Bongori

Saat ini, pikiranku penuh oleh hal-hal yang belakangan ini terjadi. Bahkan, dalam beberapa hari ini aku sulit untuk sekadar memejamkan mata walaupun waktu tidurku sudah terlampau jauh.

Aku sadar, aku tak boleh berlarut-larut seperti ini. Karena itu, aku harus melupakan banyak hal sekaligus. Soal Farrel, soal hasil audisi, soal cibiran orang-orang.

Selama beberapa hari, aku mendadak tersohor. Dibicarakan seisi sekolah dan kebodohanku ditertawakan. Rasanya bagai dihantam bola voli yang melesat setelah di smash tepat di wajah. Bertubi-tubi.

Membuatku tak keluar sejengkal pun dari kelas ketika jam istirahat. Aku lebih memilih membawa makanan yang kubeli di warung sebelum berangkat sekolah daripada dihujani dengan kata-kata nyelekit.

Duduk sendirian di kelas, berkenalan dengan sunyi sambil menikmati jajanan. Di luar dugaan, tak seburuk yang kukira.

Kupikir aku mulai berhasil menjinakkan perasaanku.

Mau orang bilang aku ganjen, bodoh, sinting, aku sudah tak ambil pusing lagi. Hanya tertinggal satu hal yang masih belum sanggup kuredam.

Setiap kali aku melihat Farrel, aku selalu naik darah. Setiap tingkahnya selalu kuanggap sebagai dosa. Apapun itu. Berbanding terbalik dengan diriku beberapa minggu yang lalu.

Cukup deh soal lelaki sampah itu.

Hari ini adalah hari pengumuman audisi. Hari yang kutunggu-tunggu. Tapi, entah mengapa patah semangatnya sudah sejak lama.

Feeling-ku mengatakan kalau aku bakal mengalami penolakan untuk yang kedua kalinya. Berbeda dengan yang pertama, kali ini aku telah berusaha memperluas dadaku seluas mungkin.

Aku sadar dengan tampangku. Aku sadar kalau tak mungkin menjadi seperti mereka. tapi, demi meredam gejolak yang bersemayam di dadaku, aku tak akan berhenti berharap.

Sepulang sekolah, kuperiksa ponsel. Begitu data kunyalakan, terlihat sebuah ikon surat menyusup di antara ikon yang lain.

Tanganku gesit membuka aplikasi e-mail, kutekan pesan teratas. Kubaca dengan seksama tanpa melewatkan satu pun titik dan koma.

Mataku mendapati kalimat,

Dengan ini anda telah lolos ke babak seleksi berikutnya.

Sontak aku berteriak kencang. Bersorak sorai bagai suporter sepak bola yang melihat tim kesayangannya membobol gawang lawan.

Aku segera menghambur keluar kamar. Berlari ke tempat mama berada. Di dapur mama pun menatapku dengan raut heran.

"Ma, aku lolos!" seruku.

"Enggak salah tuh?" Mama memicingkan matanya.

"Beneran, Ma!"

"Oke, kalau gitu nanti malam mama masak masakan spesial buat merayakannya."

"Merayakan apa, Ma? Ini baru seleksi awal loh. Mending nanti aja deh kalo betulan lolos."

"Nanti ya nanti, yang sekarang ya sekarang."

Aku hanya bisa menepuk jidat. Melihat antusiasme yang tidak perlu dari mama.

...----------------...

Aku merapikan barang-barang sebagai persiapan untuk pergi jauh karena seleksi tahap berikutnya diadakan di Jakarta.

Orang yang jarang bepergian sepertiku tentu saja was-was. Terlebih sendirian. Mengenakan pakaian sporty dengan tas yang lumayan berat.

Entah apa isinya, karena tadi sempat diotak-atik oleh Mama. Yang jelas cuma botol besar dan baju salin yang kumasukkan. 

Dengan berbekal infomasi dari google, kutinggalkan rumah. Mencari angkot yang melewati halte busway. Kata google sih, angkot berwarna kuning.

Aku berdiri di trotoar dengan memegang tangan tas. Baru lima menit, angkot kuning menghampiri, merespon isyarat tanganku.

Sebelum naik, kupastikan dulu benar atau tidak info yang kuterima.

"Lewat halte busway, Bang?" tanyaku setengah memekik hingga suaraku sampai.

"Iya, Mbak."

Aku segera masuk ke angkot yang setengah terisi itu. Kupilih duduk di pojokan. Spot kesukaan yang dilengkapi dengan fitur AC yang unik.

Yang makin kencang hembusannya tiap angkot menaikan kecepatan dan melemah jika angkot berjalan pelan.

Aku buka aplikasi peta. Tanda keberadaanku mulai berjalan. Berangsur-angsur melewati berbagai jalan. Namun, tanda itu mendadak diam karena angkot berhenti.

Tiba-tiba terasa colekan di bahuku. Mataku reflek memandang.

"Mbak, sudah sampai." Tegur orang yang duduk tak jauh dariku.

Aku kaget. Melihat ke sekeliling. Tatapan orang-orang tertuju padaku. Aku makin kaget. Kulihat ke luar jendela. Halte telah terpampang. Aku keheranan.

Apa aku salah lihat? Kulihat di peta, menunjukkan kalau aku belum sampai.

Aku tersenyum ironis. Membayar dengan uang pas. Turun diikuti dengan tatapan kesal.

Aku baru tahu sebuah fakta kalau aplikasi peta tidak dapat dipercaya. Kukantungi ponsel begitu saja.

Aku duduk di dalam. Kebetulan Bis tidak padat. Kusapu pandangan ke sekeliling. Pemandangan yang hampir sama dengan angkot barusan.

Hanya saja tempat duduk kami tidak terlalu rapat dan hanya berisi perempuan. Tapi jujur, aku lebih suka AC di sana daripada di sini.

Pandanganku tertarik keluar. Pepohonan dan gedung silih berganti. Aku yang kali ini berpergian sendiri untuk pertama kalinya, fokus memandang ke arah jalan.

Membaca berbagai tulisan yang terpampang agar kenal dengan jalan yang sedang kulalui. Cukup seru juga.

Sesuai instruksi, jika naik busway, turun di halte yang ditunjukkan dalam email. Berjalan sekitar sepuluh menit. Melewati beberapa gedung. Tatapanku tersangkut pada sebuah gedung bertuliskan "Bongori" yang bisa dibaca dengan menurun.

Apa itu yang dimaksud "Bongori building" yang ada di e-mail? Nama yang tak lazim.

Langkahku terhenti tepat di depan. Menatapi gedung berwarna putih kusam tanpa ada ornamen apapun.

Dari luar terlihat dua orang bertubuh tegap duduk bersebelahan. Salah satunya, memandangku intens. Yang lainnya sibuk menyesap cangkir yang masih menyembulkan uap.

Kudorong pintu perlahan. Tatapan pria itu terus membuntutiku. Aku melangkah mendekati mereka.

"Permisi, Pak. Mau tanya, tempat audisi ...."

"Oh," potongnya dengan tanpa menunggu lanjutan kalimatku,

"di lantai 5. Naik saja ke lift yang di sebelah sini atau yang di sebelah sana juga bisa." Tangannya bergerak-gerak, menunjukkan arah di mana lift berada.

Yang satu berada di samping tak jauh dari resepsionis. Yang satu nampaknya harus masuk ke dalam lagi.

Yang terdekat saja deh.

Buru-buru aku masuk. Seorang perempuan berkacamata melihatku, tersenyum ramah. Kubalas senyum, berjalan melewatinya. Menghampiri tempat yang ditunjuk satpam tadi.

Aku berdiri di depan dua pintu besi yang tertutup. Diam menatapi angka yang ada di sampingnya. Di sebelahnya juga ada dua buah segitiga yang serupa, namun berbeda arah.

Angka menunjukkan 3. Aku yakin ketika menunjukkan nomor 1, pintunya baru terbuka. Angka-angka itu menunjukkan posisi di mana lift berada. Aku yakin begitu.

Angka beralih. Dari 3 kemudian 2. Cukup lama di angka 2, tapi tak turun ke angka 1. Malah beralih ke angka lain. Dahiku berkerut. Aku mundur selangkah. Mungkin saja ada yang salah dengan tempat berdiriku.

Kupelototi angka yang mulai naik. Dari 2 ke 3, dari 3 ke 4 lalu ke 5. Tak lama turun lagi. Sampai akhirnya sampai ke 2, naik lagi. Aku mulai merasa dipermainkan.

Perempuan yang kulewati tadi mendadak berada di dekatku. Sesaat ia ikut memandang ke arah pandangku. Tanpa berucap, ia menekan salah satu tombol segitiga. Hanya beberapa detik, angka berubah menjadi 1. Pintu didepanku terbuka. Aku menepuk kening.

Ternyata harus ditekan terlebih dahulu.

Aku yang merasa malu, tersenyum sebagai pengganti ucapan terima kasih. Buru-buru masuk ke dalam dengan tertunduk. Ketika pintu lift tertutup, baru aku bisa mengangkat pandangan.

Untung saja tidak dalam posisi ramai. Bisa-bisa aku dibilang norak oleh orang-orang.

Kalau di dalam begini, aku tahu apa yang harus kulakukan. Memencet tombol angka lantai tujuan. Aku tahu karena sering melihatnya dalam adegan film.

Lantai ke 5, lift terhenti. Pintunya pun terbuka. Selangkah keluar dari lift, aku berada di sebuah lorong. Di sampingnya ada beberapa pintu yang letaknya berjauhan.

Di depanku ada sebuah tanda bertuliskan "Tempat audisi" dengan anak panah di bawahnya. Menunjuk ke arah lurus, ke sebuah pintu.

Perlahan kubuka pintu yang ditunjuk. Lorong yang minim penerangan seakan tercerahkan. Mataku tiba-tiba disiram oleh cahaya. Untuk sejenak aku berhenti, seper sekian detik. Kutatap sekeliling, sebuah ruangan yang dikepung oleh kaca.

Pantas saja sangat terang. Di pusat ruangan terdapat meja dan beberapa kursi yang di atasnya terdapat tumpukan kertas dan beberapa pengeras suara. Ruangan yang terbilang cukup luas.

Di sekelilingnya ada gadis-gadis yang terlihat. Cukup ramai, hingga hampir memenuhi setengah ruangan. Beberapa ada yang berkerumun, sebagian terlihat seperti sedang pemanasan, beberapa beramah tamah, dan ada yang sibuk beradu tatap dengan ponselnya.

Aku berjalan perlahan. Menyatu dengan rimbunan gadis. Kebingungan, aku asal duduk saja.

Aku memperhatikan orang-orang di sekitar. Mereka semua memakai make up yang rapi sehingga terlihat sangat cantik. Sementara aku? Tak memakai polesan sedikitpun.

Seketika aku merasa down. Merasa seperti perjalananku sebagai artis akan berhenti pada tahap ini. Tubuhku tiba-tiba kehilangan semangatnya.

Kulihat jam yang terpampang pada layar, cuma tinggal beberapa menit hingga audisi dimulai. Suara pintu yang terbuka masih terdengar. Menyita perhatianku dan beberapa orang.

Seorang gadis masuk tergopoh. Nafasnya yang tersengal terdengar samar. Gadis tak ber-make up, namun kecantikan alaminya sudah nampak jelas.

Meski dahinya dipenuhi keringat, rambutnya sedikit terbasahi, tak dapat menyembunyikan paras menawannya. Sekali lihat, aku langsung takjub.

Ia berjalan masuk sembari melongok ke sekeliling. Sesaat pandangan kami bertemu. Kami bertukar senyum.

Ia mendekatiku. Duduk tepat di sebelahku. Nafasnya masih sedikit mengap. "Untung enggak telat." Gumamnya sambil mengelus dada.

"Emang kamu dari mana?" tanyaku begitu saja.

"Dari Bandung aku tuh."

"Jauh juga ya?"

"Lumayan, untung belum mulai. Kalo kamu dari mana?"

"Tangerang, Kak."

"Ga jauh dong ya?"

"Ya gitu deh. By the way, namaku Chandra Kirana."

"Oh ya, namaku Octavia Viola."

Aku mengulurkan tangan. Gadis itu pun menyambut tanganku dengan ekspresi senang.

Ingin kulanjutkan obrolan kami, namun seorang melalui speaker, mulai angkat suara. Menyita perhatian seisi ruangan. Meminta kami semua untuk berbaris rapi. Mengundang keringat dingin mengucur dadakan.

Semoga saja aku tidak mengacaukan segalanya.

Terpopuler

Comments

SakiDino🍡😚.BTS ♡

SakiDino🍡😚.BTS ♡

Bagus banget deh, bikin nagih!

2025-05-17

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Malaikat
3 Cinta pertama
4 Gadis penuh estetika
5 Bongori
6 Audisi dimulai
7 Perkenalan
8 Latihan khusus
9 Kunci
10 Latihan bersama
11 Menjadi antagonis
12 Lembaran baru
13 Kontrak
14 Rencana
15 Hari penampilan
16 Hari bahagia
17 Teman
18 Bab 17
19 Bab 18
20 Bab 19
21 Bab 20
22 Bab 21
23 Bab 22
24 Bab 23
25 Bab 24
26 Bab 25
27 Bab 26
28 Bab 27
29 Bab 28
30 Bab 29
31 Bab 30
32 Bab 31
33 Bab 32
34 Bab 33
35 Bab 34
36 Tujuan
37 Mendadak akting
38 Beban project
39 Kehidupan baru
40 Fungsi iklan
41 Dimulainya shooting
42 Idol juga manusia
43 Mantan idol
44 Saingan
45 16 orang pilihan
46 Kompensasi
47 Kumpulan orang aneh
48 Si penghuni lini belakang
49 Menyamar
50 Talkshow biasa
51 Pemandu
52 Pengalaman berharga
53 Tugas
54 Jalan terakhir
55 Gladi bersih
56 Tonggak
57 Impian di atas impian
58 Pengabdian terakhir
59 Kata bahagia
60 Medan perang
61 Wawancara
62 Hutang budi
63 Prank
64 Tekanan spesial
65 Dewi dalam kerangkeng
66 Tangan-tangan jahil
67 Badai yang menerpa
68 Kenangan indah
69 Aliran air
70 Pengakuan
71 Operasi penuh cinta
72 Penyerbuan
73 Masa muda yang pahit
74 Ekspresi cinta
75 Sosok perfect idol
76 Bayaran yang mahal
77 Original center
78 Double life
79 Pengumuman penting
80 Cinta buta
81 Beruntung
82 Pemburu berita
83 Pertemuan para legenda
84 Tempat yang tepat
85 Pancaran
86 Manusia yang beruntung
87 Anniversary
88 Bernostalgia
89 Show must go on
90 Keputusan
91 Epilog
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Prolog
2
Malaikat
3
Cinta pertama
4
Gadis penuh estetika
5
Bongori
6
Audisi dimulai
7
Perkenalan
8
Latihan khusus
9
Kunci
10
Latihan bersama
11
Menjadi antagonis
12
Lembaran baru
13
Kontrak
14
Rencana
15
Hari penampilan
16
Hari bahagia
17
Teman
18
Bab 17
19
Bab 18
20
Bab 19
21
Bab 20
22
Bab 21
23
Bab 22
24
Bab 23
25
Bab 24
26
Bab 25
27
Bab 26
28
Bab 27
29
Bab 28
30
Bab 29
31
Bab 30
32
Bab 31
33
Bab 32
34
Bab 33
35
Bab 34
36
Tujuan
37
Mendadak akting
38
Beban project
39
Kehidupan baru
40
Fungsi iklan
41
Dimulainya shooting
42
Idol juga manusia
43
Mantan idol
44
Saingan
45
16 orang pilihan
46
Kompensasi
47
Kumpulan orang aneh
48
Si penghuni lini belakang
49
Menyamar
50
Talkshow biasa
51
Pemandu
52
Pengalaman berharga
53
Tugas
54
Jalan terakhir
55
Gladi bersih
56
Tonggak
57
Impian di atas impian
58
Pengabdian terakhir
59
Kata bahagia
60
Medan perang
61
Wawancara
62
Hutang budi
63
Prank
64
Tekanan spesial
65
Dewi dalam kerangkeng
66
Tangan-tangan jahil
67
Badai yang menerpa
68
Kenangan indah
69
Aliran air
70
Pengakuan
71
Operasi penuh cinta
72
Penyerbuan
73
Masa muda yang pahit
74
Ekspresi cinta
75
Sosok perfect idol
76
Bayaran yang mahal
77
Original center
78
Double life
79
Pengumuman penting
80
Cinta buta
81
Beruntung
82
Pemburu berita
83
Pertemuan para legenda
84
Tempat yang tepat
85
Pancaran
86
Manusia yang beruntung
87
Anniversary
88
Bernostalgia
89
Show must go on
90
Keputusan
91
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!