Aku kembali masuk ke dalam rumah. Duduk terdiam di sofa. Aku mengeluarkan handphone dari saku celana ku. Dimas menelepon. Aku menempelkan handphone itu ke telinga.
" Kenapa nggak masuk sekolah? Itu si Edra juga tumben banget nggak masuk. Kalian janjian yah? Kabar baik dulu nih. Kita sudah mendapatkan anak-anak untuk diajak nyerang anak-anak kampung sebelah. Lagi makan nih, kau udah makan?"
" Edra mati, Dim. Habis di bacok depan rumah.."
Pedal rem sepeda motor berdecitan di depan rumah. Roni langsung loncat dari motor nya. Dia refleks tak menurunkan penyangga motor yang membuat motornya terjatuh. Dia berlari menghampiri mayat Edra. Begitu pula dengan Atnan, Dimas, serta Leo. Roni menatap mayat itu. Lantas jatuh terduduk. Tubuhnya bergetar. Wajahnya membiru.
" Apa yang sebenarnya telah terjadi, Steyf? " Atnan membelalak kepadaku.
" Saat aku membuka pintu dia sudah ada disana dengan keadaan yang sudah seperti itu. Tapi tadi malam saat aku tidur dia menelepon ku sampai berkali-kali."
" Kenapa tak kau angkat?" Tanya Dimas.
" Tentu saja aku ketiduran! Setelah melihat itu tadi pagi, aku segera menelepon nya balik. Tapi hp-nya mati. Ku pikir dia cuma iseng. "
Roni menangis sejadi-jadinya.
" Kita di teror, Steyf!!!"
Semuanya hanya terdiam. Edra yang benar-benar malang. Kami semua memakai baju hitam. Sebagai bentuk duka di depan batu nisan miliknya. Melepasnya terasa begitu berat. Dengan kematiannya yang sangat membingungkan. Aku tak suka berprasangka buruk. Tapi siapa lagi jika bukan mereka.
Pulang dari makam aku memutuskan untuk mampir ke supermarket. Membeli segala yang aku butuhkan yang belum sempat aku beli tadi pagi. Begitulah saat aku mengambil tisu toilet, di belakang aku berdiri, terdengar suara barang-barang berjatuhan.
Aku menoleh. Ternyata gadis itu. Perempuan yang kemarin tiba-tiba duduk di sebelahku. Aku tak tau siapa dia. Aku dan dengannya tak sempat berkenalan dan bertukar sapa. Dia sibuk sekali memunguti barang yang terjatuh. Entah hasrat apa, begitulah aku ikut memunguti barang-barang itu.
" Apa yang terjadi?" Tanyaku.
" Aku tak sengaja menyenggol nya. " Katanya dengan rambutnya yang pendek. Dan poni manis yang menutupi jidatnya.
" Lain kali perhatikan jalanmu"
" Maaf, aku memperhatikan mu dari tadi. Kau Steyf bukan?"
" Oh, kau tau namaku?"
" Ahaha.. Tania. " Ucapnya seraya mengulurkan tangannya.
" Iya.." ucapku seraya menjabat tangannya.
" Kau habis melayat?" Pertanyaannya membuatku tersentak.
" Temanku meninggal." Kataku pelan.
" Ah.. maaf kan aku, aku turut berduka. "
Begitulah basa-basi tidak berguna sampai kami berdua pulang ke rumah masing-masing. Aku berjalan menuju teras rumah dan ku lihat secarik kertas itu.
' DI PEREMPATAN JALAN MENUJU PEMAKAMAN '
Sebuah pesan yang di tinggalkan seseorang yang tak dikenal itu membuah hasilkan firasat buruk. Kenapa nggak sekalian dari tadi aja sih! Capek bolak-balik terus!
Aku bahkan terkejut setengah mati. Itu bukan Rey dan teman-teman nya. Tapi, Rey dan ketua Bandar Korupsi. Hasrat ku ingin tertawa. Tapi urung saat tiba-tiba ia berbicara.
" Jadi kau? Anak paling tidak tau diri yang pernah aku temui. Kau pikir dengan membunuh putra ku, ayahmu bisa di temukan begitu saja?" Katanya.
" Jadi kau? Orang tua paling tidak tau diri yang pernah aku temui. Kau pikir dengan aku membunuh putra mu, aku akan mengancam mu untuk mengembalikan ayahku?"
Tidak ada lagi tempat untuk melampiaskan amarah yang aku pendam sejak tadi pagi. Kecuali untuk yang ada di depan ku ini. Aku bahkan tak ada persiapan sama sekali. Jadi aku hanya memungut itu di tempat sampah. Sebuah cutter yang pisaunya telah mati di makan karat. Air mata yang menetes itu menjadi darah yang menguncur.
" Meskipun kau sudah mati, jangan lupa kau masih harus membayar uang rakyat miskin yang telah kau makan itu."
Manusia itu lemah. Sangat-sangat lemah. Padahal dia tau sendiri jika dirinya sudah berumur tua. Tentulah dia harus berpikir panjang bahwasannya dia akan meninggalkan dunia. Dia terkapar begitu saja. Mati menyusul anaknya ke neraka. Rey. Tubuhnya gemetar dan wajahnya memucat.
" Lantas apa? Kau juga tak terima apabila aku membunuh nya?"
Itu bahkan di luar dugaan. Aku di kepung. Ternyata mereka telah bersiap dengan bantuan polisi. Apakah aku harus bermain kasar? Satu polisi menodong ku dengan pistol di belakang. Jadi aku menariknya. Dengan senjata seadanya. Leher manis itu ku tusuk dan...
Sssrreekk!!!!
Aku mengoyaknya begitu saja.
Aku pikir aku akan di tembak. Tapi, para polis itu sudah di hantam dengan celurit oleh Roni, Dimas dan Atnan. Meskipun tak lagi lengkap dengan Edra, tapi setidaknya kehadiran Leo telah membuat sekutu kami menjadi besar. Lantas mereka ikut-ikutan menikam polisi dari belakang. Dan aku hanya membereskan satu. Aku berjalan menghampiri nya.
" Rey, sungguh aku tak terima jika kau terus mengejek ku seperti itu. Aku bukan pembunuh. Ayahku yang pembunuh!!!"
Tapi dia selalu berjalan mundur selangkah demi selangkah. Aku mendapat lemparan celurit dari Atnan yang jatuh ke tanah. Dan aku mengambilnya. Dan kepala anak lelaki putih kurus itu menggelinding jatuh ke parit.
Kami semua. Sekarang sulit untuk mengatakan satu-satu nama. Jumlah kami sekarang menjadi yang paling tak tertandingi. Kami duduk di teras depan rumah ku yang masih penuh darah.
" Kau yang harus bertanggung jawab atas semua ini, Steyf! " Kata Dimas dengan irama nafasnya yang sedikit lega dan panik.
" Kenapa kalian tiba-tiba datang? Seperti kilatan petir saja!"
" Aku datang ke rumahmu, aku melihat kertas itu." Ujar Atnan.
" Mengapa kau selalu bertindak gegabah?" Roni mengeluh pelan. Kami semua menatap nya.
" Mengapa kau selalu bertindak gegabah, Steyf? Apa kau masih belum sadar tindakan mu itu tak hanya dapat membunuh musuh mu dengan mudah tapi juga membunuh teman mu juga !!" Dia mencengkeram leher ku.
" Apa kau tak bisa berpikir dua kali? Kau pembunuh bajingan! Kau pembunuh!! Dasar kau anak pembunuh!! Nyatanya semua orang mati karena mu!!" Dia di seret pergi oleh Atnan dan Dimas. Lantas anak-anak lain mengikuti nya.
Maaf Roni. Maaf Edra. Aku pemarah. Aku marah pada diriku sendiri yang tak bisa menjaga diri dengan benar. Aku pikir tindakan ku dapat keluar dari belenggu. Tapi aku tak dapat berpikir kalau akan tetap berakhir melibatkan mu. Aku lemah. Aku bahkan tak bisa memikirkan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments