Jangan Sentuh Anakku!

Jangan Sentuh Anakku!

Perempuan Mandul

Seorang perempuan mengusap peluh yang membasahi dahinya, terik matahari menyorot wajahnya yang sudah terlihat sangat kelelahan. Naya, perempuan yang sudah menyandang status istri dari seorang lelaki yang bernama Sendi.

Usia pernikahan mereka sudah menginjak 4 tahun lamanya, tetapi sampai saat ini Naya tak kunjung memiliki buah hati. Naya dan Sandi belum memiliki rumah, mereka tinggal bersama orangtua Sandi sendiri.

Sindiran demi sindiran Naya dapat dari ibu mertua dan iparnya, tiap hari makan hati sudah menjadi kebiasaan yang tak bisa Naya di hindari.

Tubuh Naya terasa sakit karena setiap harinya ia harus mengurus semua pekerjaan rumah tanpa adanya pembantu, di siang yang terang benderang ini pun dia baru selesai menjemur pakaian, belum lagi ibu mertuanya menyuruhnya membersihkan rumput liar di taman.

Krruuuukkkk...

Perut Naya berbunyi lengkap dengan rasa perih menahan lapar sejak pagi, matanya berkaca-kaca dengan mulut bergetar. Mau tak mau Naya berusaha berdiri memegangi perutnya berjalan masuk ke dalam rumah, saat berada di dapur pandangannya mengarah kearah meja makan yang dimana sudah ada suami, ipar dan mertuanya makan tanpa ada yang memanggilnya untuk bergabung. Naya memalingkan wajahnya menyembunyikan air matanya, tangannya mengusap kasar pipnya yang basah, mulutnya di tutup rapat supaya tangisannya tak terdengar.

"Bahkan, suamiku sendiri tak peduli padaku." Lirih Naya.

Salah satu diantara mereka ada yang melihat Naya, ia adalah ayah mertua Naya yang paling peduli pada Naya diantara anggota keluarga yang lainnya.

"Naya, sudah jemur bajunya? Sini makan!" Panggil Egi melambaikan tangannya meminta Naya bergabung di meja makan.

Naya menatap kearah Neti yang juga tengah menatapnya, tatapan ibu mertuanya sangat tajam seperti ingin menelan Naya hidup-hidup. Sedangkan Sendi, dia hanya melirik Naya sekilas dan kembali fokus dengan makanannya.

"Ngapain masih berdiri disana, ayo kita makan." Ajak Egi kembali pada Naya.

Dengan ragu Naya berjalan kearah meja makan, ia berdiri tepat di samping suaminya. Iparnya menunjukkan sifat tak sukanya pada Naya, Seni langsung menyambar gelas dan menenggaknya sampai tandas, kemudian dia bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja.

"Tiba-tiba perutku langsung kenyang!" Ujar Seni melengos begitu saja.

"Makan yang banyak Sendi, kamu kan harus kerja biar ada tenaganya. Sering-sering deh kamu nongkrong sama temen-temen kamu, daripada di rumah tiap hari liat istri mandul yang ada otak kamu stress." Yeti menambahkan lauk yang hanya tinggal sisa satu potong ayam lagi ke piring Sendi, bahkan Neti juga menuangkan sisa sayuran ke piringnya sampai menumpuk.

Hati Naya semakin sakit mendengar kalimat sindiran ibu mertuanya, sedangkan Egi menggelengkan kepalanya melihat tingkah istrinya sendiri.

"Ma, kamu ini sesama perempuan kok mulutnya jahat sekali. Bagaimana kalau kamu yang ada di posisi Naya, atau Seni yang ada di posisi Naya, hah? Harusnya kamu sama Sendi itu saling support Naya, jangan tambahkan beban pikirannya supaya dia tenang dan hal itu bagus untuk program kehamilannya." Tegur Egi.

"Emangnya selama empat tahun itu kurang ya, Pa? Udah selama itu dia gak bisa ngasih Mama cucu, malu tuh sama anak tetangga yang baru nikah dua bulan aja udah langsung isi. Memang dasarnya aja si Naya mandul, kerjaannya leha-leha di rumah aja gak ada perubahan sama sekali." Neti memasang wajah juteknya.

"Astagfirullah, Ma." Egi tak bis berkata apa-apa lagi, dia hanya mampu mengusap dadanya dan menatap iba kepada menantu satu-satunya itu.

"Sudah lah, Sen. Ceraikan saja istri mandulmu itu, lebih baik kamu nikah lagi sama perempuan yang lebih cantik dan bisa kasih kamu keturunan." Neti malah semakin menjadi, dia menghasut anaknya sendiri untuk mengakhiri pernikahan yang sakral dan menyarankan apa yang Tuhan benci.

Deg!.

Jantung Naya langsung berhenti saat itu juga, kali ini ibu mertuanya sudah sangat keterlaluan dan terlewat batas. Hati Naya semakin perih mendengarnya, ia langsung pergi ke kemarnya karena tak sanggup lagi mendengar ucapan Yeti.

Sendi berhenti mengunyah makanannya, ia memejamkan matanya sejenak. Egi memasang wajah marah sekaligus kecewa kepada istrinya, hanya demi gengsi karena teman dan juga para tetangganya sudah banyak yang menimang cucu.

"Papa makin kecewa sama kamu, Ma."

Egi bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja, kini hanya tinggal Yeti dan juga Sendi yang masih berada di meja makan.

"Bodo amat! Perempuan mandul di belain, emang aneh." Ketus Neti.

Neti melipat kedua tangannya, matanya mendelik kesal dengan mulut komat-kamit.

"Sen, udah bener deh saran Mama. Mending kamu nikah lagi deh, Mama punya kenalan cewek cantik anak temen Mama, di jamin deh kamu bakalan tertarik." Ucap Neti setengah berbisik pada Sendi.

"Terus Naya gimana, Ma?" Tanya Sendi.

"Dah lah, ngapain mikirin si Naya. Selama ini kamu kerja banting tulang cuma buang-buang duit kasih nafkah si Naya, lah mending dia bisa kasih kamu anak, ini kan enggak! Mama yakin deh, uang kamu tuh di pake gak bener sama istri kamu, buktinya aja dia gak bisa dandan atau beli-beli barang yang baru buat mempercantik diri. Dimana-mana, istri itu harus pintar dandan biar enak di liat sama suaminya, si Naya mah malah kayak gak keurus begitu, apa kata orang kalau mereka bilang kamu itu suami medit." Neti masih berusaha membujuk anaknya untuk pisah dengan Naya, kalaupun tidak, poligami pun bisa jadi alasan utama.

"Iya juga ya, Ma. Naya sekarang mah beda, kelihatan kusam banget sama kurus lagi. Gak kaya dulu, sebenernya mah udah males banget liat Naya tiap hari." Sendi membenarkan ucapan ibunya, jika di pikir-pikir Naya yang sekarang sangat jauh perbedaannya dengan Naya saat zaman pacaran.

Sendi sepertinya sudah mulai terpengaruh akan ucapan ibunya, buktinya dia lebih tertarik dengan perempuan yang sedang ibunya bicarakan. Neti mengungkapkan ciri-ciri calon menantu idamannya pada Sendi, bahkan ia memperlihatkan foto anak temannya pada Sendi yang terlihat begitu putih, cantik dan bersih. Bonusnya lagi, calon menantu rekomendasi Neti itu bahenol dan perfect.

Usai berbincang dengan ibunya, Sendi gegas menghabiskan makanannya. Dia pun pergi ke kamarnya, siang ini dia ada janji temu dengan teman-temannya.

Begitu masuk ke kamar, dia mendapati istrinya duduk di pinggir kasur dengan tubuh bergetar. Sendi yakin kalau Naya sedang menangis karena ucapan ibunya tadi, rasanya Sendi sudah bosan sekali melihat Naya yang sering nangis. Bahkan dalam satu hari, Naya bisa menangis ratusan kali.

"Kamu itu bisanya nangiiiisss aja! Gak ada kerjaan lain apa, suami di rumah bukannya di hibur atau apalah, ini malah mewek." Protes Sendi kesal.

Naya mengusap sisa air matanya, dia bangkit dari duduknya menghampiri sang suami dengan raut wajah tak menyangka.

"Kamu beneran bilang kayak gini, Mas? Seharusnya kamu yang hibur aku, tiap hari aku makan sindirian dan hinaan dari ibu kamu, tiap hari juga aku di suruh ini itu bahkan makan saja aku gak sempat! Kamu cuman mikirin diri kamu sendiri, kamu bisa makan enak sedangkan aku nahan lapar dari pagi." Cerocos Naya mengeluarkan semua isi hatinya.

"Salah sendiri lah, uang udah aku kasih. Kalau gak kebagian makan ya tinggal beli aja, hidup jangan serba di bawa repot deh. Coba liat muka sama badan tinggal tulang doang, bisa gak sih ngurus diri sendiri? Tiap hari dasteran mulu, mana pada sobek lagi." Ucap Sendi membalas ucapan Naya.

"Gimana mau ngurus diri, uang yang kamu kasih aku cuman pegang dua ratus ribu. Ibu kamu ambil sebagian besar uangnya, dia merasa memiliki hak karena kita tinggal bareng. Aku masih punya baju aja itu udah bersyukur banget, seharusnya aku yang tanya sama kamu. Dimana tugas kamu sebagai seorang suami? Udah tahu istrinya dihina mandul, nangis karena saking capeknya, badan kurus kering, baju aja udah pada bolong-bolong. Kudunya kamu tanya diri kamu sendiri, kenapa istri kamu bisa seperti ini, bukannya malah menyalahkan. Waras gak suami kayak gitu!" Naya meninggikan suaranya, dia terbawa emosi saking sudah banyaknya rasa sakit yang sudah menumpuk di hatinya.

Plakkk!!

Satu tamparan mendarat di pipi tirus Naya, bukannya Sendi sadar akan kelalaiannya sebagai seorang suami, justru Sendi malah menyikapinya dengan kekerasan. Untuk pertama kalinya Naya mendapat tamparan dari Sendi, selama ini jika Sendi marah pastinya hanya mendiamkannya saja tanpa ada unsur tangan melayang.

"Jaga mulutmu, Naya! Seharusnya kamu tuh berterimakasih sama Mama, dia udah mau nampung kita disini. Udah di kasih nafkah sekaligus di kasih tempat tinggal gratis malah ngeluh, banyakin bersyukur deh sekalian ngaca." Ketus Sendi.

Sendi menyambar jaket dan kuci motornya, ia keluar dari kamar dengan wajah kesal. Naya mematung di tempatnya, air matanya kembali mengalir lengkap dengan perihnya batin yang lukanya kian menganga.

Terpopuler

Comments

CacingBesarAlaska

CacingBesarAlaska

dia kebanyakan makan ati makanya kurus kesem stress

2025-04-21

0

CacingBesarAlaska

CacingBesarAlaska

mending kontrak ini Dari pada sakit hari setiap hari

2025-04-21

0

cccieemuuuuuuaaaaniizzzzzzzz😛

cccieemuuuuuuaaaaniizzzzzzzz😛

𝙗𝙞𝙠𝙞𝙣 𝙥𝙞𝙜𝙞 𝙯 𝙠𝙠... 𝙟𝙜𝙣 𝙡𝙢" 𝙙𝙮 𝙠𝙡𝙪𝙖𝙧 𝙧𝙢𝙝 𝙣𝙮...

2025-03-14

0

lihat semua
Episodes
1 Perempuan Mandul
2 Semakin menyakitkan
3 Mengunjungi orangtua
4 Putus asa
5 Pergilah
6 Sakit
7 Pindah
8 Kembali bertemu
9 Surat panggilan
10 Pingsan
11 Janin?
12 Jangan panggil Papa!
13 Bertemu lagi
14 Panik
15 Menyusul Arzan
16 Memberikan nama
17 Karma?
18 Membuntuti
19 bertemu
20 Mumet
21 Di seret
22 Berteman
23 Kedekatan Arzan
24 Belajar jalan
25 Menghindar
26 Sangat manis
27 Mencari tahu
28 Pertemuan
29 Berantakan
30 Arzan dengan khayalannya
31 Mengunjungi Karina
32 Seperti boneka
33 Hadiah
34 Di balik kematian Karina
35 Keangkuhan Shireen
36 Mengikhlaskannya
37 Kecurigaan Karel
38 Pengawal utusan Arzan
39 Sisi lain Arzan
40 Kemarahan Arzan
41 Kabar baik
42 Pingsan
43 Pantai
44 Memasak bersama
45 Kabar yang menyebar
46 Shopping bersama
47 Kecelakaan
48 Rumah sakit
49 Luka Naya
50 Sebuah persyaratan
51 Info hot
52 Bertarung
53 Rencana di mulai
54 Keresahan Karel
55 Rangkulan dendam
56 Perhatian Khalisa
57 Berita Rahmat
58 Obrolan pria
59 Azka yang menggila
60 Drama Naufal
61 Naufal lelah
62 Azka berhasil kabur
63 Mental Azka
64 Kekhawatiran Naya
65 Sah
66 Pemakaman
67 Kedatangan Naufal
68 Hak suami
69 Jaminan Hendaru
70 Kekacauan keluarga Mischa
71 Keributan di pesta pernikahan
72 Terlambat
73 Rumah singgah
74 Resepsi
75 Ungkapan hati pasutri
76 Pupita
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Perempuan Mandul
2
Semakin menyakitkan
3
Mengunjungi orangtua
4
Putus asa
5
Pergilah
6
Sakit
7
Pindah
8
Kembali bertemu
9
Surat panggilan
10
Pingsan
11
Janin?
12
Jangan panggil Papa!
13
Bertemu lagi
14
Panik
15
Menyusul Arzan
16
Memberikan nama
17
Karma?
18
Membuntuti
19
bertemu
20
Mumet
21
Di seret
22
Berteman
23
Kedekatan Arzan
24
Belajar jalan
25
Menghindar
26
Sangat manis
27
Mencari tahu
28
Pertemuan
29
Berantakan
30
Arzan dengan khayalannya
31
Mengunjungi Karina
32
Seperti boneka
33
Hadiah
34
Di balik kematian Karina
35
Keangkuhan Shireen
36
Mengikhlaskannya
37
Kecurigaan Karel
38
Pengawal utusan Arzan
39
Sisi lain Arzan
40
Kemarahan Arzan
41
Kabar baik
42
Pingsan
43
Pantai
44
Memasak bersama
45
Kabar yang menyebar
46
Shopping bersama
47
Kecelakaan
48
Rumah sakit
49
Luka Naya
50
Sebuah persyaratan
51
Info hot
52
Bertarung
53
Rencana di mulai
54
Keresahan Karel
55
Rangkulan dendam
56
Perhatian Khalisa
57
Berita Rahmat
58
Obrolan pria
59
Azka yang menggila
60
Drama Naufal
61
Naufal lelah
62
Azka berhasil kabur
63
Mental Azka
64
Kekhawatiran Naya
65
Sah
66
Pemakaman
67
Kedatangan Naufal
68
Hak suami
69
Jaminan Hendaru
70
Kekacauan keluarga Mischa
71
Keributan di pesta pernikahan
72
Terlambat
73
Rumah singgah
74
Resepsi
75
Ungkapan hati pasutri
76
Pupita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!