Cinta Datang Setelah Pergi

Cinta Datang Setelah Pergi

Bab 1

Di balik dinding-dinding megah rumah itu, di antara lampu kristal yang berkilauan dan perabotan mewah yang dipilih dengan cermat, Aruna berjalan dalam diam. Setiap langkahnya terbuat dari kesunyian yang menyesakkan, seolah setiap ruangan yang ia masuki semakin menenggelamkannya dalam keheningan. Pernikahan yang dulunya diharapkan bisa menjadi impian yang indah, kini justru menjadi penjara tanpa jeruji, tempat di mana ia terjebak dalam dunia yang tidak pernah ia pilih.

Revan, suaminya, duduk di ruang kerjanya, membenamkan diri dalam tumpukan dokumen yang tidak pernah ada habisnya. Pikirannya, meskipun seharian dihabiskan bersama Aruna, tetap tidak pernah benar-benar ada untuknya. Matanya yang tajam, selalu berkilau dengan ambisi dan pemikiran bisnis, tak pernah memandangnya lebih dari sekadar sosok yang terikat dalam janji pernikahan.

Aruna menghela napas panjang saat melintas di depan pintu ruang kerja Revan. Tidak ada kata sapaan yang terlontar, tidak ada perhatian yang diberikan. Seperti biasa, Revan terlalu sibuk dengan dunia luar, dunia yang ia pilih untuk tinggal, sementara ia Aruna terperangkap dalam dunia yang hanya berisi dirinya sendiri. Ada masa di mana ia berharap bisa mengingatkan suaminya akan hadirnya, berharap bisa menjadi bagian dari hidupnya, namun harapan itu semakin lama semakin pudar.

Pernikahannya dengan Revan adalah keputusan yang datang dengan banyak harapan. Awalnya, ia berpikir bahwa cinta bisa tumbuh seiring waktu, bahwa kasih sayang akan datang pada akhirnya, meskipun semuanya dimulai dengan rasa terpaksa. Revan, dengan segala kekayaannya, pria yang tampak sempurna di mata orang lain, akhirnya memilihnya. Namun, di balik wajah yang penuh senyum itu, Aruna merasakan adanya jarak yang tak terjembatani, sebuah dinding tak kasat mata yang selalu memisahkannya dari dunia suaminya.

Luka yang ia sembunyikan semakin dalam, dan ia tak tahu lagi bagaimana cara menghadapinya. Seperti seorang wanita yang terperangkap dalam lingkaran tak berujung, ia mencoba bertahan, meskipun hatinya telah lama mati.

Hari demi hari, ia menyaksikan Revan lebih sering mengingat masa lalu. Setiap kali mereka duduk bersama, topik pembicaraan yang ia bawa selalu teralihkan ke kenangan lama. Nama seorang wanita, seorang perempuan yang jelas sekali lebih memiliki ruang di hatinya sering terucap dengan penuh kerinduan. Dan Aruna, dengan segala kesabarannya, hanya bisa mendengarkan, meskipun hatinya perlahan terkoyak.

Pernikahannya dengan Revan adalah sesuatu yang ditandatangani atas dasar perjanjian keluarga sebuah janji yang mengikat mereka untuk bersama meskipun perasaan cinta tak pernah benar-benar tumbuh. Revan tidak pernah melihatnya lebih dari seorang istri yang harus dijaga nama baiknya, bukan seorang wanita yang memiliki perasaan. Cinta yang seharusnya ada di antara mereka, justru tidak pernah tumbuh. Dan Aruna, meskipun dia sudah berusaha, akhirnya sadar bahwa ia tidak bisa terus berada dalam hubungan yang membuatnya merasa hampa.

Bertahun-tahun pernikahan ini terasa seperti sebuah mimpi buruk yang tidak pernah berakhir. Setiap kali ia berusaha mendekatkan diri kepada Revan, suaminya itu hanya tersenyum dingin, seolah tidak menganggapnya lebih dari sekadar bayang-bayang. Hatinya yang dulu penuh dengan harapan kini hanya menyisakan kehampaan yang tak terobati.

Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, Aruna berdiri di depan cermin besar di kamar tidur mereka. Menatap bayangannya yang tercermin di sana, ia merasa semakin jauh dari dirinya sendiri. Wanita yang dulu penuh dengan semangat dan harapan kini hanya tampak seperti bayangan yang terus memudar. Ia sudah lelah berusaha.

Perasaan itu semakin jelas saat mereka duduk di meja makan malam. Revan, yang duduk di hadapannya, hanya fokus pada ponselnya, seolah-olah Aruna tak ada di sana. Ia mengangkat gelas anggurnya, menatap ke dalamnya sejenak, dan merasa tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Ini bukan kehidupan yang ia impikan, ini bukan cinta yang ia harapkan.

"Tolong, Revan," ucap Aruna dengan suara lirih, suara yang sudah lama hilang harapan. "Aku butuh kamu."

Revan hanya melirik sekilas, tanpa menjawab. Matanya kembali terpaku pada layar ponsel, dan Aruna tahu bahwa kata-kata itu hanyalah angin yang lewat.

Perlahan, Aruna merasa dirinya tenggelam lebih dalam. Ia sudah mencintai Revan dengan sepenuh hati, meskipun ia tahu itu sia-sia. Namun, hari demi hari, ia semakin merasa bahwa dirinya bukan bagian dari hidup Revan. Semuanya sudah terlambat. Cinta yang ia harapkan hanya ada dalam imajinasi, bukan dalam kenyataan.

Keputusan itu akhirnya datang. Aruna tidak bisa lagi bertahan dalam hubungan yang tidak pernah memberikan ruang untuknya. Ia sudah lelah dengan segala pengorbanan yang tidak dihargai. Ia tidak akan lagi menjadi bayang-bayang yang hanya ada ketika dibutuhkan. Ia harus pergi, untuk menyelamatkan sisa hatinya yang masih tersisa.

Malam itu, setelah Revan kembali larut dalam pekerjaannya, Aruna berdiri di hadapan pintu, mengemas barang-barangnya dengan cepat. Hatinya berdegup kencang, namun ia tahu bahwa ini adalah keputusan yang harus ia ambil. Tanpa memberi tahu Revan, ia pergi, pergi untuk mencari dirinya sendiri, pergi untuk menemukan kebebasan yang selama ini ia dambakan.

Saat Aruna melangkah keluar dari rumah megah itu, tanpa sepengetahuan Revan, sebuah perasaan yang sulit dijelaskan muncul. Bukan hanya kesedihan, tetapi juga sedikit rasa lega. Akhirnya, ia bisa menghirup udara bebas, meskipun itu berarti melepaskan cinta yang tak pernah benar-benar ia miliki.

Keputusan untuk pergi bukanlah hal yang mudah bagi Aruna. Meninggalkan segala yang telah menjadi kenyamanan dan kebiasaan selama bertahun-tahun memang bukan pilihan yang bisa dianggap remeh. Rumah yang luas, perabotan mewah, dan nama besar yang melekat pada dirinya sebagai istri seorang CEO, semuanya telah menjadi bagian dari identitasnya. Namun, apa gunanya semua itu jika hatinya kosong dan jiwanya terluka?

Saat meninggalkan rumah itu, Aruna merasa seperti seorang wanita yang terlahir kembali, meskipun luka-luka lama masih membekas. Ia berjalan menuju takdir yang belum ia ketahui, meninggalkan segala yang telah ia bangun, berharap menemukan secercah harapan yang mungkin hilang.

Bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian, Aruna tak pernah benar-benar tahu siapa dirinya. Ia selalu menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar istri Revan, seorang wanita yang terikat pada pria kaya dan terkenal. Tapi ia sendiri merasa hampa. Cinta yang ia dambakan tak pernah datang, dan kebahagiaan yang ia harapkan hanya menjadi bayangan yang semakin menjauh.

Selama beberapa hari setelah ia pergi, Aruna memutuskan untuk tinggal sementara di sebuah apartemen kecil yang sederhana. Sebuah tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kehidupan mewah yang ia tinggalkan. Tempat itu tidak besar, namun cukup nyaman untuk memberi ruang bagi Aruna untuk berpikir, merasakan, dan mulai menyusun kembali bagian-bagian hidupnya yang telah tercerai-berai.

Setiap pagi, Aruna duduk di balkon apartemen itu, menatap kota yang sibuk. Orang-orang berlalu-lalang, sibuk dengan rutinitas mereka, sementara ia merasa seperti seorang asing di tengah-tengah mereka. Meski demikian, ada perasaan yang mulai tumbuh dalam dirinya perasaan lega. Meskipun ia masih merasakan kehilangan, ada juga sebuah kebebasan yang terasa asing namun menyegarkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!