bakal merubah segalanya.

"Astaga. Disuruh tunggu di halte malah muncul di tengah zona merah begini. Ini adik gue emang perlu dilempar ke Mars atau ke Pluto kali ya," batin Ray.

Bandhi menyipitkan mata, mengira-ngira siapa sebenarnya wajah dibalik masker itu, "Lo siapa? Kembalikan ponsel gue atau... geng gue bakal habisin lo."

Namun, sebelum Ray sempat bicara, suara nyaring memotong situasi:

"Abang Raaaay! Zara berhasil nyusul kamu! Yahhai~ abang Danish jadi kudanya," Zara melambai girang, seolah sedang piknik, bukan dalam situasi nyaris digebukin geng motor.

Ray menepuk jidat keras-keras.

"Yaaa Allah…"

Bandhi mendecih. "Ray? Jadi lo Rayyanza? Kirain siapa. Ternyata cuma kawan seangkatan yang sok jadi pahlawan."

"Bandhi. Kalau lo masih mau wisuda, tinggalin perbuatan haram lo itu. Kalau enggak, ponsel ini sampai ke Prof. Rui. Gue enggak main-main."

Bisa gawat bagi Bandhi jika Ray tak mau mengembalikan ponselnya, karena didalamnya tidak sekedar bukti judol tapi ada yang lebih gelap.

Bandhi berusaha tetap tenang, "Ayolah... Jangan ikut campur, Ray. Ini hidup gue, bukan urusan lo. Mau gue lulus atau enggak kan terserah gue."

Saat itu, Zara tiba-tiba menerima telepon.

Dia buru-buru mengangkatnya.

"Iya? Assalamu’alaikum, Mama?"

Dari seberang, terdengar suara tegas nan khawatir. "Wa’alaikumussalaam wa rahmatullah, Zara! Ini sudah maghrib. Kenapa belum pulang, sayang?"

Zara melirik ke arah Ray yang masih berdiri di depan barisan geng motor. "Zara lagi sama Abang Ray, Ma. Tapi kayaknya... abang mau dikroyok sama geng motor, sih."

Hening di seberang.

"APA?! Zara, jangan bercanda begitu! Cepat pulang sebelum konco kakung menjemput kalian!"

Zara cengengesan. "Iya, Ma. Baik~"

Begitu menutup telepon, Zara melambaikan tangannya ke arah kakaknya sambil berseru,

"Bang Raaay! Kita disuruh pulang~!!!"

Ray benar-benar ingin menghilang ditelan bumi saat itu juga. "Habis sudah riwayat kita, Zara."

Sementara itu, Bandhi menurunkan nada suaranya, “Ray, kalo lo mau aman, serahin ponsel gue.”

Ray mencengkeram ponsel itu lebih erat. Itu bukan sekadar alat komunikasi, tapi barang bukti penting dalam kasus perjud*an online, karena di dalamnya terdapat informasi tentang aktivitas perjudian, transaksi, dan komunikasi dengan pelaku.

Ia menimbang cepat.

Menyerahkannya berarti mengorbankan kesempatan menegakkan keadilan. Tapi mempertahankannya berarti mengundang geng motor itu untuk menyerang mereka berdua. Apalagi, ada Zara. Ray tak mampu melibatkan adiknya dalam masalahnya.

“Ray, kita temen, bukan musuh. Gue nggak pengen nyakitin lo. Jadi jangan bodoh, jangan ikut campur,” kata Bandhi. "Jadi, serahin ponsel gue."

Dengan tatapan dingin, Ray melempar ponsel itu ke arah Bandhi. “Ambil.”

Bandhi menyambutnya dengan satu tangan, lalu menyeringai lebar. “Bagus.”

Tanpa banyak bicara, dia melompat membonceng motor salah satu anak buahnya. Tapi sebelum pergi, matanya sempat menoleh ke arah Zara. Menatap lama, seolah memindai wajah gadis itu hingga ke inti jiwanya.

“Gue baru tahu, jadi Ray punya saudara, ya? Cantik juga. Bisa gue pake nanti. Sebagai umpan... buat bales dendam,” gumam Bandhi.

Sorot mata Bandhi bukan mata orang yang selesai. Apalagi bibir yang menyeringai itu.

Ray tau, “Sial. Ini belum selesai. Bahkan, mungkin baru mulai,” Ray mengepalkan tangannya erat-erat.

Zara, yang masih polos dengan senyum lebarnya, tidak menyadari ketegangan itu sama sekali.

“Abang Ray, yuk kita pulangggg!”

Ray hanya bisa menggeleng kecil, lebih kepada nasibnya sendiri. Menghadapi hari esok yang bakal berubah drastis.

Bandhi dan gengnya melesat pergi, meninggalkan debu, kekhawatiran, dan sebuah janji tak terucap bahwa pertarungan berikutnya akan lebih berbahaya.

Keesokan paginya.

Pertengkaran pecah di dalam kamar Zara di rumah keluarga Kalandra. Papa Zayyan dan Mama Aira sudah berangkat kerja.

"Aku nggak mau nyamar pakai wig ini, Ray!" teriak Zara, kesal. Melempar wig itu ke lantai.

"Ini demi keselamatan kamu, Zara."

"Nggak mau! Kenapa aku harus jadi cowok, sih? Aku ini cewek. Punya gaya sendiri! Nih, liat!" Zara menunjuk dirinya sendiri.

Rambut lurus terurai, make-up ala cosplayer: eye shadow pink turun ke pipi, lip gloss mengilap, kaos crop top lengan panjang, dan rok dibawah lutut.

"Oke-oke. Itu urusan kalo udah aman. Tapi sekarang, kamu tetap harus nyamar jadi cowok."

"Ya kali?! Masa gitu amat?!"

Ray mendekat, "Abang nggak mau kamu kenapa-kenapa Zara."

"Kenapa aku harus kenapa-kenapa? Emang siapa yang mau nyelakain aku?"

"Temen abang. Jelas?!"

Zara terdiam sejenak. "Maksudmu… yang kemarin itu?!"

"Iya. Kalau mereka tahu kamu adik aku, mereka bakal ngejar kamu. Tapi kalau mereka pikir kamu itu cowok... mereka bakal menjauh."

Zara membelalak. "Jadi... kalau mereka tahu aku bukan kamu, aku bisa… diculik?!"

"Abang nggak mau bayangin itu terjadi."

"ABAANG!! jangan nakut-nakutin Zara gitu, bisa nggak?! Aku bisa mimpi buruk nanti!" rengeknya sambil mengguling di karpet.

"Aku serius. Kalau kamu tetap mau masuk kampus dengan aman, kamu harus nurut. Tetap nyamar. Deal? Sebelum dunia ini aman buat kamu, aku akan pantau kamu di kampus dari jarak jauh. Tapi, tetap. Kamu nggak boleh deket-deket ke aku. Aku punya dunia sendiri dan kamu bikin duniamu sendiri. Ngerti?"

Tambahnya sambil memberikan paper bag besar berisi pakaian cowok seukuran tubuh Zara.

"Kenapa sih kamu selalu kasih aku aturaaaan?! Kenapa? Kenapa!?! Mama sama Papa aja nggak pernah begitu ke aku! Abang Ray Jahat!"

Ray menyipitkan mata, lalu menekan telunjuknya ke dahi adiknya. "Adik tengil. Justru karena Mama Papa nggak bisa jagain kamu tiap hari, mereka nyuruh aku yang jagain. Kamu pikir gampang jagain anak cewek?"

Zara cemberut, rengekannya semakin pecah. "Kenapaa... kenapaaa Zara harus terlahir cewek..." Suaranya mulai bergetar.

Ray mulai panik. "Zara... Zara, stop! Jangan nangis. Nanti Kakung sama Uti ke sini. Bisa nggak diem dulu?"

"Mmmmmooooo... HUAAAA! Aku nggak mau ke kampus kalo gini! Tinggalin aku sendiri! Aku mogok belajar!" teriaknya sambil menjatuhkan diri ke kasur, dramatis seperti tokoh telenovela.

"Ya udah. Terserah kamu."

Ray berbalik dan pergi, membiarkan adiknya berguling-guling sendirian di kamarnya.

Setelah situasi mereda, Zara kembali menjadi dirinya yang selalu merasa 'tak apalah, chill broo. Slay kali.' Ia menyeka air matanya cepat-cepat. Sedih? Iya.

Tapi, bukan Zara namanya kalau tidak bisa bangkit sendiri. Akhirnya, ia memilih menuruti kemauan sang kakak. Menyamar menjadi cowok.

"Oke juga sih... Ah! sial. Aku jadi nggak bisa dandan. Tapi emang mirip, sih... mirip abang Ray."

Ukuran pakaiannya pas dengan tubuh Zara. Pakaian-pakaian mahal brand favorit cowok. Kaos berkualitas, outer kemeja yang lengannya ditekuk rapi, celana panjang slim fit, dan sepatu baru yang masih harum dari kotaknya.

"Wawawao~ ada parfumnya jugaa! Hmmm... Gemesss ini wangi abang Ray... Co cuwiiittt~

Ia bercermin sebentar, mengamati wajahnya, "Ouuhh... Zara... Kamu jadi adik cowok sekarang. Mukyaaa~

Terpopuler

Comments

HNP_FansSNSD/Army

HNP_FansSNSD/Army

Zara² udah di bilang jangan ikut, kan jadi gitu. mending pijitin gw aja. sumpah badan ku pada linu semua rasa remuk semua./Gosh/ 😩.

2025-08-22

1

Nailott

Nailott

duh .dasar adek manja bodoh ,gk tahu bakal jagi incaran geng motor bodoh2

2025-07-07

1

Teteh Lia

Teteh Lia

Enak aja sebagai umpan. emang na cacing buat umpan mancing 😫

2025-06-08

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Sore Kala itu...
3 bakal merubah segalanya.
4 Perasaan aneh itu...
5 Salah atau benar?
6 Berjaga-jaga, kalau tidak...
7 Habis sudah
8 Satu Lingkaran Cinta
9 Keterhubungan batin...
10 Tak gentar untuk menolong
11 Pusaran Traumatis
12 Terasa serius...
13 untuk Dipikirkan
14 Lingkaran Luka Lama
15 Demi Apa Coba?
16 Persahabatan tanpa Perasaan?
17 Apa Aku boleh...
18 Aku... Aku cuma...
19 Zara tuh, duh, Parah!
20 Keputusan bijak atau...
21 Dorongan Hati sesaat?
22 Kombinasi Chaos dan Gula Manis
23 Sedikit lagi...
24 Lebih dekat ke hatimu
25 Metafora Cinta Haru
26 Gadis itu Terlalu Terang
27 Satu langkah lagi...
28 Pertemuan Dua Keluarga
29 Jika suatu saat kamu jatuh cinta...
30 Kamu akan tahu
31 Ciuman... sekaligus rasa
32 Drama Keroppi
33 Hatiku Seperti Mekar
34 Semua sudah terlanjur
35 20 Menit...
36 Mengangkat Bendera putih
37 Gimana kabar kamu?
38 Tangis bukan dari air mata
39 Penuh Gejolak
40 Tak Sakit Karena Penyakit
41 Tapi bisa Mati karena Cinta
42 Majelis Hati dua Keluarga
43 Putusan Final
44 Akan menjadi babak baru
45 Apakah ini Kebohongan?
46 Zara Galau, Author badmood
47 Mungkin kita harus...
48 Saling Memberi Waktu
49 Dengan atau
50 tanpa Aku
51 Mode Serius: ON
52 Alasan untuk bertahan
53 Menerima Pertemanan
54 Sampul yang terlihat terlalu cerah
55 Bicara berdua?
56 Kita harus...
57 Mencari Harta Karun
58 Disaat begini...
59 Kenapa kamu menahanku?
60 Harapan setipis tisu
61 Lebih baik jujur...
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Prolog
2
Sore Kala itu...
3
bakal merubah segalanya.
4
Perasaan aneh itu...
5
Salah atau benar?
6
Berjaga-jaga, kalau tidak...
7
Habis sudah
8
Satu Lingkaran Cinta
9
Keterhubungan batin...
10
Tak gentar untuk menolong
11
Pusaran Traumatis
12
Terasa serius...
13
untuk Dipikirkan
14
Lingkaran Luka Lama
15
Demi Apa Coba?
16
Persahabatan tanpa Perasaan?
17
Apa Aku boleh...
18
Aku... Aku cuma...
19
Zara tuh, duh, Parah!
20
Keputusan bijak atau...
21
Dorongan Hati sesaat?
22
Kombinasi Chaos dan Gula Manis
23
Sedikit lagi...
24
Lebih dekat ke hatimu
25
Metafora Cinta Haru
26
Gadis itu Terlalu Terang
27
Satu langkah lagi...
28
Pertemuan Dua Keluarga
29
Jika suatu saat kamu jatuh cinta...
30
Kamu akan tahu
31
Ciuman... sekaligus rasa
32
Drama Keroppi
33
Hatiku Seperti Mekar
34
Semua sudah terlanjur
35
20 Menit...
36
Mengangkat Bendera putih
37
Gimana kabar kamu?
38
Tangis bukan dari air mata
39
Penuh Gejolak
40
Tak Sakit Karena Penyakit
41
Tapi bisa Mati karena Cinta
42
Majelis Hati dua Keluarga
43
Putusan Final
44
Akan menjadi babak baru
45
Apakah ini Kebohongan?
46
Zara Galau, Author badmood
47
Mungkin kita harus...
48
Saling Memberi Waktu
49
Dengan atau
50
tanpa Aku
51
Mode Serius: ON
52
Alasan untuk bertahan
53
Menerima Pertemanan
54
Sampul yang terlihat terlalu cerah
55
Bicara berdua?
56
Kita harus...
57
Mencari Harta Karun
58
Disaat begini...
59
Kenapa kamu menahanku?
60
Harapan setipis tisu
61
Lebih baik jujur...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!