Setelah insiden pembullyan beberapa hari lalu, Reagen kini sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari Zenaya. Hampir setiap saat lelaki itu selalu berada di samping Zenaya selama di sekolah. Bahkan, saat jam istirahat pun Zenaya akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menemani Reagen berlatih basket.
Zenaya sendiri tidak dapat menampik perasaan bahagianya. Ia merasa sangat diistimewakan oleh Reagen, hingga membuat keraguan akan perasaan lelaki itu, yang juga dicurigai ketiga sahabatnya, berangsur-angsur menguap. Mereka percaya bahwa Reagen memang mencintai Zenaya.
Senyum sumringah kini selalu terpatri di wajah cantik Zenaya, karena selain merasa aman dan sekolah, Reagan juga dengan senang hati mengantar jemputnya setiap hari.
Ia bahkan dengan gentle berkenalan dengan kedua orang tua Zenaya dan sudah dua kali memenuhi undangan makan malam keluarga Winston.
Zenaya merasa mimpinya benar-benar nyata. Perasaannya terbalas, dan ia hanya perlu terus menjaga hubungan ini agar tetap baik-baik saja.
"Zenaya, kan?"
Panggilan seseorang tiba-tiba membuyarkan lamunan Zenaya yang sedang berdiri di wastafel kamar mandi. Gadis itu segera berbalik dan mendapati Natalie berdiri tidak jauh dari pintu masuk toilet dengan senyum ramah.
Zenaya mendadak canggung, terlebih ketika Natalie berjalan mendekatinya. Gadis bersurai keemasan itu kemudian mengulurkan tangannya pada Zenaya.
"Hei, aku Natalie," sapa Natalie ramah.
Zenaya menyambut hangat uluran tangan Natalie. Rasa canggung sedikit menguap begitu melihat senyum tulus sang gadis. "Zenaya," balasnya.
"Kau cantik sekali," puji Natalie kemudian. "Sebenarnya aku ingin sekali menemui dan berkenalan denganmu, tapi pria itu selalu saja mengekorimu ke mana-mana." Natalie tertawa anggun.
Zenaya yang paham akan maksud Natalie sontak menyunggingkan senyumnya. Ternyata Natalie tidak seperti yang dikatakan banyak orang. Ia cukup ramah saat berbicara.
"Kau pasti sudah mendengar kabar tentang hubungan kami berdua, kan?" tanya Natalie tiba-tiba.
Zenaya menganggukkan kepalanya. "Ya." Jawab gadis itu singkat. "Maaf, jika hubungan pertemanan kalian sedikit merenggang karena–"
"Karena dia sibuk melindungimu?" Natalie meneruskan perkataan Zenaya.
Zenaya terdiam dan mengangguk pelan.
Natalie kembali tertawa. "Tenang saja. Lagi pula kejadian waktu itu memang sangat keterlaluan, jadi wajar sekali kalau Rey merasa khawatir padamu."
"Terima kasih atas pengertianmu, Natalie. Kamu baik sekali," puji Zenaya.
"Sama-sama. Semoga kalian bahagia, ya? Jangan terlalu memikirkan nasibku. Aku dan Rey tidak sedekat yang orang-orang kira." Kali ini Natalie memasang sebuah senyuman manis, yang entah mengapa terasa agak janggal di mata Zenaya.
Senyuman itu tidak tampak seperti sebelumnya, dan Zenaya merasa sangat tidak nyaman.
Gadis itu mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang mulai berseliweran. Natalie memang memiliki garis wajah antagonis yang pasti sangat mempengaruhi ekspresinya.
"Terima kasih, Natalie. Aku harap kamu juga bisa berbahagia dengan lelaki pilihanmu," ucap Zenaya.
Natalie mengangguk dan pamit pada Zenaya. Ia pun pergi meninggalkan gadis itu.
"Pria pilihanku adalah dia, Zen! Kita lihat saja nanti, akan bertahan sampai kapan senyum kebahagiaanmu itu."
...***...
"Kamu pasti lelah mengantar jemputku setiap hari. Lebih baik mulai besok, aku berangkat sendiri saja," ujar Zenaya, saat ia dan Reagen baru saja tiba di depan gerbang rumah mewah gadis itu.
"Tidak apa-apa, aku hanya tidak ingin kejadian waktu itu terulang lagi," jawab Reagen sembari mematri senyum samar.
"Tidak akan. Kamu bisa lihat sendiri, kan?" Zenaya menatap Reagen lembut. Gadis itu merasa tidak enak hati jika harus terus merepotkan Reagen, sebab akhir-akhir ini sang kekasih sedang sangat sibuk menyiapkan pertandingan.
Reagen terdiam sejenak, lalu pada akhirnya mengiyakan permintaan Zenaya. "Tapi di sekolah kamu harus tetap berada di dekatku, mengerti?"
Zenaya mengangguk. Senyum manis terpatri di wajah cantiknya.
"Kalau begitu, aku masuk dulu. Hati-hati di jalan." Zenaya berpamitan dan keluar dari mobil Reagen.
Reagen kemudian memperhatikan Zenaya yang sedang menunggu seseorang membukakan pintu gerbang. Sedetik kemudian raut wajah lelaki itu mendadak dingin. Seraya menatap tajam Zenaya, Reagen mencengkeram kuat setir mobilnya seraya berpikir keras.
"Shit!" umpat Reagen. Sedetika kemudian ia melangkah keluar dari dalam mobil dan menghampiri Zenaya dengan langkah terburu-buru.
"Rey? Ada apa?" tanya Zenaya saat mendapati Reagen berjalan ke arahnya.
Namun, bukannya memberi jawaban, lelaki itu malah mendekatkan diri pada Zenaya. Tepat ketika pintu gerbang besar rumah Zenaya terbuka otomatis, Reagen dengan cepat mendekap pinggang gadis itu dan memagut lembut bibirnya selama beberapa detik.
Zenaya jelas terkejut. Gadis itu kontan terpaku dengan bola mata nyaris keluar dari tempatnya.
"Aku ... mencintaimu, Zenaya," ucap Reagen setelah melepaskan ciuman mereka.
Zenaya masih terdiam. Bibirnya yang baru saja disentuh dengan cukup intens oleh Reagen mendadak kebas.
Ciuman pertamaku.
"Maaf kalau aku lancang," ucap Reagen parau seraya menempelkan dahinya pada dahi Zenaya.
Zenaya mengangguk kaku.
"Aku mencintaimu, Zen." Reagen mengulangi perkataannya lagi.
Zenaya menggigit bibirnya sedikit sambil berkata, "aku juga, Rey."
Sorot mata Reagen berubah. Ada kilatan berbahaya yang sama sekali tidak disadari Zenaya.
"Aku pulang dulu." Tidak ingin berlama-lama berada di sana, Reagen pun bergegas pamit. Namun, tanpa disangka, Zenaya menangkap pergelangan tangannya dan langsung mendaratkan kecupan balasan di bibir lelaki itu.
Reagen terkejut bukan main. Diam-diam ia mengepalkan tangannya.
"Hati-hati di jalan!" Tanpa menunggu respon dari Reagen, Zenaya bergegas melesat masuk ke dalam rumah dengan wajah memerah. Sementara Reagen dengan penuh emosi kembali ke dalam mobilnya sembari menghapus jejak gadis itu di bibirnya.
"Sialan!"
...***...
Leon, Zack, dan Xander tertawa terbahak-bahak selepas menonton video rekaman dari dashcam milik Reagen yang baru saja mereka dapatkan.
Ketiga lelaki itu sama sekali tidak menyangka jika Reagen akan dengan sangat mudah menuruti semua kemauan mereka.
"Ternyata semudah ini menundukkan lelaki seperti Reagen," ujar Leon sinis. Di tangannya terdapat sebuah kunci mobil yang sedari tadi ia mainkan.
"Kira-kira bagaimana reaksi Natalie saat melihat ini, ya?" Xander kembali tertawa.
"Dari pada itu, aku lebih penasaran dengan reaksi Zenaya kalau tahu bahwa semua yang Rey tunjukkan semata-mata hanya demi mendapatkan ini kembali!" Sambil memasang senyum licik, Leon mengacungkan kunci mobil mewah yang ada di tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
nobita
oooh ternyata hanya permainan
2025-09-21
0
@ᵃˢʳʏ ᵛᵃʳᴍᴇʟʟᴏᴡ🐬
acting yg baguus Rey,,tpi liat k.depan.a,,siapa yg bucin👊👊👊
2022-05-28
3
@ᵃˢʳʏ ᵛᵃʳᴍᴇʟʟᴏᴡ🐬
kangfreet lu yg sialan
2022-05-28
2