Luka
Di luar sana hujan dengan deras mengguyur permukiman warga.dingin yang semakin pekat menghantam tubuh mungil itu membuat seorang gadis tidak bisa lagi tidur dengan nyenyak.selimut kecil juga lusuh yang di miliki hanya cukup untuk satu orang saja itu pun sudah dia berikan kepada adik nya.sedari kecil ia sudah terbiasa mengalah kepada adik dan ibu nya.
Suasana di sekeliling rumah masih gelap gulita hanya ada suara rintik hujan yang berdesakan turun.
Dia lalu bangkit dari tidurnya yang lumayan panjang,tanpa berganti pakaian dia keluar dari kamar yang hanya berukuran kecil dan sempit.tidak ada pintu ataupun kasur empuk.mereka sudah kebal dengan kasur tipis yang penting bisa tidur sudah luar biasa.tidak ada yang nama nya mengeluh atau merengek minta kemewahan yang ada hanya pasrah dan bersyukur masih bisa makan dan sekolah.
" Bu.." panggil nya sambil mengerjakan mata berulangkali menyesuaikan dengan cahaya lampu yang tidak terlalu terang tapi cukup untuk menerangi dari kegelapan.
Maklum saja di dalam kamar lampu nya sengaja di matikan demi mengirit listrik dan pengeluaran,butuh waktu bagi nya untuk bisa menormalkan penglihatan nya dengan berpegangan pada kusen pintu.
Tidak ada siapa pun lagi di ruang tamu sekaligus dapur ini,hanya ada ibu nya yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu.
"Bu." panggil nya lagi membuat seorang wanita yang berumur empat puluhan menatap ke arah nya sambil tersenyum hangat.
Senyum ini yang selalu di rindukan,senyum itu juga yang mampu membuat dia bertahan dalam kesusahan.dalam hati selalu memanjatkan doa supaya sang ibu di beri umur panjang sehingga bisa melihat kesuksesan nya kelak.
" Ada apa nak? Ini masih pagi sekali,kenapa Kamu sudah bangun?" tanya sang ibu yang mulai berdiri dan membereskan semua kekacauan yang sudah di lakukan nya.
" Aku sudah tidak mengantuk lagi Bu! Sudah mau jalan ya Bu?" tanya nya ketika melihat sang ibu mengikat rambut keriting tanpa ada bedak yang menghiasi wajah yang kusam dan terdapat banyak noda hitam.
Sekejam dan sekeras itu memang hidup mereka, untuk membeli bedak saja tidak mampu,setiap kali ada uang Bu Maryah selalu menyisihkan uang itu untuk biaya sekolah anak-anaknya. Cukup untuk makan dan biaya sekolah saja sudah cukup.yang lain nya tidak lagi di hiraukan.meskipun punya suami tetapi sang kepala keluarga itu sama sekali tidak pernah melakukan tanggung jawab nya sebagai kepala rumah tangga.yang ada duit Bu Maryah juga ikut di rampas.setiap kali Bu Maryah lupa menyimpan uang nya di tempat yang tersembunyi,dalam sekejap mata uang itu pasti sudah masuk ke saku celana suami nya dan tidak akan bisa untuk di ambil lagi.
"Iya Nak, nanti jangan lupa sarapan kalau berangkat sekolah,ingatkan juga adik mu." ucap nya lalu membungkus kotak putih yang berisi beberapa macam gorengan hasil buatan nya sendiri.
"Jam setengah tujuh nanti ada istri Pak RT yang akan datang ke sini mengambil pesanan nya,tolong beri ya nak.Ibu tidak sempat mampir nanti kesiangan buka warung nya." Sang putri mengangguk paham sudah terbiasa dengan hal seperti ini bahkan tidak jarang dia ikut mengantar pesanan ke rumah warga demi membantu ibu nya yang super sibuk.
" Total nya tujuh puluh lima ribu,uang nya kamu simpan atau bawa ke sekolah saja dulu,jangan di simpan dalam lemari atau dimana pun." sambung Bu Maryah lagi dan Putri nya yang bernama Naima langsung mengerti maksud dari ucapan ibu nya.
Pernah lagi suatu hari gara-gara lupa menyimpan uang hasil jerih payah ibu nya, uang yang di letakkan begitu saja di dekat meja kompor langsung hilang, padahal rencana nya uang itu mau di gunakan untuk membeli buku nya dan sang adik.bukan Dito adik dari Naima yang mengambil uang itu melainkan adalah bapak mereka sendiri.
Jika di tanya dan di desak untuk mengembalikan uang tersebut,pria itu justru marah-marah kepada anak-anaknya.Bu Maryah yang malas bertengkar lebih memilih untuk diam dan mencari solusi tanpa melibatkan anak-anak nya.
" Jangan lupa tutup pintu nya lagi, kamu tidur saja dulu sambil nunggu hujan reda dan pagi datang." ucap Bu Maryah tidak ada jawaban dari Naima yang tengah menatap ibu nya dengan pandangan mata kosong.
" Naima jangan melamun, pagi-pagi sudah melamun anak gadis ibu, tidak baik nak." tutur Bu Maryah masih sanggup tersenyum padahal beban di pundak nya begitu berat.
" Iya Bu." jawab Naima lalu hening seketika.
Naima mengambil gelas dari rak piring yang sudah hampir roboh,warna gelas yang di gunakan nya juga sudah menguning karena gelas ini pemberian dari salah satu tetangga nya.
Ia teguk habis isi gelas sampai kosong,dan lagi Naima kembali menatap sang ibu dengan tatapan mata yang sulit untuk di jelaskan.
" Ibu berangkat ke pasar sama siapa?" tanya Naima karena di luar sana hujan masih deras dan mereka tidak memiliki motor kecuali bapak nya.
"Jalan kaki sama pakai payung kan bisa." jawab Bu Maryah santai dan terbiasa menempuh perjalanan jauh sendirian dengan banyak barang di tangan nya.
Mau naik angkot sayang uang nya, meskipun sudah lelah membuat gorengan tidak membuat Bu Maryah bermalas-malasan.di tangan kiri ada sebuah senter berukuran besar yang biasa di gunakan untuk menerangi perjalanan nya.
" Telpon bapak saja Bu,minta antar dulu .Bapak belum pulang ya?" tanya Naima tanpa menunggu jawaban dari ibu nya dia malah mengintip ke kamar sang ibu yang terlihat kosong dan sudah rapi tanpa berpenghuni.
" Ibu jalan kaki saja,Bapak mu tak tau di mana.nanti di telpon malah ngamuk." Bu Maryah selalu mengalah dan makan hati dengan suami nya sampai membuat tubuh nya kurus seperti saat ini.
Beliau tidak mau bertengkar di depan anak-anaknya takut anak nya trauma dan tidak betah berada di rumah,namun suami nya malah sebalik nya .mau seperti apapun suami nya tetap saja pria itu adalah ayah dari anak- anak nya.
" Sini biar Naima saja yang menelpon Bapak,pinjam handphone ibu." handphone yang di maksud adalah handphone jadul yang berukuran kecil dan hanya bisa di gunakan untuk menelpon serta mengirim pesan tanpa ada kamera ataupun aplikasi canggih lain nya.
Naima sendiri belum memiliki handphone berbeda dengan teman-teman nya di sekolah.Naima sama sekali tidak merasa malu atau minder.toh ada ataupun tidak nya handphone tidak menjamin kecerdasan seseorang.bukti nya meskipun hidup pas-pasan sering tidak jajan di sekolah dan tidak memiliki laptop ataupun handphone.Naima mampu bersaing dengan mereka yang berasal dari keluarga berada serta punya segala nya.
Naima seorang siswa yang berprestasi dan merupakan kesayangan semua guru.
" Tidak usah nak,ibu berangkat sekarang ya takut nya telat sampai di pasar."ujar Bu Maryah buru-buru pergi dari pada harus melihat putri nya memperlihatkan wajah kesal karena ulah ayah nya sendiri.
" Jangan lupa bangun kan adik mu jam 6 nanti,dia ada piket dan ulangan hari ini." sambung nya sebelum akhirnya mulai mengayunkan kaki meninggal kan rumah yang sudah sangat tua dan butuh untuk renovasi secepatnya.
Naima menghela nafas dengan tubuh yang lunglai, selalu saja seperti ini.dia harus melihat ibu nya berjuang sendirian memenuhi kebutuhan keluarga, sementara seseorang yang seharusnya memikul tanggung jawab itu malah tidak perduli dan sering keluyuran tidak jelas di luar rumah, bukti nya sekarang saja belum pulang dan tidak tahu berada di mana.
" Apa tadi malam Bapak tidak pamit sama ibu?" teriak Naima supaya sang ibu bisa mendengar suara nya.
" Sudah jangan di bahas lagi,malu sama tetangga." balas Bu Maryah berjalan lurus menapaki jalanan yang basah dan hanya beberapa motor yang melintas di dekat nya.
Naima memandang kepergian ibu nya dari kejauhan.semua tetangga belum ada yang bangun karena memang sekarang bukan nya jam untuk bangun tidur.berbeda sekali dengan ibu nya yang tidak kenal waktu bahkan kurang tidur demi bisa mencari nafkah untuk anak-anak dan isi perut mereka.
" Kenapa Ibu sangat sabar sekali sih Bu?" gumam Naima mengusap mata yang berair.
Tidak tega melihat perjuangan ibu nya,iba dan khawatir bercampur menjadi satu.Naima ingin membantu ibu nya namun selalu di tolak mentah-mentah dan dia di minta agar fokus saja di sekolah.
Padahal gaji bapak nya sebagai buruh pabrik sangat lumayan dan cukup untuk menghidupi keluarga mereka yang sederhana,namun pada kenyataannya sangat miris sekali.
Sang ibu harus berjibaku memenuhi kebutuhan keluarga sementara gaji sang Bapak tidak tahu entah kemana.setiap kali Naima ingin mengajak mengobrol ibu dan bapak nya,sang ibu selalu menolak dan meminta dia untuk diam dan jangan ikut campur urusan orang tua.
Kepahitan yang mereka rasakan di dalam rumah, berbanding terbalik dengan kehidupan Bapak nya di Luar sana,handphone bapak nya saja keluaran terbaru dan sepeda motor nya selalu mengkilat.kepada Kakak dan keponakan nya selalu royal berbanding terbalik dengan apa yang Naima dan Dito rasakan selama ini.
Setiap kali Naima minta uang jajan pasti selalu di marahi dan tidak jarang di ancam untuk berhenti sekolah.Dito apalagi !Adik nya pernah mendapatkan kekeras4n dari sang Bapak hanya karena Dito minta di beli sepatu bola . padahal bapak nya baru gajian tapi alasan nya tidak punya uang.kata nya uang habis untuk beli beras namun yang Naima lihat selama ini bukan bapak nya yang beli beras dan kebutuhan dapur lain nya, melainkan sang ibu yang merangkap sebagai ibu rumah tangga juga kepala keluarga di keluarga kecil mereka ini.
" Aku tidak akan tinggal diam! Aku akan membantu Ibu keluar dari hubungan yang tidak masuk akal ini."
Bersambung.
Hai semua nya
Author sangat membutuhkan support kalian di karya terbaru author ini ya.
Bantu like setiap bab yang kalian baca, tinggal kan jejak di kolom komentar dan jangan lupa bantu rate ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ya guys.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
oland sariyy
Hai semua nya selamat datang di karya terbaru author 😊😊😊🥰🥰
2025-06-02
0