aku masih berharap jika mommy dan daddy juga hadir saat ini." Ucap flor, dengan senyum yang tak pernah luntur dari wajahnya yang sesekali pandangannya akan tertuju ke arah belakang punggung sang kakek.

Melirik sosok pria berjas hitam dengan kacamata yang berwarna sama, tengah berdiri dengan tegap tanpa menghirau kan tatapan kagum dari teman teman serta guru wanita flor yang sudah lama mengagumi sosok itu.

Sosok pria berusia 36 tahun yang sampai saat ini masih saja membuat flor merasa heran, sebab wajah serta postur tubuh pria itu tidak pernah berubah dari 9 tahun lalu saat pertama kali mereka bertemu.

Terkadang, flor selalu berpikir jika mungkin saja sosok stanley ini adalah jelmaan vampir yang tidak pernah menua walau pun sudah 9 tahun berlalu.

Pria itu yang sampai saat masih terlihat misterius, tidak ada yang tau dengan wanita mana ia sedang dekat atau mungkin tengah menjalin sebuah hubungan asmara yang mendebar kan karna tidak di umbar ke sana ke mari.

"Dad? Apa kau tidak ingin memberi kan ku selamat juga seperti kakek." Tanya flor menatap lurus pada pria yang sedari tadi hanya diam, pria yang ia panggil daddy karna memiliki wajah yang nyaris mirip dengan mendiang daddy northon.

Stanley yang mendengar itu, langsung membuka kacamata hitamnya dan melangkah untuk sedikit mendekat ke arah flor, yang mana hal itu berhasil membuat para gadis langsung berseru histeris bahkan guru guru wanita pun langsung memasang wajah manis dan menggoda ke stanley yang pesonanya tidak pernah terkalah kan.

"Selamat nona!." Ucap stanley datar, membuat bibir flor terlihat cemberut karna nada bicara stanley yang tidak pernah berubah. Selalu datar, dan tanpa emosi di sana, kecuali saat berbicara serius ke pada kakeknya.

Tuan gordon yang melihatnya hanya bisa menghela nafas, padahal ia sudah pernah meminta asistennya itu agar bersikap sedikit lembut pada cucunya. Namun sayang, pria itu tetap saja tidak bisa atau mungkin enggan karna itu bukan lah kebiasaan dirinya yang bisa melakukan hal seperti itu.

"Ck, menyebal kan." Setelah mengata kan itu, flor pun berjalan melewati stanley dan beberapa bodyguard yang ikut bersama kakeknya.

Gadis berusia 16 tahun itu tampak berjalan ke arah di mana teman temannya yang lain berada, teman temannya yang masih setia menatap penuh kekaguman terhadap pria matang yang tak lain adalah asisten sekaligus bodyguard dari kakeknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!