Zenaya menajamkan indera pendengarannya ketika mendengar bunyi pantulan bola dan decitan sepatu yang bergema di lapangan indoor yang sepi ini. Demi memenuhi rasa penasaran, gadis yang baru datang ke sekolah itu memutuskan untuk membuka pintu lapangan tersebut.
"AWAS!" Suara teriakan menggema keras, disusul sebuah bola yang melesat mengenai dahi Zenaya seketika.
Zenaya yang belum menyadari apa yang terjadi sempat terdiam sejenak, sebelum akhirnya terhuyung dengan pandangan mata memburam seketika.
"Hei, kau tidak apa?"
Sebuah tangan tiba-tiba memegang lengannya, menahan agar ia tidak jatuh ke lantai.
Zenaya yang terkejut sontak mengangkat kepalanya begitu mendengar suara lelaki tersebut. Reagan ternyata yang baru saja memeganginya agar tidak terjatuh.
"Kau pasti sensitif sekali. Dahimu yang terkena bola, tapi seluruh wajahmu ikut memerah," kata Reagen yang telah melepas pegangan tangannya pada lengan Zenaya, tapi kini menyentuh dahi gadis itu lembut.
Terkejut dengan tindakan Reagen, Zenaya refleks menepis tangannya dan memalingkan wajah. "Ma–maaf," ucap Zenaya terbata-bata.
Reagen menaikkan sebelah alisnya. "Dasar aneh! Jangan biasakan meminta maaf kalau bukan kau yang salah!"
Zenaya tersentak seketika, sebab dari kalimat yang terlontar, lelaki itu berarti masih mengingat dirinya.
"Tunggu di sini, biar kubelikan obat untuk memar di dahimu," kata Reagen kemudian.
Zenaya menggeleng cepat. "Tidak perlu, dahiku baik-baik saja. Ma—maaf kalau kegiatan pagimu terganggu, aku permisi dulu." Gadis itu tersenyum tipis lalu bergegas pergi meninggalkannya.
Reagen hanya bisa menatap kepergian Zenaya tanpa berniat menahannya, padahal ia juga belum meminta maaf pada gadis itu.
"Eh, kamu kenapa, Zen?" Alice hampir saja kehilangan keseimbangan, saat Zenaya berlari masuk ke kelas dan langsung memeluk erat dirinya.
"Loh, keningmu kenapa merah begitu?" tanyanya lagi dengan raut cemas saat mendapati memar kemerahan di kening sang sahabat.
Zenaya tersenyum sembari mengelus dahinya yang lembut. "Entahlah, aku harus bersyukur atau tidak karena mendapatkan ini."
Mendengar jawaban Zenaya, Alice mengerutkan keningnya dalam-dalam. "Hah? Maksudmu apa?"
Zenaya menggeleng lalu terkikik kecil dan memeluk Alice kembali. "Dia ingat padaku!" bisiknya di telinga sang sahabat.
"Ingat apa? Siapa?" tanya Alice masih tak mengerti.
Zenaya lagi-lagi melepas pelukannya. "Nanti saja." Ia meletakkan jari telunjuknya ke bibir Alice, sebelum kemudian duduk di kursinya sendiri.
Alice menatap Zenaya dengan pandangan aneh. "Kurangi membaca buku-buku yang rumit, otakmu sudah mulai geser!" celetuknya.
...***...
"Wah, datang juga kau, Bro!" seru Leon, siswa tampan berpenampilan urakan, saat Reagen masuk ke dalam markas kecil mereka di rooftop sekolah.
Reagen enggan menanggapi tingkah sok akrab Leon dan lebih memilih duduk di sebelah Zack yang sedang sibuk bermain game.
"Sudah berhari-hari hari kau tidak ikut berkumpul di sini. Kenapa, bro?" tanya Zack tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi.
"Tidak apa-apa." Jawab Reagen singkat. Ia hanya menonton aksi Zack bermain game sendirian, sementara Xander tengah asyik menelepon di pojok ruangan. Lelaki itu pasti sedang menelepon Sherly, kekasihnya yang baru duduk di kelas satu.
Tidak lama berselang, Bryan datang bersama Natalie sembari membawa dua buah kantong plastik besar.
"Akhirnya datang juga! Untung aku beli makan siang lebih." Bryan menendang tangan Zack agar tidak berpangku pada meja, lalu meletakkan plastik makanan tersebut di atasnya.
Tanpa menghiraukan kata-kata kasar Zack, Bryan mengeluarkan seluruh makanan dan minuman yang baru saja ia beli dari dalam kantong plastik.
Natalie mengambil kesempatan untuk duduk di sebelah Reagen, begitu Zack mematikan game-nya dan beralih pada makanan yang dibawa Bryan.
"Kita makan berdua, ya? Aku tidak akan bisa menghabiskan satu porsi sendirian," ujar Natalie dengan suara selembut mungkin. Gadis itu mengambil seporsi makanan instan dan membukanya. Kepulan asap dari makanan tersebut sukses menghipnotis indera penciuman orang-orang yang ada di sana.
"Aku bisa makan sendiri." Reagen berusaha mengambil sendok dari tangan Natalie, tetapi gadis itu menolak. Ia malah mengambil sesendok makanan tadi dan mengarahkannya pada mulut Reagen setelah meniupnya beberapa kali.
Reagen mau tak mau menerima suapan Natalie.
"Cih, kalian ini selalu saja bermesraan, tapi tidak pernah mengikrarkan janji untuk menjadi sepasang kekasih!" sahut Zack dengan mulut penuh makanan. Lelaki itu tengah duduk di lantai sembari menikmati makanannya sendiri.
Natalie menatap sinis Zack lalu dengan beringas menendang makanan lelaki itu.
"Brengsek!" umpat Zack kasar. Hampir saja kakinya tersiram kuah panas jika ia tidak sigap menahannya.
"Ada saatnya. Kami sedang menikmati masa-masa pendekatan seperti ini dulu!" seru Natalie sinis.
Zack tertawa. "Itu menurutmu, tapi tidak dengan Rey!" Lelaki itu melirik Reagen yang tampak enggan bergabung dalam obrolan mereka berdua.
"Sok tahu sekali kau!" Natalie menoleh pada Reagen. "Coba katakan pada manusia-manusia gila yang ada di ruangan ini, bahwa kita memang sedang pendekatan! Iya, kan?" Natalie meminta persetujuan Reagen.
Reagen hanya terdiam. Lelaki itu malah mengambil sendok dari tangan Natalie.
Natalie mengerutkan keningnya saat tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut lelaki pujaannya tersebut. Ia tampak sangat marah begitu mendengar tawa keras Zack yang tengah mengejeknya.
"Zack, hentikan tawamu!" tegur Bryan yang sedari tadi hanya memperhatikan tingkah mereka.
Baru saja Natalie hendak menghampiri Zack, teriakan Xander mengalihkan perhatian mereka.
"Gila, gila, gila! Kalian tahu Mona, anak kelas dua berpenampilan culun, tapi memiliki bokong yang seksi itu?" tanya Xander tiba-tiba.
"Kenapa?" Bryan balik bertanya.
"Gadis itu baru saja dijadikan taruhan oleh Dave dan kawan-kawannya, Bro! Parahnya lagi, si brengsek itu menang dan berhasil meniduri Mona!" Xander tertawa keras setelah mengatakan hal tersebut.
"Gadis tolol!" umpat Natalie sebelum kemudian ikut tertawa. Zack dan Leon tak kalah terpingkalnya dengan Xander, hanya Reagen dan Bryan saja yang tidak tertawa dan menatap mereka datar.
Jika saja keduanya bukan berada di tim basket yang sama, mustahil mereka ikut bergabung dengan orang-orang brengsek itu.
Xander menghentikan tawanya. "Eh, bagaimana kalau kita juga membuat permainan yang sama?" usul lelaki itu tiba-tiba.
"Gila!" umpat Zack.
"Ya tidak perlu sampai sejahat itu. Kita cuma akan memainkan peran sebagai kekasih palsu saja selama satu semester!" kilah Xander. "Ya, tapi kalau mau seperti Mona sih, tidak apa-apa juga." Tawa keras kembali keluar dari mulut Xander.
Reagen mengeratkan genggaman tangannya pada sendok yang ia pegang. Seorang gadis baru saja dihancurkan masa depannya dan mereka semua malah menertawakan hal tersebut. Belum lagi salah satu dari mereka berniat melakukan permainan yang hampir sama.
"Gadisnya?" tanya Leon.
"Jangan orang terdekat atau yang kita kenal, tidak akan seru! Bagaimana kalau diacak saja? Setuju semua?" Xander menatap semua orang yang ada di sana.
"Jadi, kalau Reagen yang kena, dia harus berpacaran dengan gadis random pilihan kalian?" tanya Natalie.
Xander menganggukkan kepalanya dengan semangat.
Natalie tidak terima. Ia pun berdiri dari tempat duduknya. "Enak saja! Aku tidak akan pernah rela!" Mata gadis itu memicing sinis pada Xander, sebelum kemudian beralih pada Reagen. "Kamu mau ikut permainan sialan mereka?" tanya Natalie geram.
Reagen mengembuskan napasnya lalu ikut berdiri. "Aku akan kembali ke kelas. Hentikan rencana konyol kalian!" Lelaki itu pun pergi meninggalkan ruangan.
Natalie tersenyum sinis pada Xander dan menyusul Reagen keluar dari sana.
Mengetahui kepergian sahabatnya, Bryan pun menyusul. "Bereskan semua ini!" perintahnya sebelum menutup pintu.
"Sialan!" umpat Xander. "Kalau bukan karena cantik dan anak dari pemilik yayasan ini, sudah kutendang dia dari sisi Reagen!" Mata Xander menatap nyalang pintu ruangan, tempat di mana Natalie keluar tadi.
"Eh, bagaimana kalau kita buat Reagen yang menjalani permainan ini." Zack dengan raut wajah licik merangkul Xander.
"Caranya?" tanya Xander.
"Kau lihat saja nanti," jawab Zack tersenyum penuh arti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sweet Girl
Mbok belajar sana tho Leeee, mari Iki ujian.
2025-08-03
0
Sweet Girl
Eh...!? kasar kali si Natal.
2025-08-03
0
nobita
para anak anak nakal
2025-09-21
0