Di lereng Gunung Tianlong yang diselimuti kabut abadi, hidup seorang pemuda bernama Li Wei.
Ia hanyalah seorang petani sederhana, tapi hatinya dipenuhi mimpi besar, menjadi kultivator sejati yang bisa menembus langit dan mencapai keabadian.
Setiap pagi, sebelum matahari terbit, Li Wei duduk bersila di tepi sungai, menyerap esensi qi dari alam.
Tubuhnya lemah, meridiannya belum terbuka, tapi tekadnya seperti api yang tak pernah padam.
Suatu hari, saat mengumpulkan ramuan di hutan terlarang, Li Wei menemukan sebuah gua tersembunyi.
Di dalamnya, tergeletak sebuah batu giok kuno yang memancarkan cahaya lembut.
Saat ia menyentuhnya, ingatan banjir masuk ke pikirannya warisan dari seorang master kultivasi yang telah lama hilang.
Batu itu mengajarkannya teknik "Napas Naga Langit", sebuah metode untuk mengalirkan qi melalui delapan puluh satu titik akupunktur.
Li Wei mulai berlatih tanpa henti.
Hari berganti bulan, ia merasakan panas membara di dantiannya, seperti sungai lava yang mengalir.
Tubuhnya berubah, ototnya mengeras, penglihatannya tajam, dan ia bisa melompat setinggi pohon pinus.
Namun, jalan kultivasi tak pernah mudah. Saat Li Wei mencapai tahap Pemurnian Qi Pertama, ia ditantang oleh sekte kultivator jahat dari Pegunungan Hitam.
Pemimpin mereka, Zhao Feng, seorang ahli tahap Pemurnian Qi Ketiga, mengejeknya sebagai "petani bodoh yang berani bermimpi".
Pertarungan meletus di puncak gunung.
Li Wei, dengan teknik barunya, menghindari serangan angin Zhao Feng dan membalas dengan tinju yang dipenuhi qi api.
"Kultivasi bukan tentang kekuatan lahiriah, tapi hati yang tak tergoyahkan!" seru Li Wei.
Dengan satu pukulan terakhir, ia menghancurkan pertahanan Zhao Feng, memaksa sekte itu mundur.
Di puncak Tianlong, ia duduk tenang, menatap bintang bintang, menyadari bahwa kultivasi sejati adalah perjalanan menuju harmoni dengan alam semesta.