Bab. 2

Langit malam masih menyisakan semburat kelam saat Syifa duduk di kursi belakang mobil mewah itu. Jari-jarinya saling menggenggam erat, dingin dan gemetar seperti sedang menyentuh baja.

Di depannya, pria itu duduk tenang. Kaca jendela memantulkan wajahnya yang tampan namun dingin. Tak ada senyum, tak ada ragu. Hanya rencana.

Syifa menunduk, jemarinya yang kurus mengepal erat di sisi bajunya. Nafasnya pendek dan tak menentu saat mendengar kalimat pria di hadapannya.

“Malam ini kita akan menikah secara siri. Tapi sebelumnya, kamu harus ke rumah sakit. Aku ingin memastikan kamu sehat... sebelum kamu menjadi milikku.”

Suara pria itu datar, dingin, tanpa emosi. Seolah keputusan besar itu hanya soal administrasi biasa. Sesuatu yang bisa dibeli. Syifa menggigit bibir bawahnya, gugup.

“Sa–saya tidak punya uang untuk periksa ke dokter, Tuan,” ucapnya pelan, hampir berbisik.

Pria itu pemilik rumah besar tempat ia bekerja sebagai pelayan tersenyum kecil. Senyuman yang bukan pertanda kebaikan, melainkan kuasa yang telanjang.

“Tenang saja. Aku yang tanggung semuanya. Kita akan pergi bersama. Dan malam ini, kamu akan menjadi istriku. Di salah satu rumah kenalan, jauh dari telinga keluarga.”

Syifa mengangkat wajahnya, ragu.”Kalau... kalau Nyonya Besar tahu, atau yang lain?” gumamnya, takut.

“Tak akan ada yang tahu. Asal kamu tutup mulut.” Diam dingin seperti sebuah kontrak tak tertulis.

Syifa menelan ludah. Perasaannya bercampur aduk. Ketakutan, bingung, tapi juga ada rasa terpaksa demi uang untuk pengobatan abang Amri calon suaminya dan ibu tirinya di kampung serta untuk keluarga pamannya.

“Berapa lama kita akan menikah?” tanyanya polos, dengan nada penuh rasa takut.

“Selama aku menginginkannya,” jawab sang Tuan singkat.

“Setelah ini kita ke rumah penghulu. Semua sudah disiapkan. Kamu tak perlu berpikir macam-macam, Syifa,” ucapnya tanpa menoleh, suaranya datar namun menekan.

Syifa menggigit bibir. Wajahnya tetap menunduk, berusaha menyembunyikan gemuruh dalam dada. Ia bukan gadis bodoh. Ia tahu pernikahan ini bukan tentang cinta. Bahkan bukan tentang hubungan. Ini hanya ikatan semu untuk melayani nafsu orang yang memanggil dirinya “Tuan”.

“Tapi… kalau keluarga Tuan tahu..” ucapannya memotong terpotong.

“Mereka tidak akan tahu,” potongnya tajam. “Kamu hanya perlu diam.”

Diam. Kata yang terasa seperti hukuman.

Dalam hitungan jam, mereka sudah berada di mobil menuju rumah sakit. Seolah semua sudah dirancang matang. Pemeriksaan dilakukan. Begitu cepat hasil pemeriksaan kesehatannya Syifa yang menyatakan dia itu sehat.

Lalu, ke salon. Lalu ke rumah sederhana di pinggiran kota, tempat seorang imam dan dua saksi Jamal, supir rumah, dan Fatma, pelayan senior sudah menunggu.

"Sah."

Kata itu diucap dalam suasana sunyi. Tanpa pesta, tanpa bunga. Hanya kontrak sunyi antara majikan dan pelayan. Syifa resmi menjadi istri dalam diam.

Ketika ijab kabul terucap, tak ada air mata bahagia. Tak ada cium tangan. Tak ada pelukan. Hanya doa lirih dari penghulu tua yang tak banyak bertanya, dan dua saksi yang menjaga pandangan mereka agar tak terlalu ikut campur.

Dan sejak itu, Syifa bukan hanya pelayan rumah. Tapi istri secara hukum agama, bukan negara dan bukan juga karena hati.

Malam pertama itu datang terlalu cepat. Syifa berdiri mematung di kamar mewah yang biasanya hanya ia bersihkan diam-diam. Sekarang, kamar itu menjadi tempatnya melayani.

Cahaya redup dari lampu tidur menyapu lembut sisi kamar mewah yang kini terasa lebih sempit dari biasanya. Aroma mawar putih menyelinap dari diffuser di sudut ruangan, berpadu dengan ketegangan yang menggantung di udara.

Jordan duduk membelakangi Syifa, membetulkan kancing kemeja putih yang belum sempat dilepas sepenuhnya. Tubuh tegapnya tak bergerak. Seolah, setelah apa yang terjadi barusan, ia tak tahu harus berkata apa.

Syifa menarik selimut sampai ke lehernya, menatap punggung pria yang kini resmi menjadi suaminya. Dalam hatinya, badai kecil masih belum reda antara syok, lega, dan kosong.

Pagi itu, langkah kaki Syifa terdengar lebih ragu dari biasanya. Seragamnya rapi, rambutnya disanggul sederhana, dan ekspresinya... datar. Tidak ada yang berubah secara kasat mata padahal semalam, hidupnya berubah drastis.

Ia kini seorang istri. Tapi tak ada cincin. Tak ada panggilan mesra. Tak ada status.

Hanya perintah, hanya rutinitas.

“Pagi, Syifa. Bantu siapkan kopi untuk Tuan Jordan, ya. Dia ada meeting pagi ini,” pintanya Fatma.

“Siap, Kak Fatma.” balasnya Syifa.

Syifa menunduk seperti biasa, menyembunyikan kenyataan bahwa kopi itu, kini disiapkan bukan sekadar untuk majikan, tapi untuk suaminya. Suami yang bahkan tak menatapnya saat turun ke ruang makan.

Jordan muncul dengan jas abu gelap dan jam tangan mahal yang mencolok. Sorot matanya tajam dan fokus. Di hadapan keluarganya, ia kembali menjadi pria publik yang sempurna, CEO muda, cerdas, tegas.

“Pagi, Pa.” sapanya Jordan.

“Pagi, Jord. Kamu jadi ke Surabaya minggu depan?” tanya Pak Julian.

“Iya. Proyek reklamasi perlu ditekan progresnya. Aku juga harus ketemu investor Korea,” jawab Jordan sambil menyesap kopi.

Sekilas matanya bertemu dengan Syifa yang berdiri diam di sudut ruangan. Tak ada anggukan. Tak ada pengakuan, bahkan tak ada ucapan terima kasih, tetapi Syifa sudah terbiasa.

Sepanjang hari, Syifa hanya melayani Jordan. Mencuci pakaiannya, mengatur kamar pribadi dan ruang kerjanya. Menyediakan makanan dan keperluannya. Tapi semua dilakukan dengan skenario: seolah dia hanya pelayan, bukan istri.

Jordan pun sibuk di luar rumah, menghabiskan waktu di kantor pusat milik Julian Corp. Semua mengenalnya sebagai sosok yang sempurna, pemimpin muda yang tak kenal kompromi. Tak ada yang tahu, bahwa di balik layar, hidupnya terasa hampa.

Setiap kali ia menatap layar presentasi atau berdiri di depan ruang rapat, pikirannya kosong. Ia seperti mesin yang terus bergerak tanpa arah yang benar-benar berarti.

Malam turun lagi. Di rumah besar itu, semua orang sudah masuk kamar masing-masing. Rumah terlihat tenang dari luar, tapi di sayap kiri lantai atas, pintu kamar Jordan terbuka diam-diam.

Syifa masuk perlahan, mengenakan gaun tidur sederhana warna gading yang sudah disiapkan oleh Jordan.

“Kamu telat lima menit,” ucap Jordan dari balik sofa, tanpa menoleh.

“Maaf, Tuan...” balasnya sambil tertunduk.

“Berhenti panggil aku Tuan. Kita sudah menikah, setidaknya formalitas itu tak perlu di kamar.”

Syifa menelan ludah. Ia hanya mengangguk.

Malam kembali berjalan seperti malam-malam sebelumnya. Jordan memintanya mendekat. Ia memegang tangan istrinya seperti memegang barang.

Bukan dengan cinta. Tapi... dengan kebutuhan.

“Aku tidak butuh drama atau perasaan, Syifa. Aku hanya butuh kamu tetap di sini. Diam. Setia. Dan bersih.”

“Saya tahu,” balas Syifa pelan, matanya menatap lantai.

Setelah itu, keheningan menyelimuti mereka. Tak ada ciuman penuh cinta. Tak ada pelukan. Yang ada hanya kulit yang menyentuh kulit, tapi jiwa mereka saling berjauhan.

Setelah semuanya selesai, Jordan berdiri dari tempat tidur. Ia mengenakan kembali kemejanya dan duduk di dekat jendela, memandangi langit malam Jakarta yang kelabu.

“Kau boleh pergi sekarang,” ucapnya datar.

Syifa mengenakan seragam pelayannya perlahan, tapi sebelum membuka pintu, ia menoleh sedikit.

“Kalau suatu hari... saya benar-benar jatuh cinta pada Tuan, haruskah saya menyimpannya sendiri?”

Jordan tidak menjawab. Padahal Syifa hanya sekedar bertanya dan tak berani apalagi berniat untuk mencintai majikannya itu.

Dan Syifa pun keluar, kembali ke kamarnya yang sunyi, dengan hati yang makin beku.

Di balik pintu itu, Jordan menutup matanya dalam diam. Tapi dalam hatinya ada suara kecil yang tak ingin ia dengar.

“Kenapa aku takut... kalau dia benar-benar mencintaiku?”

Terpopuler

Comments

Nar Sih

Nar Sih

mampir lgi ksk

2025-05-31

1

sunshine wings

sunshine wings

bodoh 🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️😤😤😤😤😤

2025-05-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!