Kedua orang tersebut pun berdiri, memperlihatkan ekspresi sedikit canggung di hadapan wanita yang terlihat sangat muda dan cantik tersebut. Menarik napas dalam-dalam, Arca sedikit melirik Matius seakan menekannya untuk berbicara. Namun Matius malah langsung memucat, menggelengkan kepala dan merasa tidak berani berbicara dengan orang sepenting Mavis.
Melihat gerak-gerik canggung mereka, sang Marchioness tersenyum kecil. “Kalian tak perlu tegang, diriku hanya ingin bertanya soal kesiapan pengantar suratnya. Meski direkomendasikan oleh Odo, namun diriku tidak tahu seperti apa konsep kekuatan Native Overhoul yang akan mengantarkan surat,” ujarnya seraya memalingkan pandangan ke arah bunga di taman. Kembali menatap ke arah mereka, Mavis dengan heran bertanya, “Omong-omong, di mana Odo? Apa kalian berdua melihatnya? Dari pagi anak itu sudah tidak ada di kamar.”
“Nyonya, Tuan Muda sedang latihan di halaman depan perpustakaan,” sambung Fiola dalam pembicaraan. Huli Jing tersebut mendekat dari belakang Mavis dan berjalan ke sebelahnya, lalu mendekatkan mulut ke telinga dan mulai berbisik, “Seperti yang telah pernah saya sampaikan, itu mungkin karena Tuan Odo mengalami kemunduran dalam kemampuan sihirnya. Ia terus melatih fisiknya dan belakangan ini semakin ekstrem tingkat latihannya ….”
Saat Fiola mengambil satu langkah menjauh, Mavis segera menoleh dan dengan sedikit resah berkata, “Padahal diriku tak terlalu mencemaskan hal tersebut. Tidak seperti Keluarga Bangsawan lain, sebagai Nyonya Rumah diriku tak mengharuskannya punya kemampuan sihir yang tinggi.”
Mendengar hal tersebut, Arca sedikit tertarik dengan pembicaraan mereka karena memang dirinya juga samar-samar mendengar hal serupa dari Canna saat di pelabuhan. Menarik napas ringan, pemuda rambut cokelat kepirangan tersebut bertanya, “Lady Mavis, boleh saya bertanya sesuatu tentang Tuan Odo? Apa itu benar? Ia … mengalami kemunduran dalam kemampuan sihir?”
“Hmm?” Mavis kembali menatap ke arah Arca, sedikit memiringkan kepala dan dengan tanpa ragu menjawab, “Itu benar. Odo, putraku dari hari ke hari mengalami penurunan kapasitas Mana. Meski kemurnian dan kualitasnya terus berkembang, tapi penurunan kapasitas memang sangat berdampak pada pengguna sihir.” Wanita rambut pirang tersebut meletakkan jari telunjuk ke depan mulut, lalu sembari menutup mata sebelah kanan ia pun menambahkan, “Jangan katakan ini kepada siapa-siapa, ya …. Kalau ada bangsawan yang tahu dan menjadi rumor, Saat Odo pergi ke Pien’ta pasti ia akan diremehkan. Seperti yang Nak Arca tahu, Felixia merupakan kerajaan yang sedikit menilai tinggi kemampuan sihir.”
“Tentu saja, Lady …. Saya akan menjaga rapat-rapat hal ini ….” Arca menundukkan kepala dengan hormat. Namun saat ia kembali berdiri tegak, hal meragukan membuatnya kembali bertanya, “Tetapi, bukankah hal tersebut juga akan segera beredar sebagai rumor? Seperti yang Anda tahu, Tuan Odo juga sering pergi ke Kota Mylta. Mungkin banyak orang di sana yang sudah menyadarinya ….”
“Itu tidak masalah ….” Mavis menurunkan telunjuk dari depan mulut dan berhenti menutup sebelah matanya, memasang senyum penuh rasa percaya dan berkata, “Putraku punya cara sendiri untuk mengatasi hal tersebut. Selain Dart dan Fiola, ialah yang paling diriku percayai.”
Arca tidak bisa lagi bertanya setelah mendengar hal tersebut. Memalingkan wajah dengan sedikit tegang, pemuda rambut cokelat kepirangan tersebut memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan memilih untuk tidak berpendapat tentang hubungan di dalam Keluarga Luke.
Dalam benak, Arca merasa Mavis Luke sedikit berbeda dengan apa yang diceritakan ibunya. Menurut Calista Rein, sang Penyihir Cahaya adalah sosok agung, bijak sekaligus menakutkan. Namun setelah bertukar kalimat beberapa kali, Arca merasa tidak ada kesan menakutkan dari Mavis seperti yang dirinya kira.
Memang kadang-kadang Mavis tampak menakutkan dan tanpa ragu memancarkan aura sihir yang sangat tajam di depan umum. Namun, hal itu wanita tersebut lakukan sebagai bentuk perhatiannya kepada keluarga. Dalam hati, Arca merasa itu wajar karena ibunya juga pernah beberapa kali melakukan hal kejam kepada orang lain karena khawatir dengannya. Bahkan meski itu kepada saudara Arca yang berasal dari ibu yang berbeda.
Di tengah percakapan, pemuda yang mereka bicarakan datang dari arah perpustakaan. Odo berjalan melewati teras depan bersama salah satu pelayannya, segera menatap ke arah orang-orang yang berkumpul dan memasang senyum kecil.
“Apa pengecekan arsip suratnya sudah selesai?” tanya pemuda rambut hitam tersebut. Sedikit berbeda dengan penampilan khasnya yang suka mengenakan kemeja putih dan celana hitam, kali ini ia mengenakan tambahan rompi merah gelap seperti beberapa hari lalu.
“Sedikit lagi selesai, putraku ….” Mavis berbalik menghadapnya, meletakkan tangan kiri ke atas punggung tangan kanan dan mulai terlihat sedikit cemas. Baik secara fisik ataupun mental, melihat perkembangan putranya sedikit membuat wanita rambut pirang tersebut takut. Menarik napas ringan dan memasang senyum kecil, ia dengan sedikit penasaran bertanya, “Odo dari mana? Kata Fiola, tadi bukannya kamu sedang berlatih di halaman perpustakaan?”
“Hmm, aku di sana cuma sampai fajar.” Odo mengencangkan kedua sarung tangan hitam yang dikenakan, memasang senyum penuh rasa percaya diri dan berkata, “Tadi aku baru ke dapur untuk melihat-lihat mereka ….”
“Mereka?” Mavis sesaat bingung. Namun setelah mengingat ketiga perempuan yang dibawa putranya beberapa hari lalu, ia pun lekas bertanya, “Ah, maksudnya dua orang Moloia dan anak itu?”
“Hmm ….” Odo mengangguk. Selesai merapikan kedua sarung tangan, ia kembali menjawab, “Mereka melakukannya dengan baik. Kata Minda mereka juga bisa belajar dengan cepat …, kecuali si kecil sih.”
“Begitu ya ….”
Mavis sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi tertarik dengan mereka, hanya menatap ke arah Odo dengan penuh rasa cemas. Sebagai seorang Ibu, dalam hati ia tak ingin melihat putranya pergi meski itu untuk kewajiban sebagai bangsawan. Ia tetap ingin melihat Odo berada di sebelahnya, mengawasi perkembangannya di tempat yang bisa dirinya lihat.
“Kamu tubuh terlalu cepat …. Kenapa pada saat diriku mulai merasa hidup sebagai Ibu, kamu malah harus pergi jauh?” benak Mavis seraya memasang senyum yang tampak sedih.
Menyadari ekspresi tersebut, Odo sama sekali tidak mengubah mimik wajah dinginnya. Dalam benak, ia merasa pasti ibunya tersebut akan menangis saat dirinya pergi ke Pien’ta. Paham tidak ada artinya membahas hal itu sekarang, pemuda rambut hitam itu lebih memilih untuk mengacuhkan perasaan ibunya tersebut.
Ia berjalan menuju Matius, memperlihatkan senyum tipis kepadanya dan berkata, “Tahan sedikit, aku akan mengirimkan koordinat tujuannya.” Odo perlahan mengangkat telunjuknya, lalu meletakkannya tepat ke tengah kening pria yang merupakan golongan Native Overhoul tersebut.
Menggunakan Aitisal Almaelumat, Odo membagikan beberapa informasi kepadanya. Bukan hanya lokasi tujuan untuk teleportasi nanti, namun juga tentang beberapa hal yang harus dilakukan Matius setelah sampai di Ibukota.
“Apa … ini tidak tanggung, Tuan Odo?” tanya pria dengan mata Heterochromia tersebut.
“Oh ….” Odo tersenyum ringan, mengangkat jarinya dari kening pria tersebut sembari berkata, “Tak aku sangka kau akan mengatakan hal itu. Aku kira kau malah akan sedikit protes.”
“Tentu saja tidak ….” Matius menggelengkan kepala. Dengan sorot mata penuh rasa percaya ia pun berkata, “Saya tidak akan meragukan perintah Tuan Odo. Saya berhutang banyak dan menganggap Anda sebagai penyelamat, sudah sewajarnya saya mencurahkan hidup untuk Anda.”
“Kalau begitu, lakukan saja yang aku tambahkan itu. Hal ini sensitif, jadi jangan berlebihan dan kalau sudah selesai langsung kembali …. Perhatikan juga peringatan-peringatan yang aku berikan.” Sembari berbalik darinya, Odo tersenyum ringan dan berkata, “Meski hari ini tidak ada shift, tetap saja kau perlu mempersiapkan pekerjaan untuk besok.”
“Siap, tuanku ….” Matius membungkuk penuh rasa hormat.
Odo kembali menghadap ibunya, lalu sembari menatap datar bertanya, “Selagi masih di sini, Aku mau bertanya …. Bunda, tombak yang dipakai untuk Kunci Gerbang Dunia Astral pergi ke mana? Aku dari kemarin-kemarin cari di gudang kok tidak ada?”
Mendengar hal tersebut, mimik wajah Mavis seketika berubah kesal. Setelah memalingkan pandangannya dengan cepat, wanita rambut pirang tersebut berkata, “Tentu saja Bunda sembunyikan! Kalau dibiarkan begitu saja, kamu selalu mengambilnya tanpa izin dan seenaknya pergi ke Dunia Astral, bukan?!”
“Yah, waktu itu aku sangat butuh ….” Odo sedikit memutar kedua bola mata ke samping, melihat ke arah Fiola seakan ingin tahu alasan suasana hati Mavis terasa sangat buruk sekarang.
Ditatap seperti itu, Fiola hanya diam dan menggelengkan kepala. Merasa tidak ingin ikut campur dengan masalah pribadi ibu dan putranya tersebut.
Sadar dengan sorot mata Odo, Mavis segera menoleh ke arah Fiola dan menatap tajam ke arahnya seakan memperingatkan. “Putraku, kamu tak usah meminta bantuan Fiola untuk membujuk! Kali ini, Bunda akan belajar untuk mengatakan tidak pada permintaan kamu!” ucapnya sembari kembali menatap Odo.
Mendengar ibunya mengatakan hal tersebut dengan penuh rasa percaya diri, Odo hanya memasang ekspresi datar dan untuk sesaat merasa sikap tersebut sedikit tidak cocok dengannya. Menghela napas sekali, Odo kali ini mundur untuk sesaat dan mengikuti kehendak ibunya.
“Baiklah, terserah saja …. Aku tak akan memaksa Bunda meminjamkan tombak itu.” Tak ingin berbebat lagi, pemuda rambut hitam tersebut melangkahkan kaki dan berniat meninggalkan tempat tersebut bersama pelayan pribadinya, Julia.
Namun sebelum naik ke teras, Mavis segera memanggil, “Tunggu sebentar! Jangan bilang kamu tetap mau pergi ke Dunia Astral lagi?”
Odo menghentikan langkah kaki, sembari menoleh ia pun menjawab, “Tentu saja. Dari informasi yang aku dapat, di Pien’ta sepertinya Gerbang Dunia Astral sedikit ada kendala dan sangat jauh dari kota. Karena itu, Aku ingin segera menyelesaikan urusan di Dunia Astral selagi masih bisa ke sana ….”
Untuk sesaat Mavis ragu untuk menanyakannya, ekspresi datar putranya membuat mulut wanita rambut pirang tersebut terasa berat untuk terbuka. Dalam keraguan tersebut, Fiola meletakkan kedua tangannya ke pundak Mavis dan memberikannya sedikit ketenangan.
“Tenanglah, Nyonya. Coba saja tanyakan,” ucap Fiola.
Mavis menarik napas dalam-dalam, menatap lurus putranya dan bertanya, “Urusan apa?”
Odo untuk sesaat terdiam, merasa pada akhirnya Fiola juga berniat membantunya untuk membujuk. Perlahan memasang senyum simpul, pemuda rambut hitam tersebut menjawab, “Janji dengan Roh Pohon Suci … Dulu saat mencari bahan-bahan untuk membuat obat, aku melakukan sebuah perjanjian dengannya.”
“Obat ….” Mavis langsung menangkap apa yang putranya tersebut maksud, pada saat yang saja merasa kalau alasan Odo harus pergi ke Dunia Astral juga karena dirinya. Dengan dipenuhi rasa cemas ia pun bertanya, “Memangnya, perjanjian seperti apa? Kalau Bunda bisa membantu kamu, katakan saja! Itu bahan baku obat yang kamu buat untuk Bunda, bukan? Biar Bunda yang menemuinya⸻!”
“Dia hanya ingin bertemu denganku.” Odo menjawab dengan tegas. Tak ingin menekan ibunya sendiri, pemuda itu menggaruk bagian belakang kepala dan mulai memalingkan pandangan dengan mimik wajah bingung. Dengan nada sedikit enggan ia pun menjelaskan, “Kalau orang lain datang, mungkin mereka malah akan menjadi pupuk Pohon Suci …. Bunda tahu legenda tentangnya, ‘kan? Kalau bisa, aku ingin Bunda meminjamkan tombaknya supaya aku bisa pergi ke sana dan berbicara beberapa hal dengan Roh Agung Pohon Suci tersebut.”
“Hanya bicara?” Mavis sedikit meragukan perkataan putranya, merasa Odo tidak akan hanya sebatas berbicara saat menemui Roh Agung tersebut. “Kamu … memangnya membuat perjanjian seperti apa dengan Roh Agung tersebut?” tanyanya dengan cemas.
Paham harus memberitahukan hal tersebut, Odo berhenti menggaruk bagian belakang kepala dan kembali menatap Mavis. “Aku berjanji akan membiarkannya tinggal di dalam Alam Jiwa milikku,” jawabnya dengan tegas.
“A-Apa kamu tahu artinya itu …?”
“Tentu saja, aku berniat membuat Kontrak Jiwa dengannya. Karena itulah aku mengembangkan metode kontrak yang berbeda supaya tidak mengikis jangka hidupku.”
\==========
Catatan :
Persiapan selesai!
Next bagian baru!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Ken Arrock
👍👍👍
2021-03-28
1
ime Queen
up up up
2021-02-01
2
Lu Pa
Uwawww
2020-11-10
0