TDT 2

Setelah mengantar Aruna kembali ke rumahnya, Raka mematikan mesin jeep dan membuka pintu. Ia berdiri sejenak di samping mobil, memandang Aruna yang baru saja turun.

"Kalau begitu, saya pamit dulu, Bu Aruna. Besok pagi saya akan kembali ke kebun, mungkin sekitar jam delapan. Saya ingin mulai lebih awal untuk memeriksa kondisi sektor C secara langsung."

Aruna mengangguk sambil tersenyum. "Baiklah, Raka. Terima kasih untuk hari ini."

"Sama-sama, Bu. Sampai besok," ucap Raka, lalu melangkah kembali ke mobilnya dan pergi meninggalkan halaman rumah Aruna, sementara sang pemilik rumah berdiri di serambi, menyaksikan kepergiannya dengan pandangan yang menggantung di udara senja.

Setelah Raka hilang dari pandangan, Aruna masuk ke dalam rumah dengan langkah pelan. Di balik ketenangan wajahnya, hatinya masih menyimpan jejak hangat dari pertemuan singkat itu. Ia tersenyum-senyum sendiri, mengingat cara Raka menatapnya saat berbicara, nada suaranya yang tenang, dan antusiasme yang terpancar jelas saat membahas tanaman.

Ia menuju kamar, duduk di depan meja rias, lalu meraih sisir dan mulai menyisir rambutnya yang sebenarnya tidak kusut. Setiap gerakan tangannya terasa pelan, seolah ia sedang menenangkan detak jantungnya yang entah kenapa belum kembali normal.

Bayangan Raka melintas di kepalanya badan tinggi, bahu lebar, dan cara duduknya yang tegap namun tetap santai. Aruna menunduk, tersipu malu pada dirinya sendiri. "Sepertinya menyenangkan dipeluk tubuh seperti itu," gumamnya pelan, sebelum buru-buru menepis pikirannya sendiri.

Namun khayalan itu tetap tinggal, liar dan tak bisa ditekan. Ia tahu itu hanya fantasi... tapi untuk hati yang terlalu lama kesepian, fantasi bisa terasa lebih nyata daripada kenyataan itu sendiri.

Keesokan paginya, Aruna tersentak bangun saat sinar matahari menerobos dari celah tirai kamarnya. Ia melirik jam di atas nakas—pukul 7.30.

"Astaga!" serunya nyaris panik, segera bangkit dari tempat tidur. Hanya setengah jam lagi sebelum Raka datang, seperti yang telah dijanjikannya kemarin. Jantungnya berdetak cepat, bukan hanya karena takut terlambat, tapi karena ada kegelisahan manis yang menyusup di sela kesibukannya pagi itu.

Ia bergegas ke kamar mandi, membasuh tubuhnya dengan air hangat yang sedikit membantu meredakan gugupnya. Di balik uap tipis yang mengembun di cermin, ia menatap wajahnya sendiri. Garis-garis halus memang mulai tampak, tapi kulitnya masih terawat, dan sorot matanya masih menyala dengan kepercayaan diri yang ia pupuk bertahun-tahun.

Selesai mandi, ia berdiri di depan lemari pakaian. Tangannya menggeser hanger satu per satu, memilih dengan cermat. Ingin tampil wajar, namun tetap memesona. Akhirnya, ia memilih blus katun putih dengan kerah terbuka dan celana kain krem yang membingkai lekuk tubuhnya dengan elegan. Ringan dan sederhana, namun tidak sembarangan.

Ia menyisir rambutnya dengan cermat, mengikatnya setengah ke belakang, membiarkan sebagian terurai di bahu. Riasan ia poleskan tipis sedikit bedak, lipstik bernuansa mawar, dan maskara untuk menegaskan mata yang memang sudah indah dari sananya. Minimalis, tapi cukup untuk membuat siapa pun menoleh dua kali.

Aruna menatap dirinya sendiri di cermin, menarik napas panjang. Di usia yang kepala empat, ia tahu ia bukan lagi gadis muda. Tapi pesonanya tidak pernah benar-benar pudar ia hanya menua seperti anggur, penuh karakter dan kehangatan yang dalam. Seketika, ia merasa percaya diri. Bukan hanya untuk Raka. Tapi untuk dirinya sendiri.

Dan saat suara mesin mobil terdengar mendekat dari arah depan rumah, Aruna melangkah turun dari kamar dengan langkah ringan namun bergetar dalam dada. Ia tahu, hari ini akan menjadi hari yang panjang... dan mungkin berbahaya bagi hatinya.

Ia melongok ke arah jendela di ruang tamu, dan mendapati mobil Jeep Raka telah berhenti rapi di depan gerbang. "On time sekali," gumamnya dalam hati, sedikit tersenyum, merasa takjub akan kedisiplinan pria muda itu.

Tanpa membuang waktu, ia meraih ponsel yang tergeletak di atas meja kecil di ruang tengah, lalu menekan nomor cepat yang tersimpan atas nama Pak Yusron penjaga kebun dan rumah mereka yang sudah seperti keluarga sendiri.

"Halo, Bu Aruna?" suara Pak Yusron terdengar di ujung sana, serak dan bersahaja seperti biasa.

"Pagi, Pak Yusron. Itu tamu saya, Mas Raka, sudah sampai. Tolong bukakan pintu halaman depan, ya. Minta dia tunggu sebentar, saya akan segera turun," ucap Aruna dengan suara tenang namun jelas, menyembunyikan rasa gugup yang berdebar di balik nada lembutnya.

"Baik, Bu. Saya segera ke depan," jawab Pak Yusron sigap.

Aruna mematikan sambungan lalu menarik napas dalam-dalam. Ia menyempatkan diri melirik sekali lagi ke pantulan dirinya di kaca. Senyumnya mengembang tak terlalu lebar, tapi cukup untuk menyiratkan kehangatan yang tak bisa dipalsukan. Lalu ia melangkah keluar dari ruang dalam, menuju pagi yang telah membawa seseorang yang perlahan mengisi ruang hampa di hatinya.

Raka baru saja duduk di kursi rotan di beranda ketika Aruna melangkah keluar dari dalam rumah. Dengan senyum lembut dan langkah anggun, ia menghampiri pria muda itu yang tampak sibuk memeriksa ponselnya. Meski terkesan santai, ada ketelitian dalam gerak tubuh Raka cara ia duduk tegak, cara ibu jarinya men-scroll layar dengan kecepatan konstan, bahkan cara ia sesekali melirik ke arah kebun kecil yang menghijau di sisi rumah.

"Pagi, Mas Raka. Maaf menunggu," sapa Aruna seraya mendekat. Raka segera meletakkan ponsel dan berdiri sedikit, memberi hormat kecil dengan anggukan sopan.

"Tidak masalah, Bu Aruna. Saya juga baru saja duduk," balasnya dengan nada ramah.

Aruna tersenyum, lalu menunjuk ke meja kecil di sebelah kursi. "Mau saya buatkan minuman dulu? Kopi? Teh? Atau jus segar?"

Raka tampak berpikir sejenak. "Kalau boleh, saya mau teh hangat saja, Bu. Yang ringan."

"Tentu." Aruna berbalik dengan sigap, melangkah masuk ke dalam rumah, menuju mini bar yang menyatu dengan dapur terbuka mereka. Tangannya bergerak lincah menyiapkan teh, sementara sesekali matanya melirik ke arah Raka yang kini kembali duduk dan menatap sekeliling, terlihat seperti seseorang yang diam-diam menyerap semua keindahan dan ketenangan tempat itu.

Ada sesuatu yang menyenangkan dalam kesederhanaan Raka. Ia tidak banyak bicara, tidak menunjukkan sikap berlebihan, namun kehadirannya mengisi ruang dengan kehangatan yang sulit dijelaskan. Aruna memperhatikan bagaimana bahu Raka yang bidang tampak nyaman bersandar di kursi, bagaimana kakinya yang jenjang terjulur santai, dan betapa damainya raut wajah pria itu di bawah naungan sinar pagi yang menembus sela-sela daun di beranda.

Ia menuangkan teh ke dalam cangkir porselen putih, lalu menghiasinya dengan seiris jeruk nipis di bibir cangkir. Sentuhan kecil yang ia lakukan tanpa sadar, namun menunjukkan betapa ia ingin segala sesuatu tampak sempurna pagi ini. Mungkin terlalu sempurna.

Saat ia kembali keluar membawa nampan kecil berisi teh dan beberapa potong biskuit, ia merasakan dadanya berdebar ringan. Bukan karena takut, melainkan karena ada rasa yang mulai tumbuh dari rasa penasaran menjadi sesuatu yang lebih dalam, semacam kerinduan yang tak ia sadari sedang mencari tempat bertaut.

Terpopuler

Comments

ovi eliani

ovi eliani

jalan ceritanya mulai terlihat semangkin asik untuk di baca, doble up thor ceritanya

2025-05-20

2

D'soelekhan Semagar

D'soelekhan Semagar

lanjut

2025-07-09

1

lihat semua
Episodes
1 TDT 1
2 TDT 2
3 TDT 3
4 TDT 4
5 TDT 5
6 TDT 6
7 TDT 7
8 TDT 8
9 TDT 9
10 TDT 10
11 TDT 11
12 TDT 12
13 TDT 13
14 TDT 14
15 TDT 15
16 TDT 16
17 TDT 17
18 TDT 18
19 TDT 19
20 TDT 20
21 TDT 21
22 TDT 22
23 TDT 23
24 TDT 24
25 TDT 25
26 TDT 26
27 TDT 27
28 TDT 28
29 TDT 29
30 TDT 30
31 TDT 31
32 TDT 32
33 TDT 33
34 TDT 34
35 TDT 35
36 TDT 36
37 TDT 37
38 TDT 38
39 PENGUMUMAN
40 TDT 39
41 TDT 40
42 TDT 41
43 TDT 42
44 TDT 43
45 TDT 44
46 TDT 45
47 TDT 46
48 TDT 47
49 TDT 48
50 TDT 49
51 TDT 50
52 TDT 51
53 TDT 52
54 TDT 53
55 TDT 54
56 TDT 55
57 TDT 56
58 TDT 57
59 TDT 58
60 TDT 59
61 TDT 60
62 TDT 61
63 TDT 62
64 TDT 63
65 TDT 64
66 TDT 65
67 TDT 66
68 TDT 67
69 TDT 68
70 TDT 69
71 TDT 70
72 TDT 71
73 TDT 72
74 TDT 73
75 TDT 74
76 TDT 75
77 TDT 76
78 TDT 77
79 TDT 78
80 TDT 79
81 TDT 80
82 TDT 81
83 TDT 82
84 TDT 83
85 TDT 84
86 TDT 85
87 TDT 86
88 TDT 87
89 TDT 88
90 TDT 89
91 TDT 90
92 TDT 91
93 TDT 92
94 TDT 93
95 TDT 94
96 TDT 95
97 TDT 96
98 TDT 97
99 TDT 98
100 TDT 99
101 TDT 100
102 TDT 101
103 TDT 102
104 TDT 103
105 TDT 104
106 TDT 105
107 TDT 106
108 TDT 107
Episodes

Updated 108 Episodes

1
TDT 1
2
TDT 2
3
TDT 3
4
TDT 4
5
TDT 5
6
TDT 6
7
TDT 7
8
TDT 8
9
TDT 9
10
TDT 10
11
TDT 11
12
TDT 12
13
TDT 13
14
TDT 14
15
TDT 15
16
TDT 16
17
TDT 17
18
TDT 18
19
TDT 19
20
TDT 20
21
TDT 21
22
TDT 22
23
TDT 23
24
TDT 24
25
TDT 25
26
TDT 26
27
TDT 27
28
TDT 28
29
TDT 29
30
TDT 30
31
TDT 31
32
TDT 32
33
TDT 33
34
TDT 34
35
TDT 35
36
TDT 36
37
TDT 37
38
TDT 38
39
PENGUMUMAN
40
TDT 39
41
TDT 40
42
TDT 41
43
TDT 42
44
TDT 43
45
TDT 44
46
TDT 45
47
TDT 46
48
TDT 47
49
TDT 48
50
TDT 49
51
TDT 50
52
TDT 51
53
TDT 52
54
TDT 53
55
TDT 54
56
TDT 55
57
TDT 56
58
TDT 57
59
TDT 58
60
TDT 59
61
TDT 60
62
TDT 61
63
TDT 62
64
TDT 63
65
TDT 64
66
TDT 65
67
TDT 66
68
TDT 67
69
TDT 68
70
TDT 69
71
TDT 70
72
TDT 71
73
TDT 72
74
TDT 73
75
TDT 74
76
TDT 75
77
TDT 76
78
TDT 77
79
TDT 78
80
TDT 79
81
TDT 80
82
TDT 81
83
TDT 82
84
TDT 83
85
TDT 84
86
TDT 85
87
TDT 86
88
TDT 87
89
TDT 88
90
TDT 89
91
TDT 90
92
TDT 91
93
TDT 92
94
TDT 93
95
TDT 94
96
TDT 95
97
TDT 96
98
TDT 97
99
TDT 98
100
TDT 99
101
TDT 100
102
TDT 101
103
TDT 102
104
TDT 103
105
TDT 104
106
TDT 105
107
TDT 106
108
TDT 107

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!