Episode 5. Perhelatan Kampus

Fokus pada kelebihan, bukan pada kekurangan.

Mungkin saat ini Arumi sedang berusaha melakukannya. Pada perhelatan Kampus, Arumi antusias mengambil pojok ruangan di GSG yang sudah di skat-skat untuk acara pameran pada perhelatan kampus. Ruangan berukuran 3x3 m itu akan Arumi sulap menjadi galeri seni. Di dalamnya akan berisi lukisan Arumi dan ibunya. Tajuk galeri adalah Ibu dan putrinya.

Semula Arumi sempat ragu untuk turut serta pada perhelatan tersebut. Namun Vanya berhasil meyakinkannya sehingga Arumi pun kembali menguatkan hati dan mengibarkan bendera perang. Perang...? Mengapa? Karena saat ini adalah kesempatan Arumi untuk membuktikan sisi positifnya bukan negatifnya. Sisi kelebihannya bukan kekurangannya.

Selama sepekan Arumi dan Vanya mempersiapkan segala sesuatunya. Bukan perkara mudah untuk melakukannya, namun keduanya terus bersemangat demi sebuah tujuan.

"Yakin yang dipajang itu hasil karya mu..?" ucap Shereen menatap sinis beberapa lukisan yang tergantung.

Kata-kata Shereen membuat Arumi dan Vanya terdiam. Keduanya saling menatap. Di kepala keduanya tampak berseliweran sebuah ide untuk menjawab ketidakyakinan Shereen. Mungkin juga bisa jadi pernyataan tersebut mewakili pertanyaan dari sekian pihak mengingat Arumi belum pernah menunjukkan kemampuannya tersebut.

"Aku setuju dengan Shereen. Tapi aku tidak mencibir mu. Aku lebih pada penasaran. Kalau boleh, aku ingin membantumu di galeri. Aku ingin membuktikan kemampuan mu secara dekat" ucap Arya yang berdiri tak jauh dari Shereen. Laki-laki jangkung itu tampak menyunggingkan senyum tipis di ujung bibirnya.

"Deal..."

🌸🌸🌸🌸🌸

"Bagaimana persiapan perhelatan kampus, El?" tanya Mirza sambil duduk di kursi kebesarannya. Sementara tangan dan matanya tetap fokus pada berkas-berkas yang berserakan di meja.

"Em, sudah siap sembilan puluh persen. Esok saat pelaksanaan moga menjadi maksimal"

"Berapa persen keterlibatan mahasiswa"

"tiga puluh persen peserta, dua persen panitia, sisanya partisipan aktif. Em, Arumi juga turut ambil bagian"

"Oya...?" ucap Mirza yang langsung menghentikan aktifitasnya. Ia tampak sedikit penasaran. Mirza duduk bersandar. Matanya menatap Elvano menanti penjelasan lebih lanjut. Melihat reaksi sahabatnya, Elvano melanjutkan perbincangan tentang Arumi.

"Arumi membuka galeri lukis..."

"Lukis...?"

"Ya. Rupanya gadis itu pandai melukis. Dan saat ini ia memilih untuk menunjukkannya. Ia mulai berubah. Kau hebat, Za..."

"Aku...?

"Ya. Aku yakin dia berubah karena mu. Karena semua terjadi setelah tantangan itu muncul..."

"Ya, aku tahu. Tapi sayangnya, aku tak berminat sedikitpun kepadanya.

"Yakin? Jika begitu biar aku yang mendekatinya"

"Jadi benar kau menyukainya, El?"

"Aku simpati padanya. Walau saat ini aku belum mencintai nya, tapi aku yakin dengan melihatnya berusaha dan berjuang seperti itu siapa saja bisa jatuh cinta. Termasuk aku. Entah jika dirimu?"

"Egh..." Mirza terdiam. Hatinya tertohok. Kepalanya terangkat dengan mata yang menatap Elvano.

"Oya, jika memang dia sudah sejauh itu, maka tolong jauhkan mama dan papa dari galerinya esok hari"

"Kenapa? Kau takut tuan dan Nyonya tahu kelebihan Arumi?"

"Sial kau El. Ada apa dengan mu?!"

"Justru aku yang bertanya. Ada apa dengan mu? Kau egois, Za..."

Elvano berdiri. Matanya menatap Mirza. Sesekali ia menghela nafas.

"Jika kau ingin menjauhkan Tuan dan Nyonya dari galeri Arumi, ku rasa kau terlambat. Karena keduanya sudah mengetahuinya. Bahkan sebelum aku mengetahuinya..."

Mirza terdiam. Matanya menatap punggung Elvano hingga menghilang di balik pintu. Mirza menyandarkan tubuhnya pada kursi kebesarannya. Ia tahu jika sahabatnya itu tengah kesal padanya.

Drrt.

Drrt.

Drrt.

Ponsel Mirza berpendar. Senyumnya seketika terbit dari ujung bibirnya. "Ya, sayang..." ucap Mirza pembuka perbincangan bersama kekasihnya, Andrea.

🌸🌸🌸🌸🌸

Keesokan harinya. Pukul sembilan lewat lima menit. Perhelatan Kampus pun digelar. Arumi dan Vanya telah bersiap menerima pengunjung. Di sudut ruangan pun telah tersedia kanvas dan cat sebagai bahan persiapan Arumi saat demonstrasi melukis nanti. Hal ini adalah sebagai pembuktian bahwa Arumi benar-benar mempunyai kemampuan melukis.

Selain itu, souvernir yang diperuntukkan bagi setiap pengunjung galeri pun telah siap dan tertata apik. Hal ini yang membedakan galeri Arumi dengan galeri lainnya. Dan hal tersebut telah berhasil. Galerinya memanglah berbeda.

Pukul sembilan lewat lima belas menit. Galeri Arumi mulai ramai dikunjungi. Vanya dan Arya begitu sibuk menyapa ataupun memberikan souvernir. Sesekali keduanya asyik menemani pengunjung melihat lukisan yang tertata apik.

Sementara itu di sudut ruangan, Arumi mulai sibuk menuangkan segala rasa yang telah ditangkap oleh segenap inderanya. Tangannya begitu luwes mengayunkan kuas pada kanvas. Tema kali ini adalah perhelatan kampus. Ia memilih menggambarkan suasana di galerinya. Fokus gambar adalah sepasang muda-mudi tengah menatap sebuah lukisan yang sebelumnya sudah ia abadikan melalui ponselnya. Tak ayal lagi, kepiawaian Arumi mengundang decak kagum pengunjung galerinya.

"Ya, Tuhan...pengunjung mulai berdatangan. Aku tak menduganya. Sungguh. Tapi setelah melihat keramaian Yanga ada mengapa aku jadi ragu. Apakah aku bisa menyelesaikan lukisan ini? Duh, jantung jangan menjadi kacau. Ku pinta berdamailah..." batin Arumi.

Arumi terus mengayunkan kuas pada kanvas. Detil sekali membuat setiap goresan. Dan tanpa Arumi sadari, ada dua pasang mata yang begitu special menatapnya. Mata itu milik Tuan dan Nyonya William, pemilik kampus XYZ.

"Walau masih sedikit ragu, tapi aku yakin Arumi akan berhasil melalui tantangan gila dari Mirza" ucap Dania.

"Aku pun berkeyakinan demikian. Anak nakal itu benar-benar dibutakan cinta palsu Andrea. Dia tidak menyadari jika ada sebuah berlian dihadapannya..." ucap William.

"Cinta fisik hanya sesaat, karena fisik bisa berubah kapan saja. Bukan begitu, Pa..."

"Ya. Sayang. Anak nakal itu tidak mencontoh papanya..."

"Ow, jadi maksud papa...mama tidak cantik, begitu?"

"Hehee...mama itu cantik luar dalam"

"Awas saja kalau papa macam-macam"

"Papa tidak pernah macam-macam, sayang. Papa hanya semacam saja kok. Cuma mama saja..."

Perbincangan bisik-bisik keduanya, selintas terlihat romantis. Karen keduanya berbincang sambil mengurai senyum. Siapa sangka jika perbincangan pasangan suami-istri itu hampir berujung percekcokan.

"Bravo...! Bravo...!" ucap William sambil bertepuk tangan. Sadar dengan kehadiran pemilik kampus semua menjura takzim. Tak terkecuali Arumi. Ia langsung berdiri saat menyadari keduanya telah berdiri di sampingnya.

"Tuan, Nyonya..."

"Ow, jangan sungkan. Lanjutkan lukisan mu..."

"Setelah menyelesaikan lukisan mu, aku ingin kau melukis kami" ucap William yang membuat suasana mulai gaduh.

"Jika tuan ingin, saya bisa menunda lukisan ini dan melanjutkan dengan membuat lukisan Tuan dan nyonya"

"Ow, jangan kecewakan penggemar mu yang sejak tadi menunggu hasil lukisan mu ini. Kami bisa menunggu sembari melihat-lihat koleksi lukisan mu yang lain"

"Baik Tuan..."

"Oya, jika aku menyukai lukisan mu maka aku akan membelinya"

"Tidak perlu, Nyonya. Saya akan memberikannya Special untuk Nyonya"

"Saya tidak menerima barang hadiah..."

"Ma-maaf Nyonya. Baiklah jika demikian..."

"Huh...anak sama orangtua sama saja. Keras kepala dan semaunya saja. Yach...mungkin sudah menjadi tabiat orang-orang kaya. Apalagi keluarga William. Sultan mah bebas...." batin Arumi.

Kening Arumi tampak mengerut saat menatap punggung kedua orang yang digadang-gadang sebagai calon mertuanya itu.

"Kita keterlaluan tidak, Pa memperlakukan Arumi?

"Papa rasa tidak..."

"Syukurlah..." ucap Dania sambil mendekap lengan William saat menikmati satu demi satu lukisan yang di pajang.

"Arti, anakmu sudah dewasa. Kau setujukan jika aku menjadikannya ratu di rumahku untuk mendampingi putra semata wayangku?" ucap Dania. Matanya menatap sendu sebuah lukisan yang menampilkan wajah Arti---ibu dari Arumi.

Matahari saat itu sudah meninggi. Ketika William dan Dania ber-pose di hadapan Arumi. Beberapa sisi terbaik Keduanya pun berhasil Arumi abadikan. Dia berharap satu diantaranya akan dipilih oleh pasangan paruh baya itu.

"Menurut Arumi yang mana?"

Mendapat pertanyaan itu, Arumi langsung memfokuskan tatapannya. Dengan teliti ia menilik satu persatu foto yang tadi berhasil ia ambil.

"Yang ini, Nyonya..."

"Aku setuju. Bagaimana, Pa...?"

"Good...papa suka. Kamu jeli, Ndok"

Arumi menjura takzim. Sesaat kemudian, Arumi sudah bersiap memulai dengan kuasnya.

"Duh jantung, ku pinta berdamailah. Jangan kacau. Jika kau kacau maka sapuan tanganku pun menjadi tak sempurna" batin Arumi.

Sedikit ragu Arumi mulai menyapukan kuas pada kanvas. Sesekali matanya menatap foto untuk membuat goresan yang menyerupai model. Sementara itu, William dan Dania yang duduk tak jauh dari Arumi menatap aktifitas yang dilakukan Arumi. Keduanya menyunggingkan senyum dan sesekali saling menatap seakan saling memberi persetujuan atas apa yang Arumi lakukan.

"Duh...kenapa om William dan Tante Dania begitu intens menatapku. Kuatlah Arumi. Ayo...jadi berani. Kamu bisa...!" batin Arumi.

"Dimana Mirza, Ma? Jangan bilang jika tengah bersama Perempuan matre itu?

"Mama tidak tahu, Pa. Em, coba mama cari tahu dulu ya, Pa..."

Tangan Dania merogoh tas mewahnya. Sejenak tangannya mencari benda pipih yang sejak tadi diam.

"Dimana..?" ucap Dania saat sambungan teleponnya terhubung.

"Di kantor, Ma. Mirza masih ada meeting. Sebentar lagi selesai"

"Bukan menghindarkan...?"

"Ma...Sungguh. Mirza tidak menghindar. Mirza sedang meeting. Tiga puluh menit lagi Mirza meluncur ke kampus. Nanti Mir...."

Tut.

Tut.

Tut.

"Ah, mama selalu saja begitu. Memutus sambungan telepon sepihak" batin Mirza saat keluar dari ruang meeting.

Alis Mirza naik dibarengi helaan nafas pendek, tanda ada kekesalan yang ia tahan. Sementara itu, Elvano yang sejak tadi memperhatikan hanya tersenyum melihat kegundahan sahabatnya itu.

"El, kau saja yang hadir..."

"Egh...Apa Nyonya tidak akan marah jika anak semata wayangnya yang nomor satu di Indonesia tidak datang?"

Mirza memijat kepalanya sambil menyandarkannya pada kursi kebesarannya. Sejenak matanya terpejam. Fikirannya mengembara, entah kemana. Dan ada desiran aneh yang menelusup saat mengingat Arumi. Lama Mirza terdiam bermain dalam alam fikirannya.

"Mampus kau, Za. Kau terjebak dalam jebakan mu sendiri. Hehee...Tapi tenang saja kau tidak akan merugi seandainya kau memilih gadis segembul itu. Wkwkw..." batin Elvano.

"Kita berangkat..."

Elvano terkesiap mendengar ajakan bos sekaligus sahabatnya itu. Mirza begitu tergesa merapikan berkas di meja yang berserakan saat ponselnya berulangkali berpendar.

"OTW, Ma..."

🌸🌸🌸🌸🌸

"Anak nakal itu tidak mengangkat telepon ku. Sekalinya diangkat, katanya cuma singkat. Huh... Dasar!" dengus Dania kesal.

"Sabarlah, Ma. Mungkin sedang dalam perjalanan seperti yang ia katakan sebelumnya"

"Apa susahnya mengangkat telepon. Toh yang menyupir Elvano atau pak Ahmad. Dia mana mau nyopirin diri sendiri"

"Sudah ah, jangan ribut. Tidak enak jadi pusat perhatian..."

Sementara itu, sumringah wajah Arumi saat ia berhasil menyelesaikan lukisannya. Decak kagum pun kembali terbit dari siapa saja yang menatapnya. Tak terkecuali William dan Dania.

"Kami senang dengan hasil luskisan mu..."

"Seperti janji kami sebelumnya, maka kami akan membelinya. Berapa kau hargai?"

Deg.

Gamang hati Arumi ditanya demikian. Karena selama ini dia tidak pernah menjual atau membeli lukisan. Jadi ia tidak mampu menaksirnya. Terlebih lagi Arumi tidak bermaksud menjualnya. Ia hanya ingin menghadiahkannya kepada pasangan yang digadang-gadang sebagai calon mertuanya itu.

"Katakan, Arumi..."

"Ayo, Arumi katakan saja. Ini kesempatan mu..." ucap seorang mahasiswi yang langsung diamini yang lain.

"Terserah Tuan dan Nyonya saja..."

"Bukan begitu meghargai hasil karya indah seperti ini. Mestinya kau sebutkan saja nominalnya"

Arumi terdiam. Bukan saja gamang atas jawaban dari pertanyaan William, namun karena ekor matanya menangkap sosok Mirza yang baru saja datang diiringi beberapa mahasiswi.

"Ma..."

"Za, lihat. Indah sekali bukan. Arumi yang membuatnya"

"Bagus juga hasil lukisan si ceper nan gembul ini..." batin Mirza.

"Keren kau, Arumi..." batin Elvano

"Za..."

"Em, Ya. Bagus, Ma..."

"Tuh kan, Pa. Bagus. Mirza saja mengakuinya..."

"Karena Arumi menolak menyebutkan nominal untuk lukisannya, maka saya menghadiahinya saja dengan ini..."

Waah...

Riuh suasana saat Dania melepas cincin bertahta berlian dan menyematkannya di jari Arumi yang sempat ia tolak. Namun sepertinya Dania memaksanya keras.

"Kau berhasil lagi merebut perhatian mama dsn papa, Arumi. Ah, sial...!" batin Mirza.

"Ini berlebihan, Nyonya..."

"Tidak berlebihan jika untuk calon menantu"

Blush...

Memerah wajah Arumi saat Dania membisikkan kalimat tersebut. Ia tertegun tanpa mampu berkata apa pun.

"Ma-mantu...?" batin Arumi.

"Apa mama tidak berlebihan...?" bisik Mirza.

"Semuanya tidak sebanding dengan apa yang sudah kau lakukan padanya..." bisik Dania.

"Ma..."

"Ya...kan, Pa...?"

"Ya, Ma..."

"Memang apa yang sudah Mirza lakukan pada Arumi, Ma-pa?"

"Kau tanya saja pada diri mu sendiri. Jika tak kau temukan jawabannya, maka tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.."

"Bhuahaha...rasakan tuh, Za. Bertanya pada rumput bergoyang" batin Elvano.

"Mama dan papa pulang. Kamu bawa lukisan itu nanti..."

"Sekalian kau antar Arumi pulang..."

"Ma..."

"Tak ada penolakan. Ini perintah..."

🌸🌸🌸🌸🌸

Drrt.

Drrt.

Drrt.

Ponsel Arumi berpendar. Bukan sekali, tapi berulangkali. Arumi pun segera menilik ponselnya. Keningnya berkerut saat membaca deretan kata pada layar ponselnya.

"Datang cepat ke gedung belakang jika ingin teman mu selamat. Ingat...datanglah sendiri"

"Vanya..." batin Arumi.

Arumi khawatir. Namun segera mungkin ia menyembunyikannya. Tak ingin orang lain mengetahuinya sehingga bisa membahayakan Vanya---sahabatbya itu. Kemudian secepat mungkin Arumi berlalu setelah ia berpamitan. Satu alasan yang masuk akal dan Arumi temukan adalah toilet. Dan benar saja semua dapat memakluminya.

Setelah berpesan pada Arya untuk menemani Mirza, dan pengunjung lainnya Arumi pun segera berlalu menuju tempat yang di maksud pengirim pesan tersebut.

Sepuluh menit berjalan, Arumi akhirnya menemukan tempat yang dimaksud itupun setelah mendapat pengarahan si pengirim pesan yang belum diketahui identitasnya itu.

Brakk....

Arumi menerobos masuk dengan membuka kasar pintu hingga membentur dinding pada sisi lain.

"Emph...Emph..." gumam Vanya dengan mulut ditutup lakban. Wajahnya telah basah oleh air mata.

Sementara itu di sudut ruangan berdiri membelakangi tiga orang laki-laki bertubuh tegap yang satu diantaranya amat Arumi kenal.

"Bima...?"

"Well...yang ditunggu sudah datang"

"Apa maksud ini semua? Lepaskan Vanya...!"

"Aku akan melepaskannya dengan satu syarat"

"Apa...?"

"Kau yang menggantikan posisinya..."

Mata Bima menatap nanar pada Arumi. Tangannya terkepal. Sepertinya Bima memiliki dendam tersendiri kepada Arumi.

"Baiklah. Aku setuju..."

Mendengar itu, Kedua laki-laki lainnya melepaskan Vanya.

"Pergilah. Cepat. Beritahukan situasi di sini kepada siapa saja yang kau temui di GSG nanti.." bisik Arumi.

Vanya pun secepat kilat berlari meninggalkan tempat tersebut sambil berurai air mata. Tak dapat ia bayangkan apa yang akan Arumi alami mengingat kemarahan dan dendam Bima kepada Arumi.

"Apa mau kalian...?"

"Aku ingin kau membuka pakaian mu.."

"Apa...! Sudah gila, kau...?!"

"Hahaha....kau pikir aku ingin memperkosaku?! Cuih...! Aku hanya ingin mempermalukanku. Sama seperti saat kau mempermalukanku. Aku hanya ingin mengambil gambar tubuhmu yang gembul itu dan menyebarkannya. Pasti lucu..."

Bhuahaha....!

Tawa ketiganya pecah. Mungkin mereka sedang membayangkan kelucuan tubuh Arumi yang sedang dinikmati banyak mata.

"Tertawalah kalian. Sebentar lagi mulut kotor kalian akan ku hadiahi dengan bogem mentah ini" batin Arumi.

"Cepatlah, Arumi..." ucap Bima sambil menyiapkan ponselnya.

"Jelas aku menolak. Lebih baik aku mati ketimbang menuruti kemauan gila mu itu...!"

"Kurang ajar...! Berani kau menolak ku?!"

Bima berang. Tangannya langsung melayang ke wajah Arumi.

Glek....

Bima tertegun saat tangan besarnya tak dapat menyentuh wajah Arumi sedikit pun. Bima menatap tangan Arumi yang memegang kuat tangannya.

Arumi menyeringai. Ia memutar tangan Bima hingga ke belakang tubuh nya. Itu pun dalam hitungan detik saja. Satu tendangan pun Arumi berikan pada bokong laki-laki bertubuh tegap itu hingga jatuh tersungkur.

Bima salah perhitungan. Arumi yang kemarin mudah ia olok, tapi hari ini telah berubah.

Perseteruan pun berlanjut. Jurus demi jurus sudah Arumi keluarkan. Peluh sudah membanjiri tubuh terlebih lagi bobot tubuh Arumi yang tidak kecil, tentu ia akan lebih cepat lelah.

Buk....

Arumi meringis saat kepalan tangan Bima mengenai wajahnya. Darah pun menitik di sudut bibirnya.

To Be Continued.....

Episodes
1 Episode 1. Aku Arumi
2 Episode 2. Buat Aku Jatuh Cinta
3 Episode 3. Menjadi Kuat dan Berani
4 Episode 4. Hinaan Terakhir
5 Episode 5. Perhelatan Kampus
6 Episode 6. Cemburu
7 Episode 7. Rencana Andrea
8 Episode 8. Kau Berbeda
9 Episode 9. Ujian Diet...
10 Episode 10. Menginap di Rumah Sakit
11 Episode 11. Desiran Aneh
12 Episode 12. Liburan Singkat Bersama Keluarga William
13 Episode 13. Bertemu Wewe Gombel
14 Episode 14. Pernyataan Cinta
15 Episode 15. Kecemburuan Mirza.
16 Episode 16. Rencana Andrea
17 Episode 17. Terungkapnya Kejahatan Andrea
18 Episode 18. Pembalasan Arumi
19 Episode 19. Hukuman Terenak
20 Episode 20. Cinta Mirza, Kegamangan Arumi
21 Episode 21. Oleh-oleh Ayah
22 Episode 22. Quiz Dadakan
23 Episode 23. Kegelisahan itu Milik siapa?
24 Episode 24. Ada yang Kangen...
25 Episode 25. Keyakinan Mirza
26 Episode 26. Gadis Ajaib itu...Gadisku
27 Episode 27. Aku ingin Bersamamu...
28 Episode 28. Selamat Tinggal, Pak Mirza...
29 Episode 29. Arumi Menghilang
30 Episode 30. Arumi, Dimana Kau...?
31 Episode 31. Kecemasan Mirza
32 Episode 32. Pencarian Mirza
33 Episode 33. Flashback Arumi
34 Episode 34. Pertemuan Arumi dan Mirza
35 Episode 35. Dia Gadis Ku
36 Episode 36. Hukuman
37 Episode 37. Kangen
38 Episode 38. Berita Sampah
39 Episode 39. Ancaman Mirza
40 Episode 40. Menikah, yuk...
41 Episode 41. Surat Izin Menikah
42 Episode 42. Permintaan Permana
43 Episode 43. Proposal
44 Episode 44. Dalang Penyebar Berita Hoax
45 Episode 45. Hukuman Shereen...
46 Episode 46. Ayah....
47 Episode 47. Cara Ampuh Mirza
48 Episode 48. Menyusun Rencana
49 Episode 49. Bertemu "Nyai" (1)
50 Episode 50. Bertemu "Nyai" (2)
51 Episode 51. Terbongkar
52 Episode 52. Siapa Dalang Perusakan?
53 Episode 53. Kecewa dan Amarah
54 Episode 54. Penasaran
55 Episode 55. Saudara Laki-laki Se-ibu
56 Episode 56. Kakak Lain Ayah
57 Episode 57. Mungkinkah Andrea Pelakunya?
58 Episode 58. Gala Dinner
59 Episode 59. Pengakuan Dua Laki-laki
60 Episode 60. Hampir Saja....
61 Episode 61. Tangis Shereen
62 Episode 62. Ada Apa...?
63 Episode 63. Dilema Dua Hati
64 Episode 64. Satu Jam Terasa Setahun
65 Episode 65. Sendu di Pagi Hari
66 Episode 66. Permintaan Permana...
67 Episode 67. Rencana Pernikahan
68 Episode 68. Wali Nikah
69 Episode 69. Jangan Tinggalkan Arumi, Yah...
70 Episode 70. Sebait Doa Terindah
71 Episode 71. Sedihnya Arumi
72 Episode 72. Sendu Yang Berubah Merah Jambu
73 Episode 73. Maafkan Aku...
74 Episode 74. Apakah Korban itu Mirza...?
75 Episode 75. Skenario Pertemuan
76 Episode 76. Dua Pendekar
77 Episode 77. Kesempatan Dalam Kesempitan
78 Episode 78. Pernyataan Dokter Faaz
79 Episode 79. Di Lorong Yang Lengang
80 Episode 80. Rindu Yang Membuncah
81 Episode 81. Rindu Yang Membuncah Lagi
82 Episode 82. Undangan
83 Episode 83. Kegamangan Edward
84 Episode 84. Andrea...
85 Episode 85. Keive...(1)
86 Episode 86. Keive...(2)
87 Episode 87. Mangsa Memangsa Mangsa...
88 Episode 88. Jaring-jaring Kepalsuan
89 Episode 89. Permintaan Keive
90 Episode 90. Jatuh Hati
91 Episode 91. Mencintai Sepanjang Mau Kita...
92 Episode 92. Pertemuan
93 Episode 93. Beri Kesempatan
94 Episode 94. Rencana
95 Episode 95. Tepok Jidat Atas Sebuah Kebenaran
96 Episode 96. Rencana Keive dan Vanya
97 Episode 97. Vanya Oh Vania...
98 Episode 98. Misi Selesai...
99 Episode 99. Permintaan Keive
100 Episode 100. Misi Selanjutnya
101 Episode 101. Jalan Cerita...
102 Episode 102. Mencari File Rahasia
103 Episode 103. Api Amarah (Aku Harus Apa...?)
104 Episode 104. Api Amarah Lagi...
105 Episode 105. Terima Kasih
106 Episode 106. Ancaman Andrea
107 Episode 107. Ketidakpedulian Andrea
108 Episode 108. Pecinta Sejati
109 Episode 109. Kepergian Keive
110 Episode 110. Catatan Keive
111 Episode 111. Cerita Keive Lagi...
112 Episode 112. Hari Kebebasan Ryu...
113 Episode 113. Permintaan Andrea, Rencana Ryu
114 Episode 114. Gara-gara Parfum
115 Episode 115. Tempat Teraman
116 Episode 116. Misi Danu?
117 Episode 117. Tertangkapnya Andrea
118 Episode 118. Cerita Danu
119 Episode 119. Berkah atau Musibah...?
120 Episode 120. Tak Ada Peluang
121 Episode 121. Pertemuan
122 Episode 122. Jangan Jadi Pengecut...!
123 Episode 123. Baby Kalila
124 Episode 124. Cinta yang sebenarnya
125 Episode 125. Penyembuh Luka
126 Episode 126. Pertemuan
127 Episode 127.
Episodes

Updated 127 Episodes

1
Episode 1. Aku Arumi
2
Episode 2. Buat Aku Jatuh Cinta
3
Episode 3. Menjadi Kuat dan Berani
4
Episode 4. Hinaan Terakhir
5
Episode 5. Perhelatan Kampus
6
Episode 6. Cemburu
7
Episode 7. Rencana Andrea
8
Episode 8. Kau Berbeda
9
Episode 9. Ujian Diet...
10
Episode 10. Menginap di Rumah Sakit
11
Episode 11. Desiran Aneh
12
Episode 12. Liburan Singkat Bersama Keluarga William
13
Episode 13. Bertemu Wewe Gombel
14
Episode 14. Pernyataan Cinta
15
Episode 15. Kecemburuan Mirza.
16
Episode 16. Rencana Andrea
17
Episode 17. Terungkapnya Kejahatan Andrea
18
Episode 18. Pembalasan Arumi
19
Episode 19. Hukuman Terenak
20
Episode 20. Cinta Mirza, Kegamangan Arumi
21
Episode 21. Oleh-oleh Ayah
22
Episode 22. Quiz Dadakan
23
Episode 23. Kegelisahan itu Milik siapa?
24
Episode 24. Ada yang Kangen...
25
Episode 25. Keyakinan Mirza
26
Episode 26. Gadis Ajaib itu...Gadisku
27
Episode 27. Aku ingin Bersamamu...
28
Episode 28. Selamat Tinggal, Pak Mirza...
29
Episode 29. Arumi Menghilang
30
Episode 30. Arumi, Dimana Kau...?
31
Episode 31. Kecemasan Mirza
32
Episode 32. Pencarian Mirza
33
Episode 33. Flashback Arumi
34
Episode 34. Pertemuan Arumi dan Mirza
35
Episode 35. Dia Gadis Ku
36
Episode 36. Hukuman
37
Episode 37. Kangen
38
Episode 38. Berita Sampah
39
Episode 39. Ancaman Mirza
40
Episode 40. Menikah, yuk...
41
Episode 41. Surat Izin Menikah
42
Episode 42. Permintaan Permana
43
Episode 43. Proposal
44
Episode 44. Dalang Penyebar Berita Hoax
45
Episode 45. Hukuman Shereen...
46
Episode 46. Ayah....
47
Episode 47. Cara Ampuh Mirza
48
Episode 48. Menyusun Rencana
49
Episode 49. Bertemu "Nyai" (1)
50
Episode 50. Bertemu "Nyai" (2)
51
Episode 51. Terbongkar
52
Episode 52. Siapa Dalang Perusakan?
53
Episode 53. Kecewa dan Amarah
54
Episode 54. Penasaran
55
Episode 55. Saudara Laki-laki Se-ibu
56
Episode 56. Kakak Lain Ayah
57
Episode 57. Mungkinkah Andrea Pelakunya?
58
Episode 58. Gala Dinner
59
Episode 59. Pengakuan Dua Laki-laki
60
Episode 60. Hampir Saja....
61
Episode 61. Tangis Shereen
62
Episode 62. Ada Apa...?
63
Episode 63. Dilema Dua Hati
64
Episode 64. Satu Jam Terasa Setahun
65
Episode 65. Sendu di Pagi Hari
66
Episode 66. Permintaan Permana...
67
Episode 67. Rencana Pernikahan
68
Episode 68. Wali Nikah
69
Episode 69. Jangan Tinggalkan Arumi, Yah...
70
Episode 70. Sebait Doa Terindah
71
Episode 71. Sedihnya Arumi
72
Episode 72. Sendu Yang Berubah Merah Jambu
73
Episode 73. Maafkan Aku...
74
Episode 74. Apakah Korban itu Mirza...?
75
Episode 75. Skenario Pertemuan
76
Episode 76. Dua Pendekar
77
Episode 77. Kesempatan Dalam Kesempitan
78
Episode 78. Pernyataan Dokter Faaz
79
Episode 79. Di Lorong Yang Lengang
80
Episode 80. Rindu Yang Membuncah
81
Episode 81. Rindu Yang Membuncah Lagi
82
Episode 82. Undangan
83
Episode 83. Kegamangan Edward
84
Episode 84. Andrea...
85
Episode 85. Keive...(1)
86
Episode 86. Keive...(2)
87
Episode 87. Mangsa Memangsa Mangsa...
88
Episode 88. Jaring-jaring Kepalsuan
89
Episode 89. Permintaan Keive
90
Episode 90. Jatuh Hati
91
Episode 91. Mencintai Sepanjang Mau Kita...
92
Episode 92. Pertemuan
93
Episode 93. Beri Kesempatan
94
Episode 94. Rencana
95
Episode 95. Tepok Jidat Atas Sebuah Kebenaran
96
Episode 96. Rencana Keive dan Vanya
97
Episode 97. Vanya Oh Vania...
98
Episode 98. Misi Selesai...
99
Episode 99. Permintaan Keive
100
Episode 100. Misi Selanjutnya
101
Episode 101. Jalan Cerita...
102
Episode 102. Mencari File Rahasia
103
Episode 103. Api Amarah (Aku Harus Apa...?)
104
Episode 104. Api Amarah Lagi...
105
Episode 105. Terima Kasih
106
Episode 106. Ancaman Andrea
107
Episode 107. Ketidakpedulian Andrea
108
Episode 108. Pecinta Sejati
109
Episode 109. Kepergian Keive
110
Episode 110. Catatan Keive
111
Episode 111. Cerita Keive Lagi...
112
Episode 112. Hari Kebebasan Ryu...
113
Episode 113. Permintaan Andrea, Rencana Ryu
114
Episode 114. Gara-gara Parfum
115
Episode 115. Tempat Teraman
116
Episode 116. Misi Danu?
117
Episode 117. Tertangkapnya Andrea
118
Episode 118. Cerita Danu
119
Episode 119. Berkah atau Musibah...?
120
Episode 120. Tak Ada Peluang
121
Episode 121. Pertemuan
122
Episode 122. Jangan Jadi Pengecut...!
123
Episode 123. Baby Kalila
124
Episode 124. Cinta yang sebenarnya
125
Episode 125. Penyembuh Luka
126
Episode 126. Pertemuan
127
Episode 127.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!