Aizha menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di kamarnya lalu melirik pada jam dinding yang berada di sisi lain ruangan itu, jam 7.46 malam dan dia sudah bersiap-siap. Wajahnya sudah dipolesi make up tipis, dia menggunakan dress hitam selutut dengan high heels tinggi melekat di kaki jenjangnya, rambut panjang bergelombangnya kini telah di kepang kebelakang. Penampilannya sangat cantik namun simple, tidak ada kesan berlebihan dari tampilannya. Aizha berjalan keluar dari kamar mengambil tasnya dan berjalan ke dapur. Khusus untuk malam ini Nuka akan tidur di rumah sahabatnya karena Aizha akan pulang sangat larut malam atau mungkin dia bahkan tidak akan pulang.
Aizha mengambil kotak kue berwarna biru pastel yang ada di lemari pendingin, kue di dalam kotak ini adalah kue spesial yang ia buat sendiri seharian dengan susah payah dan yeah hasilnya tak terlalu buruk. Ouh ya dan alasan kenapa Aizha berdandan seperti itu, tampil lebih cantik dari biasanya dan repot-repot membuat kue adalah karena hari ini adalah hari ulang tahun pacarnya, Rafy. Aizha sengaja untuk tidak menelepon maupun mengirim pesan pada Rafy seharian ini karena ingin memberi kejutan pada pria itu. Aizha bahkan tidak mengabari Rafy bahwa sekarang dia sedang berada di taksi untuk pergi ke apartemen pria itu.
Khusus untuk hari ini, Aizha sudah mempersiapkan dirinya sendiri dari minggu lalu, mungkin ini adalah saatnya, mungkin sekarang dia sudah siap. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, mungkin sama seperti pasangan lainnya, terkadang hal ini di perlukan(?)
Sesampainya di depan gedung apartemen yang menjulang tinggi itu, Aizha keluar dari taksi membayar ongkosnya dan langsung berjalan memasuki gedung itu. suara heels nya menggema saat ia berjalan, gadis itu memasuki lift dan menuju lantai 3 dimana unit pacarnya berada. Mood nya sangat baik dan dia sangat bahagia, Aizha bahkan sedikit bersenandung dengan pelan. Lift itu berdenting lalu pintu terbuka, Aizha kembali berjalan keluar dari lift dengan kotak kue itu erat berada di genggamannya.
Kini Aizha sudah berdiri di depan pintu unit apartemen Rafy, tak perlu mengetuk pintu untuk dibukakan karena gadis itu hafal sandinya. Yang hanya perlu Aizha siapkan adalah kata-katanya, sebelum membuka pintu itu, Aizha mencoba menenangkan dirinya terlebih dahulu karena jantungnya terus berdetak dengan cepat, dia sangat gugup. Setelah beberapa kali tarikan nafas panjang, Aizha akhirnya memberanikan diri, tangannya yang bebas terulur untuk menekan sandi pintu, setelah bunyi ‘klik’ pintu terbuka dan baru selangkah ia menginjakan kakinya di dalam, suara erangan dan desahan menyambutnya.
Aizha tidak tau, kepalanya blank namun sebisa mungkin dia berpikir positif, itu mungkin hanya suara yang berasal dari film yang tengah pria itu tonton, dengan perlahan Aizha masuk lebih dalam dan dalam lagi. Semakin Aizha masuk suara-suara itu semakin keras terdengar namun dia masih tidak dapat menemukan siapapun. Ruang tamu kosong dan TV mati, suara itu berasal dari kamar Rafy. Jantung Aizha bahkan berdetak lebih kuat hingga membuat dadanya sakit, dia merasa sepertinya jantungnya sebentar lagi akan meledak.
Memutar knop pintu kamar tersebut yang tak dikunci, Aizha mendorong pintu itu lebih lebar dan dalam gelapnya kamar karena lampu yang mati, di balkon kamar dengan jendela terbuka, Aizha dapat melihat siluet dua orang yang bergerak-gerak. Suara-suara berisik itu memenuhi kamar dan mencemari atmosfir di sekitar Aizha, memekakkan telinganya dan membuat sekujur tubuh Aizha membeku. Otaknya dengan cepat memproser dan tangannya meraih sisi kiri dinding untuk menghidupkan lampu, Aizha mengetahui tepat dimana saklar itu berada dan sedetik kemudian lampu di kamar yang gelap itu menyala menampilkan semua yang ada di dalamnya dengan lebih jelas dan kedua orang yang ada di balkon tersentak kaget dan kini telah menatap kearahnya dengan tatapan binggung.
Rafy melepaskan wanita yang berada di depannya lalu berjalan kearah tempat tidur, menarik selimut kemudian membungkus tubuhnya sendiri sedangkan wanita itu masih berdiri terdiam di balkon.
“Zha, what you doing here?” tanya Rafy sambil berjalan mendekati gadis yang masih berdiri mematung di tengah-tengah pintu kamar.
“itu yang seharusnya ku pertanyakan, apa yang kamu lakukan?” kata Aizha dengan suara bergetar dan melirik sekilas wanita di balkon itu.
“aku tau aku gak bisa ngasih kamu kayak yang dia kasih, but just say so if you want it so bad kita bisa mengakhirinya baik-baik, gak perlu main bodoh dibelakang” Aizha setengah berteriak, emosi sudah menguasainya.
“ya benar, inilah permainan bodoh yang gak bisa kamu lakukan” Rafy balas teriak di depan wajah Aizha. Keegoisan Rafy membuat Aizha muak, tangannya terangkat keatas dan menampar pipi Rafy dengan kuat, suara tamparan memenuhi kamar itu untuk sepersekian detik.
Rafy semakin emosi karena ditampar di pipinya dan berdenyut nyeri, pria itu ingin menarik rambut Aizha dan menamparnya kembali juga, namun diurungkan dan membiarkan gadis itu pergi begitu saja dengan air mata yang terus turun membasahi pipinya. Selama perjalanan Aizha keluar dari tempat itu, dia terus merutuki pria sialan itu. tidak ada lagi senyum hangat yang memikat milik Rafy dalam ingatannya. Sia-sia saja Aizha melakukan semua ini, sedangkan pria itu dengan seenaknya bermain di belakangnya, berselingkuh darinya.
Dengan emosi Aizha hampir membuang kue itu kedalam tong sampah yang ia lihat di luar gedung apartermen Rafy, namun seketika dia ingat betapa melelahkannya membuat kue itu, berapa uang yang harus dia keluarkan untuk membeli bahan-bahannya dan semua waktu yang ia curahkan dalam membuat kue itu mengurungkan niat Aizha untuk membuangnya.
Dengan air mata yang terus mengalir, Aizha berjalan perlahan menelusuri jalanan itu, angin malam berhembus membuat tubuhnya kedinginan, bahkan rasa dingin yang hampa itu terasa seperti tengah menertawai kebodohannya. Betapa bodohnya dia mempercayai orang. Cinta? Apa yang bisa diharapkan dari cinta sialan itu?! tidak ada selain rasa sakit. Beberapa kali Aizha mengusap wajahnya dan mencoba menenangkan dirinya namun hatinya terlanjur luka. Hanya dia sendiri, hanya dia dengan bodohnya mempercayai pria itu, memberikan seluruh hati dan akal sehatnya sedangkan pria itu tak lebih hanya menganggapnya mainan saja. Rafy pasti dengan mudahnya menggantikan sosok Aizha dengan orang lain lagi sedangkan Aizha dengan sepenuh hati menganggapnya begitu berharga.
Aizha memang berniat untuk pulang dan meringkuk di bawah selimut sambil menangis semalaman, bukankah itu wajar saat baru saja mendapati pacarmu berselingkuh?!. Namun langkahnya terhenti di depan sebuah bar, lampu neon dengan tulisan white drink bar menggantung di atas bangunan itu. dia memang sudah kehilangan akal sehatnya sejak berada di kamar Rafy setengah jam yang lalu dan kenapa tidak sekalian saja dia menjadi gila sepenuhnya di dalam sana dengan alkohol itu?! hanya untuk malam ini.
Dengan pemikiran seperti itu, Aizha memaksa kakinya yang masih di balut dalam high heels tinggi dan sudah berdenyut nyeri karena lecet itu untuk masuk ke dalam bar tersebut. Dia menunjukan kartu identitasnya pada penjaga bar sebagai bukti bahwa dia sudah cukup umur untuk berada di sana, pria besar botak itu membiarkan Aizha untuk masuk.
Didalam suara musik dari seorang DJ di depan sana sangat memekakkan telinga membuat Aizha hampir tak bisa mendengarkan apapun yang lain, asap rokok dan aroma berbagai parfum berbaur di udara memenuhi atmosfir, sekumpulan manusia memenuhi tempat itu hingga bahkan tak ada sisa celah sama sekali. Untungnya air mata sudah mengering dan Aizha hanya ingin menemukan tempat dimana ia bisa minum alkohol sebanyaknya, hanya untuk malam ini, hanya satu malam ini.
Kepala Aizha menoleh ke sebelah kiri dimana ada banyak sofa dan orang-orang yang duduk sambil minum disana ditemani oleh wanita-wanita yang entahlah, di sebelah kanan hampir sama namun ada meja panjang dibelakang sofa-sofa itu dengan seorang bartender di baliknya, itu yang Aizha cari. Tanpa membuang-buang waktu lebih lama Aizha berjalan ke meja panjang itu dan duduk di salah satu kursi tepat di depan bartender yang tengah mengelap gelas-gelas kecil bening.
“selamat malam, apa yang ingin anda minum miss?” sapa sang bartender dengan ramah dan senyuman lebar tentunya. Aizha menimbang-nimbang, tak banyak tau tentang alkohol namun dia memilih whiskey, dia tak pernah mencoba jenis alkohol apapun sebelumnya namun dia pernah mendengar beberapa tentang itu. tentu saja di restorannya menyediakan whine atau beberapa jenis anggur lainnya namun Aizha tidak begitu peduli dengan itu.
Bartender itu mulai meracik minuman yang dipesan Aizha, gadis itu sambil menunggu melirik kiri kanan, ada beberapa orang lainnya duduk disana entah bersama seseorang atau sendiri seperti dirinya. Kenyataan yang sempat terlupakan beberapa detik yang lalu, mengingatkan kembali pada dirinya alasan kenapa dia berada disini. Aizha merebahkan kepalanya diatas meja lalu menatap kotak kue yang tepat berada di depannya, kue yang dengan susah payah ia buat.
“sialan, you fucking stupid!” kata nya pada diri sendiri. Bartender itu meletakan secangkir whiskey di depan kepala Aizha membuat gadis itu sontak mengangkat kembali kepalanya. Aizha dengan ragu menyesap seteguk minuman itu dan merasakan sensasi panas di tenggorokannya saat whiskey itu mengalir kedalam tubuhnya, pahit yang entah bagaimana juga terasa manis.
Sejam kemudian Aizha sudah menghabiskan beberapa gelas whiskey dan sudah mabuk, dia mencerocos dan menangis sendiri lalu terdiam lalu menangis lagi hingga sang bartender merasa khawatir padanya. Beberapa pria mencoba mendekatinya dan merangkul tubuh Aizha namun mereka semua mendapat tamparan dan tendangan dari gadis mabuk itu hingga membuat mereka menjadi enggan mendekati Aizha.
Aizha yang setengah sadar dengan kepala tertangkup di meja merasakan seseorang duduk di sampingnya membuatnya cepat mengangkat kepala, saking cepatnya membuat gadis itu semakin pusing dan hampir terlentang jatuh kebawah, untunglah orang yang baru duduk di samping Aizha dengan sigap menahan tubuhnya mencegah hal itu terjadi.
Aizha samar-samar mendengar suara berat pria itu memesan tequilla dan setengah berteriak Aizha juga ikut buka suara memesan minuman tersebut. Tentu saja bartender itu menolak memberinya alkohol lebih banyak.
“berapa banyak yang dia minum?” tanya pria asing itu setelah minumannya tersaji.
“eum.. 4 atau mungkin 5 atau bahkan lebih, entahlah” jawab bartender itu tidak begitu yakin, dia bahkan sampai lupa sudah memberikan berapa gelas whiskey pada Aizha.
“waa tidak mengherankan, bahkan dia bisa pingsan dengan wiskey sebanyak itu” komentar pria asing itu, nyatanya Aizha belum pingsan dan dia hanya mabuk berat.
Tidak tau apa yang merasukinya, mungkin karena patah hati, atau bayangan Rafy bersama wanita sialan di balkon tadi masih memenuhi kepala Aizha, gadis yang mabuk berat itu langsung menarik kerah kemeja pria asing yang duduk di dekat nya itu, menarik wajah pria itu hingga sangat dekat dengannya.
“SIALAN!! COWOK BODOH SIALAN! Memangnya kenapa kalau aku gak mau ngelakuin hal-hal bodoh semacam itu?! kenapa juga dia harus bermain-main sama orang lain, MENYEBALKANNNNNN!!!!” Aizha terus saja berteriak dan berbicara lalu menangis sambil terus menarik-narik kerah pria itu, sedangkan pria itu tidak melakukan apapun, hanya diam dan terus menatap Aizha.
Dia menebak gadis itu baru saja putus dari pacarnya dan kini terus menangis sambil mabuk, yeah remaja memang seperti itu, dapat dipahami.
“pak ah maaf… anda tidak apa-apa?” bartender itu terlihat panik dengan kelakuan Aizha, hampir keluar dari tempat nya itu untuk menghentikan Aizha terus menarik-narik kerah orang, tapi pria itu bilang tidak apa-apa, tidak masalah dan biarkan saja gadis asing yang menyedihkan itu melakukan apapun yang dia mau.
Aizha merasa lelah sendiri, tidak memiliki tenaga lagi untuk melakukan apapun. Jadi dia merebahkan kepalanya keatas dada bidang pria asing itu hanya karena pria itu kini ada di depannya. tangan pria itu terangkat untuk menarik kursi Aizha lebih dekat padanya dan memosisikan kepala Aizha agar lebih nyaman.
“aku membenci semua pria” itu kata yang diucapkan Aizha terakhir lalu tidur, mendengar kata itu membuat pria itu tersenyum miring, menangkup wajah Aizha dan membuat gadis itu mendongak kearahnya, tidak membiarkan gadis itu tidur sama sekali walaupun dia sudah sangat mabuk.
Pria asing yang bahkan Aizha tak tau namanya dan itu bahkan tak penting lagi saat ini karena dia terlalu mabuk tanpa meminta izin terlebih dahulu langsung menyambar bibir Aizha, menciumnya dengan sedikit kasar. Aizha dengan kewarasan dan kesadaran yang entah hilang kemana membalas ciuman orang asing itu. semakin dalam ciuman mereka, pria itu mengangkat tubuh kurus Aizha dan mendudukannya diatas pangkuannya. Aizha menjauhkan kepalanya dan melepaskan ciuman mereka, menatap pria itu dengan setengah mata terbuka dan napasnya yang memburu.
Pria itu mengangkat tubuh kecil Aizha dalam gendongannya, membayar minumannya dan juga minuman Aizha lalu membawa barang-barang Aizha termasuk kotak kue yang sama sekali tak pernah ia buka barang sedetikpun. Membawa gadis yang merasa nyaman dalam gendongannya itu keluar bar dan memasukannya kedalam mobil pria itu. Apa ini semacam penculikan? Penculikan orang mabuk?!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments