Menikahi Cucu Diktator

Menikahi Cucu Diktator

Bab 1

Langit malam menggantung rendah di atas kawasan elit Menteng. Di balik gerbang besi tempa yang diukir dengan lambang singa bersayap keluarga Suthajningrat, cahaya lampu-lampu taman menyebar lembut ke halaman luas, menyorot bangunan kolonial yang dipugar dengan megah. Malam ini, keluarga besar berkumpul—dan seperti biasa, Andre Suthajningrat datang bukan sebagai tamu utama, melainkan pengamat yang tak pernah dianggap penuh.

Cahaya lampu kristal menjuntai dari langit-langit ruang makan keluarga Suthajningrat, memantul di atas meja panjang yang dilapisi linen putih dan peralatan makan perak tua. Aroma masakan khas Nusantara bercampur dengan wewangian mawar dari vas-vas kristal di sudut ruangan. Tapi suasana meja makan tetap dingin.

Ia memasuki ruang makan utama dengan langkah tenang. Jas abu-abu yang membalut tubuh tingginya membuatnya tampak berwibawa, meski ekspresi wajahnya tetap tak berubah. Matanya tajam, alis tebal mengerut sedikit saat melihat siapa saja yang sudah duduk di sana.

Sultan Munier Suthajningrat, ayahnya, duduk di kursi utama. Usianya sudah 68 tahun, rambutnya memutih sempurna, namun aura kekuasaan dari sorot matanya tak pernah pudar. Di sampingnya, duduk Bowo Suthajningrat, adik tiri Andre, pewaris sah dari istri pertama. Wajah Bowo yang tampan terlihat tegang malam ini—tak seperti biasanya yang santai dan pamer senyum.

Di sisi lain meja, duduk Andrea Suthajningrat, kakak kandung Bowo, anak sulung keluarga, tampil elegan dengan blouse putih dan anting mutiara kecil. Di sampingnya, duduk Heru, suaminya, laki-laki tampan namun dengan tatapan malas dan bibir yang sesekali mengulas senyum sinis.

Andre menunduk sopan pada semua orang sebelum duduk di kursinya.

“Kamu telat, Dre,” kata Heru sembari meneguk anggur. “Biasanya anak tengah justru lebih cepat.”

“Saya bukan anak tengah,” jawab Andre pelan, “Saya cuma anak dari istri kedua.”

Ruangan sunyi sesaat. Sultan Munier hanya menatap anaknya itu dengan ekspresi seperti sedang mengamati sebuah furnitur yang berguna namun tak bernilai warisan.

“Cukup,” ucap Sultan. “Malam ini kita bicara soal masa depan keluarga. Terutama soal perjodohan Bowo.”

Bowo langsung menarik napas panjang. “Ayah, aku pikir kita sudah bahas ini minggu lalu. Aku tidak keberatan bertemu Lily, tapi perjodohan formal? Ini bukan abad 18.”

“Lily Halimansyah itu bukan sekadar perempuan, Bowo,” potong Sultan cepat. “Dia cucu mantan Presiden Sondarto. Meskipun nama kakeknya kontroversial, itu tetap nama besar. Dan ayahnya, Herianto, masih punya cengkeraman di dunia politik.”

Tante Laksmi Wulandari, adik mendiang istri pertama Sultan, menyahut dengan nada menusuk, “Kalau kau tak mau menikah dengan Lily, mungkin ada yang lain yang lebih bersedia.”

Bowo menyipitkan mata. “Aku sudah punya pasangan, Bu Laksmi. Dan dia bukan perempuan sembarangan.”

Nyi Roro Anjani Wulansyah, istri dari R. Bambang Sudiro Wulansyah, bersuara sambil mengaduk sup-nya, “Pacar bule itu? Perempuan luar negeri yang tak tahu adat?”

Bowo menggebrak meja ringan. “Namanya bukan perempuan luar negeri. Namanya Sophie. Dan dia mencintaiku, bukan warisanku.”

“Tapi sayangnya,” sela Sultan tajam, “keluarga ini tidak hanya diatur oleh cinta. Tapi oleh warisan, kehormatan, dan kesinambungan.”

Andrea menoleh ke Bowo, mencoba meredakan. “Wo… aku mengerti perasaanmu. Tapi Ayah juga punya alasan. Lily punya reputasi baik, restoran sukses, lulusan Harvard…”

“Dan cucu diktator,” potong Bowo.

“Seperti kamu anak sultan,” sahut Andre tiba-tiba.

Semua kepala menoleh. Andre mengangkat gelas air putihnya dan meminumnya tenang. Bowo mengernyit.

“Apaan maksudmu?” tanya Bowo.

“Tak ada,” ujar Andre sambil menatap lurus. “Cuma pengingat bahwa kita semua hidup di bawah bayang-bayang nama besar. Kamu keberatan dengan sejarah kakeknya? Aku pun hidup dengan stigma ‘anak selir’. Tapi kita tak pernah punya pilihan, kan?”

Sultan menatap Andre sejenak. “Kamu bicara seperti korban, Dre.”

“Saya bukan korban, Pak,” jawab Andre tenang. “Saya cuma realistis.”

Heru terkekeh. “Realistis tapi masih ikut makan malam keluarga yang tak pernah mengakui kamu?”

Andrea melirik tajam pada suaminya, memberi isyarat diam.

Bowo berdiri. “Aku gak akan menikahi Lily hanya karena kalian ingin menyatukan dua nama besar. Hidupku bukan alat negosiasi.”

Sultan memicingkan mata. “Duduk.”

“Aku serius.”

“Duduk, Bowo.” Nada Sultan merendah, tapi bergetar seperti ombak tenang yang menyimpan badai.

Bowo duduk kembali, dengan napas tak teratur.

Keheningan panjang menyelimuti ruangan. Suara jam tua berdetak pelan di sudut ruangan.

Lalu Sultan berbicara, pelan tapi menggetarkan:

“Kalau kamu tetap bersikeras menolak, maka kita akan cari jalan lain. Kita selalu punya cadangan.”

Andre merasa tubuhnya kaku seketika. Tatapan ayahnya beralih perlahan kepadanya.

“Dan kamu, Dre, harus siap-siap menjadi cadangan.”

Kalimat itu menghujam seperti palu yang tenang tapi menghancurkan. Ruangan mendadak dingin, lebih dingin dari AC yang bekerja keras malam itu.

Andrea menunduk, wajahnya muram. Heru tersenyum seperti menikmati permainan kekuasaan kecil di meja makan.

Sementara Andre hanya duduk diam, menatap lurus ke piring makan yang kini terasa kosong.

...****************...

Sementara itu, di Studio televisi SCBD.

“Jadi, Lily… sebagai cucu dari presiden paling keras di sejarah negeri ini, bagaimana Anda melihat warisan itu?” tanya host talkshow Women in Power.

Lily Halimansyah duduk anggun di kursi beludru, rambut bergelombang panjang ditata rapi, mata hazel-nya menatap tajam ke arah pembawa acara.

“Warisan adalah beban dan kehormatan. Tapi saya tidak hidup untuk melanjutkan sejarah orang lain,” jawabnya kalem.

“Ada kabar Anda akan dijodohkan dengan keluarga Suthajningrat?”

Lily tersenyum tipis. “Saya belum bisa komentar. Tapi satu hal yang pasti… saya tidak akan menikah demi nama.”

...****************...

Makan malam usai. Andre berdiri, berjalan ke taman belakang. Di bawah pohon kamboja, tempat ibunya dulu sering duduk, ia memandangi langit gelap Jakarta.

Di ponselnya, sebuah artikel media baru saja terbit:

“Bowo Suthajningrat Akan Dijodohkan dengan Lily Halimansyah: Pernikahan Dua Dinasti?”

Andre menatap layar itu lama. Lalu menutupnya pelan.

Di belakangnya, dari balik jendela makan malam yang belum ditutup tirainya, mata sang ayah masih menatapnya dari kejauhan.

Seolah berkata:

Kau bukan pilihan utama. Tapi jangan lupa—cadangan tetap bagian dari permainan.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Wirda Wati

Wirda Wati

mampir

2025-06-08

0

Suci Dava

Suci Dava

nyimak dulu

2025-06-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!