Air mineral dalam gelas plastik itu habis dalam sekali teguk. Air itu membasahi kerongkongan yang sedari tadi kering.
Faira tersenyum manis pada Cintya. "Terima kasih, Ya," ujar Faira.
"Apa akal sehatmu telah kembali, jika sudah pulanglah," usir Cintya pada Faira.
"Kau mengusirku," tanya Faira sembari memiringkan kepala dan mengangkat kedua alisnya keatas. Seulas senyum kembali terbit dari bibirnya.
"Oh, jangan menatapku seperti itu. Aku tidak akan mengikuti rencana gilamu, kedatanganmu membuat moodku turun drastis," ujar Cintya. Memalingkan wajahnya.
"Aku tidak akan pulang sebelum usaha untuk membujukmu berhasil, aku akan disini hingga kau mau. Aku sudah berjanji pada Aninditya akan membawamu kembali." Faira menyilangkan kakinya dan menumpuk kedua tangannya di atas paha.
"Aku sudah melepaskan masa laluku. Kau malah kembali untuk membuka luka lama. Cobek yang sudah terkena sambal masih akan tetap terasa pedas walau kau sudah mencucinya. Hubungan yang sudah pernah bermasalah walau diperbaiki tetap akan meninggalkan bekas walau kau berusaha untuk menghilangkannya."
"Berilah kami kesempatan untuk memperbaikinya, kita akan bersama-sama menutup lembaran kelam itu dan membuka lembaran baru," bujuk Faira.
"Ditya sangat mencintaimu ... ." Faira menatap penuh harap pada Cintya yang terdiam.
"Akh!Jika aku masuk diantara kalian, aku juga sama-sama ikut gila, jangan membawaku masuk ke dalam masalah kalian, seolah aku penyebab semua masalah ini. Aku tidak bisa jika harus merebut pasangan orang!" sindir Cintya.
Faira menghela nafas panjang dan menghembuskannya dengan keras. Berusaha menetralisir beban berat di hatinya.
"Kau coba dahulu bertemu dengan Ditya, berbicara dengannya dari hati ke hati, " bujuk Faira lagi.
"Faira ... tidak ada istri yang rela dan ikhlas menyerahkan suaminya kepada wanita lain." ujar Cintya.
"Aku pengecualiannya. Aku sendiri sudah lelah dengan semua drama dalam rumah tanggaku. Aku menyerah, Ya. Aku hanya ingin meninggalkan Mas Ditya saat dia bersama dengan orang yang tepat. Dan orang itu adalah dirimu Cintya," terang Faira.
"Aku tetap tidak mau Ra. Aku akan dibunuh oleh ibuku jika dia tahu aku merebut suami orang," tolak Faira. Hatinya sedikit mulai bertanya apakah seburuk itu permasalahan yang dihadapi Faira dan Ditya?
"Kau tidak merebut aku yang menginginkannya,'' sanggah Faira.
"Pendapat orang berbeda Faira? Orang tua Ditya pasti akan membenciku. Mereka dulu sudah tidak suka padaku dan tidak merestui hubungan kami, ditambah jika aku masuk diantara kehidupan kalian maka mereka pasti akan menuduhku yang tidak-tidak," ucap Cintya.
"Aku yang akan membujuk mereka?"
"Dan itu malah memperburuk keadaan seolah aku yang menggoda mas Ditya dan kau menjadi istri teraniyaya yang diduakan. Betapa mulianya hatimu Faira?" ejek Cintya.
Faira jadi serba salah di sini.
"Ya, bukan maksudku untuk seperti itu. Aku hanya ingin melihat kau dan mas Ditya bisa bahagia selamanya," ungkap Faira yang terdengar tulus. Cintya terdiam.
"Jika hal ini membuat mas Ditya mau memaafkan dan menerimaku, aku akan sangat berterima kasih padamu. Dan jika kau tidak berkeberatan kita hidup bertiga nantinya, aku baru akan masuk ke dalam kehidupan kalian. Namun jika kau tidak suka maka aku akan keluar dari rumah itu dan bercerai dengan mas Ditya," sambung Faira dengan sangat hati-hati.
"Ra ... kamu ... .'' Cintya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Pikirannya kacau hari ini.
"Setidaknya bertemu dengannya dulu walau sekali mungkin kau akan berubah fikiran."
Cintya tetap menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Faira.
"Dulu kita berdua adalah teman karib, kita selalu berbagi akan semua hal, sekarang berbagilah suami denganku." Ucapan Faira ini membuat mata Cintya terbelalak dengan sempurna. Dia bisa gila jika terus-terusan berada didekat wanita itu.
"Ra, bisakah kau diam! Kau membuat kepalaku pusing," seru Cintya memijit dahinya yang mulai terasa pening.
"Kita makan saja, Yuk. Aku yang teraktir," kata Faira.
***
Di sisi lain Ditya sedang melakukan rapat dengan seorang klien penting dari Hongkong. Kliennya sedang memesan bahan baku yang perusahaan Ditya produksi.
Sheren mengetuk pintu lalu masuk ke dalam ruangan. Dia mengatakan jika Raka sedang berada di luar ruangan menunggu Ditya menyelesaikan rapatnya.
"Bilang saja untuk menunggu karena lima belas menit lagi aku akan menemuinya," ucap Raka.
Sheren menganggukkan kepalanya dan keluar dari ruangan Ditya.
Ditya segera menyelesaikan rapatnya. Bos asal Hongkong sangat menyukai dengan apa yang ditawarkan olehnya. Mereka menyetujui akan melakukan kerja sama ini.
"Penandatanganan berkas kerja sama akan dilakukan dalam waktu tiga hari lagi," kata Ditya.
"Tuan Lee berkeinginan untuk secepatnya mengirim kayu-kayu itu ke negaranya," ujar salah seorang asisten pria bermata sipit itu.
"Baiklah kami akan menyiapkan semuanya dengan baik agar kalian tidak kecewa nantinya," jawab Ditya.
Mereka akhirnya berjabat tangan. Ditya mengantar kliennya hingga ke depan pintu lift.
Setelah itu dia menghela nafas panjang. Seolah mencari kekuatan lebih untuk menghadapi kakak iparnya.
"Kakak kemari," sapa Ditya berusaha seramah mungkin walau dia tahu jika keramahannya akan sia-sia belaka.
Raka menatapnya tajam. Dia tahu wajah palsu yang Ditya perlihatkan.
"Aku ingin berbicara denganmu," ucap Raka. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Dia membawa serta asisten dan dua bodyguardnya kemari.
"Huft," Ditya mengelap dahinya yang mulai berkeringat.
"Kalau begitu mari ke ruanganku, Kak," ajak Ditya sopan.
Dengan langkah tegap Raka berjalan terlebih dahulu dan masuk ke dalam ruang kerja Ditya. Pandangannya menyapu ke seluruh sudut ruangan.
Raka menjentikkan jarinya meminta asistennya keluar bersama para bodyguard. Mereka langsung mengikuti perintah bosnya.
"Ada masalah apa sehingga Kakak meluangkan waktu berharga Kakak untuk sekedar menemuiku?" tanya Ditya. Dia mengambil kotak cerutu dan berniat menawarkan pada Kakak iparnya.
Raka menolaknya dengan isyarat tangan. Dia lalu duduk di kursi dan mulai menggoyangkannya.
"Satu tahun lalu usahamu mengalami pailit?" ujar Raka.
Ditya tersenyum penuh paksaan dan menelan salivanya kuat-kuat.
"Ya, Kak," jawab Ditya.
"Jika bukan karena kami apakah kau akan tetap bisa duduk di kursi itu?" tanya Raka tajam.
Ditya membenci dengan kenyataan ini. Seolah usahanya untuk bisa memajukan usaha ini sia-sia. Yang terlihat adalah bantuan keluarga Faira saja. Dia memejamkan matanya sejenak untuk mengatasi kemarahan yang terpendam.
"Aku tidak tahu kakak. Tapi aku tetap tahu diri Kak. Aku bukan orang yang lupa pada kulitnya, Kak," jawab Ditya berusaha untuk tetap merendah.
"Aku sebenarnya sudah muak melihat kau hidup bersama Faira. Namun, aku bisa apa jika dia yang keras kepala untuk tetap hidup denganmu," ucap Raka membuat Ditya terkejut. Baru kali ini Raka bersikap blak-blakan. Walau terlihat angkuh namun Raka terbiasa diam dan jarang berbicara kecuali masalah penting saja.
"Maksudku? Cepatlah menaikkan pendapatan perusahaanmu. Aku ingin kau bisa membeli saham yang ayah tanam di perusahaanmu, sehingga Faira tidak perlu hidup menderita karena ingin menolong dirimu. Sudah cukup dia berkorban untukmu selama ini. Jangan jadi parasit yang menempel padanya terus menerus!" ujar Raka membuat tersinggung dan marah diri Ditya. Harga dirinya sebagai lelaki kini jatuh seketika.
"Faira, apa yang kau adukan pada kakakmu ini," batin Ditya kesal dan marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
salah lagi dehhh
2023-02-06
1
Ganuwa Gunawan
Ditya ini tipe laki laki sombong..
klu aku ketemu sm dia.. aku masukin k ketek kmu Ditya
2022-09-17
0
Ara
ditya ga bisa berpikir bijak nih arti dri kata"nya raka.. makin salah paham aja deh si ditya ke faira
2022-02-09
0