Become The Billionaire'S Wife
Elisa berada di depan cermin dan sedang merias wajahnya. Harus diakui, kemahirannya memainkan kuas make up sangatlah handal. Ia pernah punya keinginan untuk menjadi seorang make up artis profesional, tapi ayah dan ibunya melarangnya dengan keras.
Elisa tersenyum setelah memulas bibirnya, yang merupakan sentuhan terakhir untuk wajahnya malam ini.
Ia lalu berjalan ke sebuah ruang ganti miliknya. Ruang ganti yang tak cukup besar, berbeda dengan milik kakaknya. Elisa memilih pakaian berwarna hitam dengan panjang yang menjuntai hingga ke bawah, dengan bahu terbuka serta belahan panjang dari bawah hingga ke pahanya.
Ia berjalan berlenggak - lenggok di depan cermin dan memastikan penampilannya sempurna malam ini.
"Aku sungguh muak dengan semua ini," katanya bermonolog.
Ia berdecak saat seseorang menggedor pintu kamarnya dengan keras.
Elisa kemudian melangkahkan kakinya dan membuka pintunya.
"Cepat turun! Yang harus kalian temui adalah kolega - kolega Papa yang sangat penting!" seru Dimas Hanggara pada putri keduanya.
"Sebentar lagi, aku akan mengambil tas ku dulu," jawab Elisa.
"Belajarlah menghargai waktu, jika kau ingin berhasil seperti kak Stevi!"
"Aku bisa menjadi diriku sendiri!" sahut Elisa kemudian menutup pintunya dengan kesal.
Dimata Hanggara, kepribadian Elisa sangatlah memalukan. Lahir dari keluarga terhormat tapi tak sedikitpun ia menunjukkan sikap yang manis selama ini.
Berbeda dengan Stevi, yang merupakan putri pertamanya. Gadis itu sangat manis dan tidak pernah mengecewakannya dalam hal urusan perusahaan maupun sikapnya.
Hanggara menuruni anak tangga dengan perasaan kesal.
"Dimana Elisa?" tanya Maria, istri Hanggara.
"Sebentar lagi dia akan turun," jawab Hanggara datar.
Mereka berdua lalu berjalan ke ruang makan. Di sana sudah ada putri pertama mereka, Stevi. Gadis itu duduk dengan anggun dan tersenyum manis pada kedua orang tuanya. Sikapnya sungguh sangat terjaga.
"Papa, Mama, bagaimana dengan Elisa?"
"Tunggulah sebentar lagi," jawab Hanggara dengan sabar dan ramah. Berbeda sekali dengan cara bicaranya pada Elisa.
Tak berselang lama, seseorang yang dibicarakan pun datang. Ia berjalan angkuh dengan tatapan datar pada tiga orang yang sedang duduk dimeja makan.
Elisa menjatuhkan beban tubuhnya ke kursi tempatnya.
"Elisa, kau siap? Tidak mengapa jika kau terlambat sedikit," kata Stevi dengan manis seraya tersenyum.
Sementara Elisa, ia tidak menjawabnya dan hanya memutar bola matanya dengan jengah.
"Bersikap sopan pada kakakmu!" bentak Hanggara dengan pelan.
"Bukankah aku tidak pernah membuat masalah? Kenapa aku selalu disalahkan?" tanya Elisa dengan gaya angkuhnya.
"Papa, sudahlah. Elisa belum cukup dewasa, biarkan saja. Aku tidak masalah jika dia bersikap seperti itu. Bukankah dia memang adikku?" kata Stevi.
"Stevi, Papa percayakan urusan ini padamu. Papa sengaja menyuruhmu agar semua orang lebih mengenalmu. Papa dengar, keluarga dari Tuan Morgan juga hadir disana. Jika ada kesempatan, cobalah menyapa putra mereka. Bahkan kalau bisa berusahalah mendekatinya. Papa dengar putra keluarga itu belum memiliki pasangan. Usianya juga masih sangat muda, Nak. Cocok sekali jika denganmu."
Mendengar perkataan ayahnya, Stevi pun tersipu malu sementara Elisa hanya mencebik dan menunduk.
Ya, sejak dulu dia hanya seperti bayang - bayang yang tak pernah dianggap nyata oleh ayah dan ibunya.
Dia tidak pernah banyak bicara, tapi selalu dianggap perusak.
Bahkan sejak kecil ia selalu disalahkan jika Stevi menangis. Apa pun yang terjadi pada Stevi menjadi perhatian ayah dan ibunya.
Sementara setiap hal buruk yang terjadi padanya, justru dirinya sendirilah yang selalu disalahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Memyr 67
𝗆𝗂𝗋𝗂𝗉 𝗄𝗂𝗌𝖺𝗁 𝗁𝗂𝖽𝗎𝗉𝗄𝗎. 𝖺𝗉𝖺𝗉𝗎𝗇 𝗒𝗀 𝖺𝗄𝗎 𝗅𝖺𝗄𝗎𝗄𝖺𝗇, 𝗌𝖾𝗅𝖺𝗅𝗎 𝖽𝗂𝗌𝖺𝗅𝖺𝗁𝗄𝖺𝗇 𝗂𝖻𝗎𝗄𝗎. 𝖻𝖺𝗁𝗄𝖺𝗇 𝗄𝖾𝗍𝗂𝗄𝖺 𝖺𝗄𝗎 𝖽𝗂𝖽𝗈𝗋𝗈𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗆𝖺𝗇𝗄𝗎, 𝗌𝖺𝗆𝗉𝖺𝗂 𝗃𝖺𝗍𝗎𝗁, 𝖽𝖺𝗇 𝗆𝗎𝗅𝗎𝗍𝗄𝗎 𝖻𝖾𝗋𝖽𝖺𝗋𝖺𝗁, 𝗂𝖻𝗎𝗄𝗎 𝗆𝖾𝗆𝖺𝗋𝖺𝗁𝗂𝗄𝗎, 𝗄𝖺𝗋𝖾𝗇𝖺 𝖺𝗄𝗎 𝖻𝗂𝗌𝖺 𝗃𝖺𝗍𝗎𝗁 𝖽𝖺𝗇 𝗍𝖾𝗋𝗅𝗎𝗄𝖺. 𝖺𝗄𝗎 𝗂𝗍𝗎, 𝗇𝗒𝗎𝗌𝖺𝗁𝗂𝗇 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌, 𝗄𝖺𝗍𝖺 𝗂𝖻𝗎𝗄𝗎
2025-09-11
0
Wulan
semangat Thor up nya 🤗🤗
2025-08-29
0
Wulan
mampir thor 😌😌
2025-08-29
0