Sebuah ide buruk jika keluar malam malam seperti ini. Sebenarnya Hana lapar, di tambah di rumahnya tidak ada makanan tersisa. Sungguh Hana lupa harus belanja bulanan hari ini, karena tugas menumpuk tadi di sekolah membuatnya harus ngelembur sampai jam 8 malam. Oh! Yang benar saja Hana harus melakukan itu? Tapi bagaimana lagi, itu juga salah satu rencana agar bisa melancarkan aksinya.
Mengawasinya dari jauh sepertinya bukan hal yang buruk. Namun, semenjak tadi siang Hana sudah kehilangan jejak keberadaannya. Tebak apa? Mengawasi Watanabe Riki.
Hana masih ragu dengan apa yang dikatakan oleh Yuta, di mana pria itu mengatakan jika Riki adalah orang yang termasuk keluarga terhormat dan akan sulit membunuhnya di mana koneksi keluarga memang mempersulit pekerjaannya. Di tambah biodatanya yang tidak sesuai harapannya atau bahkan yang Hana bayangkan. Kenapa malah menjadi sesulit ini?
"Aku akan mendapatkan apa yang harus aku dapatkan. Harus, tapi bagaimana? Biodata aslinya tidak jelas, apa aku harus menyelinap ke rumah keluarga Watanabe untuk melihat semua biodatanya? " Hana menggelengkan kepalanya kuat, tidak mungkin? Sama saja mencari mati saja Hana masuk ke kandang serigala di sana.
Terutama Haruto, anak tunggal Watanabe itu sangat sensitif dengan sekitarnya. Bahkan hanya sekedar lirikan saja ia bisa merasakan apa lagi pergerakan, bayangkan saja sendiri. Belum apa apa saja Hana sudah melihat bagaimana resikonya masuk ke sana sekarang.
"Tidak! Sama saja aku menggagalkan semua rencana ini, aku harus mencari cara lain." Hana berdiri dan mulai berjalan ke sana kemari, membiarkan otaknya harus bekerja lagi dan lagi tanpa henti atau mungkin kalau tidak semua ini tidak akan segera berjalan.
Dan Hana tidak akan pulang ke tempat asalnya, menikmati hidup yang tenang tanpa tekanan seperti sekarang.
Karena profesi ini membuatnya tersiksa kalau boleh jujur. Tetapi, mau bagaimana lagi. Hanya ini satu-satunya cara untuk bertahan hidup, dunia sekarang sudah tidak manusiawi lagi. Sudah seperti hutan di dalam sana yang sangat amat luar, di mana hukum rimba justru berlaku di dunia ini.
Yang paling kuat dia lah yang berkuasa dan bertahan hidup, bagi yang lemah lupakan tentang esok karena bisa saja detik-detik itu dia akan mati.
"Ada satu cara agar kau segera melancarkan aksimu, Hana dekati Haruto, itu akan mempermudah pekerjaanmu."
"Sudah hilang akal, tidak mungkin aku mendekati si tengik itu. Sangat tidak mungkin."
Entah kenapa suasana hari ini begitu berbeda dengan biasanya. Hana menoleh ke arah jendela dan melihat seseorang seperti berdiri di sana. Hana terkejut, dan tentu saja siapa yang kurang kerjaan yang sampai malam malam begini dia berdiri di depan rumahnya. Di bangunan sebelah, ia seolah tengah menatap Haba dan seolah dia juga tau kalau Hana juga tengah memperhatikannya.
Bagaimana bisa? Tidak ada yang tau tempat tinggalnya bahkan termasuk teman satu kelas sendiri. Hanya Yuta yang tau rumahnya selain dia mungkin sudah tidak ada lagi, tapi dia seolah tengah mengawasi dengan kedua mata elangnya itu.
"Hanya perasaanku saja atau dia benar-benar mengawasi ku."
•••
BANDUNG, JAWA BARAT
09:47 WIT
Karena sudah mendapatkan ijin dari Yuta, agar Hana bisa pulang kembali ke tempat asalnya. Hanya sementara saja, hanya diberikan waktu selama 5 hari saja tidak kurang atau lebih. Yuta juga sudah memberikan surat, mengirimkan surat lebih tepatnya ke petinggi kalian jadi Hana bisa istirahat dengan tenang bebas dari tugas sementara.
Hana baru saja sampai dan turun dari penerbangan, kakinya melangkah kembali ke tanah kelahirannya sekaligus menghirup aroma ketenangan. Semoga saja.
Menatap ke segala arah mencari kendaraan untuk kembali ke rumahnya. Hana sangat merindukan adik kecilnya di tambah sudah satu bulan Hana berada di Jepang tanpa melihat keadaan adiknya, semoga saja keadaan nya baik baik saja. Hana mencoba membuang pikiran negatifnya tentang nanti ketika Hana sampai ke rumah nanti.
Setelah menunggu agak lama mencari kendaraan, Hana mendapatkan taksi dan kemudian segera mungkin Hana kembali menuju tempat tinggalnya.
Jujur saja Hana sangat merindukan keluarganya, mari kita perjelas dengan sebuah kata keluarga. Beberapa orang mungkin akan menganggap hal itu sebagai hal yang menyenangkan sekaligus menjadi obat melepas lelah setelah melakukan hari melelahkan ini. Tetapi, entah pendapatnya justru berbanding balik tentang pendapat deskripsi keluarga.
Tak terlalu memakan waktu lama, Hana akhirnya sampai. Menenteng tas tidak terlalu besar. Hana turun dari taksi dan tentu saja tidak lupa membayar juga bukan, setelah melakukan apa yang ia lakukan tadi Hana melangkah masuk ke dalam rumah. Membuka gerbang perlahan dan menatap suasana sepi sekaligus tenang.
Melihat gantungan kamarnya ternyata masih utuh di sana, Hana kira akan dirubah di tambah dirinya sebulan tanpa kabar dan mungkin saja bukan.
Berdiri di depan pintu membuatnya banyak pikiran sekarang. Namun, dengan mengambil nafas sebanyak mungkin mengumpulkan keberanian untuk masuk ke rumah sendiri. Tangannya mulai memegang gagang pintu, kemudian membukanya perlahan. Melihat ke segala arah ternyata masih sama, Hana masuk ke dalam seraya menggendong tas yang ia bawa.
"Dari mana saja kau?" Suara berat sekaligus serak menarik pandangan Hana ke sebuah tempat, melihat pria sudah mulai menginjak kepala empat tengah menghampirinya seraya memasang wajah datarnya. Dan tentu saja tidak mau mengalah Hana memasang tatapan tajam ke arahnya.
"Dimana Gion?" Mendengar pertanyaan Hana, justru membuat pria itu tersenyum sinis. Membuat Hana semakin merasa aneh dan overthinking.
"Sebulan menghilang, kembali ke rumah hanya menanyakan anak sialan itu."
"Jaga ucapmu pak tua, dimana adikku?" Ucap Hana kembali penuh dengan penekanan.
Sudah terbiasa dengan suasana menegangkan seperti ini, sedari kecil Hana sudah di didik sangat keras bahkan penuh dengan kekerasan yang seharusnya memang tidak dilakukan dalam hal merawat seorang anak.
Tetapi, entah kenapa justru didikan itu bukannya membuat Hana menurut malah sebaliknya, bahkan sejak sekolah dasar sekali pun Hana sudah banyak menunjukan banyak kelakuan yang bahkan melebihi anak seusianya.
Sangat nakal, Hana akui itu. Hana mengakui jika dirinya memang sangat nakal bahkan dikategorikan anak yang suka membangkang dengan orang tua terutama kepada kepala keluarga. Kenapa? Hana melakukan itu bukan sekedar tanpa alasan atau karena suka-suka, ada alasan yang kuat yang membuatnya berperilaku seperti itu.
"Nana, anakku." Hana melirik ke arah sumber suara, yang memanggil namanya.
Hana secara tiba tiba terdiam, pelukan hangat dari seorang Mama memang lah solusi untuk melepaskan semua amarah yang ada. Hana memeluk kembali tubuh Mamanya yang sudah lemas, entah kenapa tatapan tajam dari Ayahnya membuat Hana menatap balik pria itu tak kalah tajam.
"Dari mana saja kamu ,dhok? Ibu khawatir sama kamu, kamu gak apa-apa kan?" Hana mengangguk dan menggenggam tangan yang mulai keriput tersebut dengan lembut.
"Gak apa-apa Ma. Maaf gak kasih kabar."
"Gak apa-apa, yang penting kamu sudah pulang." Ucap wanita paruh baya itu seraya mengusap wajah anak kesayangannya. Ia menoleh ke arah suaminya yang ternyata menatap tajam ke arahnya, ia tidak tahu akan itu karena dirinya terlalu senang dengan kedatangan anak perempuannya.
"Maaf, Yah. "
"Lain kali yang sopan, mentang mentang anak mu sudah pulang kamu bisa semena-mena di sini." Ucap nya melirik ke dua perempuan di depannya.
Namun, salah satunya justru berani membalas tatapan tajamnya. Sudah biasa dengan pemandangan itu, anak perempuannya memang satu-satunya yang berani kepadanya.
"Maaf Yah."
"Terserah." Pria itu pun membalik badannya dan pergi entah kemana. Sedangkan Hana menatap mamanya yang gemetaran ketakutan karena perdebatan singkat tadi.
Tidak asing sudah pemandangan tadi, bahkan memang sudah sejak dulu. Bukan hanya perdebatan dulu pertengkaran hebat pun sering terjadi hanya karena masalah sepele. Dan itu adalah salah satu alasan mengapa Hana membenci ayahnya bahkan sampai detik ini.
"Mau istirahat dulu dhok? Kamu pasti capekkan, Ibu buatkan makan ya."
"Gak apa-apa bu, aku pengen ketemu Gion. Mana dia? Tumben gak keliatan?" Pertanyaan Hana tadi justru tidak dijawab oleh wanita tersebut, ia hanya diam menatap ke arah lantai seraya memainkan jari tangannya seperti menyembunyikan sesuatu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments