Cerpen ini adalah koleksi novelku yang sudah di bukukan. Silahkan di baca.
RANJANG DOSA
‘Hotel Kembang Cemara di jalan Halimun, kamar 212. Datanglah sendiri. Pintu tidak terkunci.’
Kubanting ponselku di atas sofa setelah mengirim pesan misterius pada istri sah Rama, pria tampan yang hampir setiap hari merangkai dosa denganku. Bersembunyi di balik selimut yang sama demi sebuah kepuasan yang tidak bertepi.
Aku berjalan kembali menuju pembaringan. Duduk manis dengan gaya sensual sambil menunggu pangeran kuda putih keluar dari kamar mandi. Senyum jahatku menyungging tanpa beban. Lihatlah Lidya, kau akan segera merasakan hancurnya hatiku tahun lalu.
“Kamu cantik sekali, Sayang.” Rama sedikit terkejut saat keluar dari kamar mandi, bahkan sampai melihatku dengan sorot mata yang tidak biasa. Aku menggunakan lingerie seksi berwarna merah, lengkap dengan make up sensasional yang membuat gairah di dalam diri Rama meninggi seketika.
Langsung saja Rama berlari dan menubruk tubuh sintalku, membuat posisi menyenangkan sesuka hatinya. Diciumnya beberapa bagian tubuhku yang paling favorit menurutnya. Kubiarkan tangannya bebas bergerilya, memupuk dosa di balik kenikmatan fana.
“I love you, Luna Sayang.” Dibisikkannya sebuah kalimat yang sering aku dengar. Suaranya halus dan menusuk, namun ini yang aku suka. Hati jahatku tertawa penuh kemenangan mendengar pengakuan cinta Rama. Status istri sah Lidya tidak akan ada gunanya tanpa cinta tulus dari Rama. Makan tuh gelar istri.
“Bagaimana dengan Lidya, apakah kau juga mengucapkan kalimat ini kepadanya?” Sengaja aku memancing emosi Rama. Lihatlah, pria itu langsung menghentikan aktifitas nakalnya. Menatapku kesal dengan alis yang menukik tajam.
“Bisakah kau tidak membahas wanita itu ketika bersama denganku. Hasratku benar-benar hilang saat mendengar kau menyebut namanya, Sayang.”
“Kenapa? Bukankah dia istrimu, waktumu bahkan lebih banyak dengannya daripada aku.” Tiba-tiba aku kesal sendiri saat membahas iblis bertopeng manusia itu. Sudut mataku sudah mengenang, mengingat peristiwa kejam tahun lalu.
“Sayang, jangan seperti itu.” Rama mengusap lelehan bening yang baru saja terjun bebas dari pipiku. “Kau kan tahu aku sangat mencintaimu, dari awal hingga akhir kamulah pemilik hati ini, Luna.”
“Cih! Mana kutahu, mulut lelaki terlalu manis untuk dipercaya. Lidya tidak kalah cantik denganku. Tidak mungkin kan, kau tak berhasrat pada istrimu sendiri.”
Aku menyulut api amarah di dalam jiwa Rama lebih besar lagi. Pria itu sudah ribuan kali menjelaskan padaku, kalau pernikahannya dengan Lidya tak sehangat matahari menyibak rumput yang ditutupi embun. Rama bilang ia tidak pernah menyentuh Lidya walau tidur dalam satu kamar yang sama. Namun rasanya sulit untukku percaya, otak kecilku selalu menerka-nerka apa yang Rama lakukan saat bersama Lidya. Hingga aku menjerit dan menangis di malam yang sunyi, bersembunyi di balik selimut sampai aku larut dalam mata terpejam. Melupakan nestapa yang begitu kejam menerpa hidupku.
“Cukup Luna! Berapa kali aku harus menjelaskan padamu, aku ti- dak pernah melakukan hubungan badan dengan Lidya.” Rama menekankan kata tidak cukup keras. “Hanya satu kali saat kejadian itu,” lirihnya kemudian.
“Hiks....” Reflek aku mendorong tubuh Rama yang sedang mengunci badanku. Laluku berguling kesamping untuk menyembunyikan wajah sedihku.
“Maafkan aku Luna, tolong jangan menangis lagi. Aku hanya ingin menikmati malam yang indah bersamamu, tanpa ada siapapun yang harus kita bahas. Aku hanya mencintaimu seorang, Luna.” Rama menyibak rambutku yang berantakan menutupi wajah, lantas ia kembali menarik tubuhku ke dalam pelukkanya.
Apapun yang terjadi di antara kami. Hatiku selalu luluh dan terpegang kembali oleh Rama. Hingga akhirnya tangisku berubah menjadi senyum. Melanjutkan kembali hastrat fana yang memabukkan.
“Jangan pernah tinggalkan aku, Rama.”
“Tidak Sayang, bersabarlah untuk menungguku. Aku pasti akan segera menceraikan Lidya jika waktunya sudah tiba.”
Entah kapan hal itu terjadi, masalahnya orang tua Rama begitu mencintai Lidya. Merekalah menjadi penghalang Rama dalam menceraikan Lidya selama ini. Keluarga Lidya adalah orang berada, ayah ibunya memiliki usaha yang cukup mumpuni di lahan perkebunan. Apalah aku hanya gadis yatim yang bekerja sebagai pelayan kafe. Tidak sepadan jika dibandingkan dengan derajat Lidya yang begitu agung.
“Apakah kamu memiliki sesuatu yang bisa membuatku percaya padamu, Rama?”
“Hatiku, cintaku, bahkan tubuhku hanya milikmu seorang, Luna. Abaikan status pernikahanku dengan Lidya, aku bahkan tidak pernah menganggapnya sama sekali. Apa semua itu masih kurang cukup?” Rama mengecup keningku satu kali, lantas pria itu tersenyum hangat kepadaku. Menatap wajah sedihku yang mulai hilang perlahan.
Rama kembali melancarkan aksinya, aku juga sudah mulai tenang kembali. Kami mulai bergulat mencari setitik nikmat, mengarungi lautan dosa yang entah kapan berakhirnya. Betapa indahnya malam ini, andai saja aku dapat menikmati senyum Rama setiap saat. Tanpa harus ada dosa yang kami rangkai seperti ini.
Kapan yah, aku bisa memiliki Rama seutuhnya? Meskipun cinta Rama seluas samudra, namun statusku tetap saja orang ketiga. Berlian tak berharga yang selalu dianggap benalu oleh sebagian umat.
Brakk!
Seseorang membuka pintu kamar kami, tepat saat Rama sedang berada di atas tubuhku. Aku menyunggingkan bibirku sinis, akhirnya kejadian tahun lalu bisa terulang kembali. Sakit kan, begitulah perasaanku saat kau merebut Rama dari tanganku dulu. Dengan cara licikmu. Dan sekarang ...
Aku akan mencoba menjadi Tuhan yang menghukum umatnya ketika bersalah, memberikan sebuah karma pada sahabatku yang kejam ini. Aku tahu Rama akan murka dengan perbuatanku, akan tetapi dendamku pada Lidya begitu besar. Mengalir deras bagaikan air bah yang siap menenggelamkan siapa saja. Bahkan aku sudah siap jika Rama sampai meninggalkanku karena perbuatanku ini.
“Mas Rama! Apa yang kau lakukan dengan Luna?” Lidya mendekat ke arah kami.
Rama yang masih sedikit bingung langsung turun dari posisnya. Ditariknya sebuah selimut untuk menutupi tubuh bagian atasku. Untungnya Rama masih setengah polos. Pria itu hanya bertelanjang dada dan masih mengenakan celana boxernya. Sedangkan aku, hmm, jangan ditanya lagi. Semua tubuhku sudah polos, hanya tertutup oleh selimut yang di berikan Rama tadi.
“Lidya, kenapa kamu bisa ke sini?” Rama langsung menengok ke arahku. Ditatapnya wajahku dengan murka. Aku yakin Rama langsung mengira bahwa akulah dalang di balik semua ini.
“Kenapa, Mas? Apa kau terkejut dengan kehadiranku saat ini? Jalangmu sendiri yang memberi tahuku! Jadi ini ya, Mas, alasan kamu tidak pernah mau menyentuhku selama ini. Kau sudah mendapatkannya dari Luna.” Air mata menetes deras dari pipi Lidya, namun aku tidak pernah merasa iba sedikitpun melihatnya.
“Luna, kenapa kau melakukan ini padaku? Aku benar-benar tidak menyangka kau berani berbuat hal segila ini,” ucap Rama yang sepertinya mulai naik pitam.
“Aku sudah lelah Rama, aku ingin mengakhiri semua kebohongan ini. Kau bisa memilih aku atau Lidya, katakanlah di depan kami. Pilih selingkuhanmu atau istrimu?” Sebentar lagi keresahanku akan terjawab.
“Dasar gadis murahan!” Lidya yang sudah tidak terkontrol langsung menarik rambutku. Tubuhku terseret hingga jatuh ke lantai, terpuruk di bawah kaki Lidya dan Rama.
“Hentikan Lidya!” Rama langsung memegang dan menghalangi Lidya yang hendak menghajarku. Lalu kucoba untuk mendongakkan kepala sambil menarik selimut yang sempat tersingkap.
“Lidya, dari awal kamu sudah kalah. Meskipun kamu berhasil menjebak Rama hingga mau menikahimu, tapi kau belum mendapatkan cintanya sampai saat ini.” Aku menyunggingkan bibir sinis ke arahnya.
Ingatanku kembali pada masa lalu, waktu itu aku mendengar kabar bahwa Rama sudah tidur dengan Lidya di rumahnya. Lalu mereka menikah karena perbuatannya diketahui oleh orang tua Lidya. Saat itu kami bersahabat, aku dan Rama sering main ke rumah Lidya. Namun aku tidak menyangka Lidya berani merebut kekasihku dengan cara selicik itu. Memberikan obat perangsang dan membuat rama menidurinya. Ya, itulah yang Rama tuturkan padaku sehari sebelum ia menikahi Lidya. Lika-liku kisah cinta segitiga kami membuatku harus bergeser menjadi orang ketiga. Miris. Namun itu nyata adanya.
“Katakan pada Luna, Rama! Kau akan kembali bersamaku kan? aku akan memaafkanmu untuk hal ini, dan menganggapnya tidak pernah terjadi sama sekali. Aku istri sahmu, aku yakin kau tidak akan setega ini padaku.” Lidya menangis histeris.
Namun ekspresi Rama di luar dugaanku. Dia mengatakan satu kalimat yang membuat hatiku bagai diiris sembilu. Hancur.
“Aku akan kembali padamu, Lidya,” lirih Rama, namun suaranya masih dapat terdengar jelas oleh kami.
“Rama!” teriakku keras sekali.
“Maaf Luna, aku telah membohongimu selama ini. Aku masih belum bisa menceraikan Lidya, walaupun aku tidak pernah mencintainya, tapi kita memiliki anak dari hasil perbuatan kami tahun lalu. Itulah yang membuatku berat untuk menceraikannya.”
“Bajingan kau, Rama!” Aku mencoba berdiri walau keadaan kakiku hampir tak mampu menopang berat tubuhku. Rasanya aku ingin mati saat ini juga. Pria yang selama ini aku cintai ternyata seorang pembohong besar. Sia-sia aku mengorbankan diriku untuk lelaki jahanam ini. Rama. Lantas aku mendudukan tubuh lemasku di pinggiran ranjang.
“Maaf, Luna.” Rama ikut duduk di sampingku. Ia mendekapku erat sekali. Di depan Lidya yang masih menangis sambil terpaku, rama berkata, “Aku memang berbohong, tapi aku tidak pernah membohongimu masalah cinta dan perasaan. Kamu hanyalah satu-satunya orang yang aku cintai, Luna.”
“Cukup, Mas!” teriak Lidya. Ia sampai mundur satu langkah, mungkin tidak kuat melihat suaminya yang tak berdaya diambang dua pilihan sulit.
“Aku sungguh minta maaf pada kalian karena keegoisanku ini. Di sisi lain aku sangat mencintai Luna, namun aku benar-benar belum siap menceraikan Lidya. Aku tidak tega melihat anakku jika kami berpisah.”
“Pergilah, hiduplah bahagia dengan istri dan anakmu.” Aku mendorong tubuh Rama sekuat tenaga. “Pergilah kalian berdua! Aku benci penghianat seperti kalian!” Teriakku emosi. Terjawab sudah kegundaanku selama ini, meski sangat menyakitkan, setidaknya aku tahu yang Rama pikirkan. Semua rasa percaya bahwa Rama akan memilihku sudah hilang. Bedebah!
“Luna, jika aku memberikan Rama untukmu. Apa kau akan memaafkanku?” kata Lidya dengan nafas tersengal. Aku menoleh tidak percaya.
“Apa kau serius?”
“Aku serius, Luna. Hiduplah bahagia bersama Rama,” ucapnya serius. “Dan untuk kamu Mas Rama, jangan pernah jadikan anak kita sebagai alasan. Dia akan menjadi anakmu meski kita tidak bersama. Semua ini terjadi karena salahku, sudah sepatutnya aku mengembalikanmu pada Luna.”
Aku tak dapat berkata apa-apa lagi. Rama langsung memelukku dengan begitu erat.
“Apa kau dengar, Sayang. Lidya mau melepaskanku untukmu. Kita bisa kembali bersama,” lirih Rama bahagia.
“Benarkah?” Apakah aku tidak bermimpi. Wanita bertopeng itu sungguh menyerahkan Rama untukku. Aku hampir tidak percaya.
“Benar Luna, aku sadar bahwa keegoisanku tak akan mampu membuat Rama mencintaiku. Sekeras apapun aku mencoba merebutnya, tetap tidak akan bisa. Dari awal aku sudah kalah, Rama milikmu selamanya.”
“Terima kasih ... terima kasih,” lirihku dengan linangan air mata bahagia. “Terima kasih Lidya, atas kemurahan hatimu,” imbuh Rama yang tak kalah haru denganku.
Akhirnya semua ini berakhir. Aku tak menyangka Lidya akan bermurah hati setelah aku menjahatinya. Terima kasih Tuhan, kau telah mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milikku.
TAMAT
NAMA PENA: ANARITA
Aku adalah seorang penulis novel online yang aktif di Mangatoon dan Noveltoon.
Daftar karyaku:
Hello, My Boss!
Suamiku Anak Mami,
Tali Perjodohan.
IG: @anarita_be
Suka drakor
Suka tiduran sambil napas
Hobby: Halu
Cita-cita: Mencintaimu selamanya.