Bab 11

Malam ini Bisma tidak bisa tidur, dia terus saja berpikiran dengan apa yang sudah terjadi di dalam hidupnya. Rasanya sangat singkat, tetapi ternyata dia sudah menghabiskan waktu selama satu tahun lamanya untuk melakukan pemujaan terhadap Kanjeng Ratu.

Bahkan, yang lebih menyakitkan lagi untuk dirinya, ternyata dia sudah menumbalkan putri ketiganya untuk pesugihan yang sudah dia lakukan.

Kini, untuk menyesal pun rasanya sangat percuma. Karena nasi sudah menjadi bubur, Bisma sudah menjadi pemuja Kanjeng Ratu. Bisma tidak bisa mundur lagi, karena uang yang diberikan oleh Kanjeng Ratu pun sudah ada di genggaman tangannya.

Bisma memasukkan tas ransel yang berisikan uang ke dalam lemari kayu yang hampir koyak, lalu dia pergi ke dapur untuk melihat ada apa saja di sana.

Bisma menangis, karena ternyata di sana hanya ada ubi dan juga singkong. Ada sayuran dan juga cabe serta tomat, Bisma sedih sekali karena kehidupan istrinya pasti sangat menderita selama dia tinggalkan.

Selama Bisma tinggal di kerajaan Kanjeng Ratu, dia selalu saja makan enak. Minum enak dan mau apa pun selalu dilayani, dia tidak pernah merasakan cape ataupun hidup susah.

Kini, saat Bisma kembali ke gubuknya. Dia benar-benar merasa sedih melihat kehidupan istri dan juga kedua putranya. Terlebih lagi putri ketiganya sudah tiada, pasti Surti lebih sedih dan juga terpuruk.

Bisma juga benar-benar merasa sakit hati ketika melihat apa yang ada di dapur istrinya, tidak ada beras sama sekali. Hanya ada umbi-umbian dan sayur-sayuran, hatinya semakin menjerit.

"Besok kita akan membayar semua hutang kita, Sayang. Setelah itu kita akan membeli rumah dan juga membeli kendaraan, agar kamu dan juga kedua putra kita tidak susah lagi," ucap Bisma.

Setidaknya dia harus mengubah hidupnya dengan segera, agar kematian putri ketiganya tidak sia-sia. Walaupun rasa bersalah tetap menghantui karena sudah menumbalkan putri ketiganya, tetapi Bisma merasa jika hidup terus berjalan.

Dia harus menghadapi kehidupan ini sebagaimana mestinya, karena tidak mungkin dia hidup dalam penyesalan terus menerus. Dia harus bangkit dan merencanakan hal yang bisa membuat anak dan juga istrinya bahagia.

Karena terlalu lama melamun, Bisma sampai tidak sadar jika waktu sudah menunjukan pukul empat pagi. Pria itu tersenyum kecut lalu dengan cepat dia menyalakan api pada tungku yang biasa dipakai oleh istrinya memasak.

"Lebih baik aku merebus air dan mengukus ubi, biar nanti kalau Surti dan anak-anak bangun, ubinya sudah matang. Airnya juga sudah mendidih," ujar Bisma.

Satu jam kemudian.

Ubi sudah matang, sudah Bisma pindahkan pada baskom. Air juga sudah mendidih, semua teko dan termos sudah diisi. Bahkan, Bisma sudah membuatkan teh hangat.

"Mas! Sejak kapan kamu bangun?" tanya Surti dengan kaget, karena suaminya sudah menyiapkan semuanya.

"Sejak tadi, Yang. Minum dulu teh hangatnya, baru nanti mandi. Biar perutnya ngga sakit," ujar Bisma. penuh perhatian.

"Iya, Mas. Makasih ya, Mas." Surti tersenyum, lalu dia mengecup pipi Bisma dan meminum teh hangat.

Bisma tersenyum, lalu dia mengajak Surti untuk duduk di atas dipan. Dia usap puncak kepala istrinya dengan penuh cinta, Surti nampak tersenyum bahagia.

"Terima kasih, Mas. Adek sangat senang," ujar Surti dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

"Ya, Sayang," jawab Bisma.

Bisma dan Surti nampak membicarakan apa yang akan mereka lakukan setelah mandi dan juga sarapan nanti, di saat mereka sedang mengobrol, Bagas dan juga Bagus nampak terbangun. Mereka terlihat begitu kaget karena melihat Bisma yang ada di samping ibunya.

"Bapak!" teriak Bagas dan juga Bagus.

Keduanya nampak berlari dan menghambur ke dalam pelukan bapaknya, Bisma dengan senang hati membalas pelukan dari kedua putranya itu.

Bahkan, tanpa ragu Bisma mengecup kening kedua putranya secara bergantian. Pria itu sampai meneteskan air matanya, sedih sekali meninggalkan putranya selama satu tahun lamanya.

"Bapak, kenapa baru pulang? Bagas kangen," ucap Bagas seraya mengeratkan pelukannya.

"Bagus juga kangen, kenapa Bapak lama sekali kerja di kotanya? Memangnya nyari uang di kota susah ya, Pak?" tanya Bagus seraya mengusap-usap janggut Bisma yang mulai tumbuh.

Bisma yang begitu merindukan kedua putranya langsung mengangkat tubuh mungil kedua putranya tersebut, lalu dia mendudukkan kedua putranya di paha kanan dan juga di paha kirinya.

Kemudian, dia memeluk kedua putranya dengan begitu erat. Rindu sekali Bisma terhadap kedua putranya, rasa rindunya terasa begitu menggunung.

"Maaf, karena Bapak pergi terlalu lama. Sekarang, lebih baik kita mandi saja ke sungai bersama sama. Bagaimana?" tanya Bisma.

"Boleh, Pak. Bagas yang bawa handuknya," ujar Bagas bersemangat.

"Bagus yang bawa baju gantinya, kalau Bapak yang bawa obornya. Karena hari masih gelap," timpal Bagus.

"Terus, ibu bawa apa?" tanya Surti yang sejak tadi terdiam memperhatikan interaksi antara bapak dan juga anak tersebut.

"Ibu harus menuntun kami, agar tidak terjatuh ke parit," jawab Bagus.

"Oke," jawab Surti.

Pada akhirnya Bisma, Surti, Bagas dan juga Bagus nampak berjalan menuju sungai secara beriringan. Karena Bisma tinggal di lembah pegunungan, hal itu menyebabkan suasananya masih terlihat gelap.

Terlebih lagi kabut nampak tebal, tentu saja hal itu membuat mereka harus berhati-hati. Takut-takut mereka akan terperosok ke dalam parit.

Sesampainya di kali, Bisma langsung menyimpan obornya di tepian sungai. Lalu, dia mengajak anak dan juga istrinya untuk mandi.

"Dingin, Pak." Bagus tertawa seraya menyipratkan air pada ayahnya.

"Iya, Gus. Buruan mandinya, nanti badan kamu menggigil loh," ujar Bisma.

Bagus dan Bagas sudah terbiasa mandi di sungai, maka dari itu mereka tidak merasa kedinginan sama sekali. Justru mereka malah merasa segar jika mandi di sungai.

"Enak, Pak. Adem," jawa Bagus dan juga Bagas.

Bisma hanya tersenyum melihat kedua putranya yang begitu suka sekali bermain air, sesekali dia juga memperhatikan Surti yang memilih mandi di dekat pinggiran sungai.

Tidak lama kemudian, Bisma merasa jika bulu kuduknya berdiri semua. Bisma mengedarkan pandangannya, ternyata tidak jauh dari sana dia melihat seekor Buaya, Bisma sungguh merasa ketakutan.

Dia takut jika saat ini Bisma serta anak dan istrinya akan mati dilahap oleh Buaya tersebut, sia-sia sudah dia menjadi pemuja Kanjeng Ratu, pikirnya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Bisma lirih ketika dia melihat Buaya itu semakin mendekat ke arahnya.

Terpopuler

Comments

Ali B.U

Ali B.U

mungkinkah buaya itu kanjeng ratu?
lanjut

2024-03-01

1

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Jngn smpe Kanjeng Ratu cemburu dngn kebahagiaan Bisma dan klrganya,sehingga ingin tumbal semua anak Bisma 😭

2023-12-06

0

Camel

Camel

kanjeng ratu itu Siluman buaya ya thor kn tinggalny dkt sungai

2023-11-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!