Karya :
1. Imanuela
2. Gleydies
3. Savetrio
4. Yehu
"Ayah, kenapa air di sini jernih sekali? Dan kenapa tidak ada yang berani berenang sampai ke tengah?" tanya Yehu sambil mencelupkan kaki di tepi Kolam Tilanga'. Airnya sejuk, bahkan terasa menusuk, seperti dinginnya udara pagi di Tana Toraja. Kami baru saja tiba di permandian alam yang dikelilingi tebing batu kapur dan pepohonan rimbun itu. Ayah tersenyum melihat keheranan saya. "Kolam ini bukan kolam biasa, Nak," kata Ayah, sambil mencari tempat duduk yang nyaman di salah satu batu besar. "Ada penjaganya. Penjaga itu adalah Masapi. Mau dengar ceritanya?" Yehu mengangguk cepat, bersiap mendengarkan legenda di balik kejernihan air purba ini.
Ayah memulai kisah tentang seorang pemuda bernama Arung yang hidup di dekat mata air ini pada zaman dahulu. Arung adalah pemuda yang gagah, namun hatinya dipenuhi kesombongan dan keangkuhan. Kolam mata air ini, sebagai sumber kehidupan utama saat kemarau, sangat dihormati oleh masyarakat Toraja. Para tetua adat menetapkan pantangan keras: siapa pun dilarang mencemari atau mengambil isinya dengan niat buruk, karena makhluk yang menghuni dasarnya dipercaya adalah penjelmaan leluhur. Namun, Arung menganggap semua peringatan itu sebagai takhayul belaka. "Apa-apaan pantangan konyol ini? Air melimpah begini tidak boleh diambil ikannya?" gumam Arung dengan nada meremehkan, bertekad membuktikan bahwa mitos itu hanyalah omong kosong.
Pada hari yang nahas, Arung datang ke Tilanga' dengan membawa jala besar, sepenuhnya mengabaikan peringatan yang telah
diberikan. Ia menceburkan diri, dan baru saja hendak melempar jala untuk mencuri hasil air, tiba-tiba kolam yang semula tenang menjadi bergejolak hebat. Langit di atas Tilanga' menghitam, dan pusaran air yang kuat muncul. Arung merasa tubuhnya ditarik paksa ke dasar kolam. Ia berteriak panik, meminta ampun, namun hukuman itu sudah berjalan. Di bawah air yang semakin gelap, Arung merasakan perubahan yang mengerikan: tubuhnya memanjang dan menjadi licin, bersisik gelap, dan sepasang kuping kecil tumbuh di samping kepalanya. Dalam sekejap, Arung telah berubah menjadi Masapi, belut besar bertelinga, terperangkap selamanya di celah-celah batu kapur Kolam Tilanga' sebagai penjaga abadi yang dihukum atas kesombongannya.
“Jadi, masapi itu jelmaan manusia yang dihukum, Nak," Ayah menyimpulkan sambil menunjuk ke arah celah batu. Sejak kejadian itu, Masapi sangat dihormati dan dianggap sebagai penjaga kolam dan pembawa pesan keberuntungan. Masyarakat Toraja percaya bahwa Masapi tidak boleh dilukai, dipancing, atau dimakan, karena melanggar pantangan ini akan membawa musibah. Namun, Masapi juga sangat jarang menampakkan diri. Ayah menjelaskan, jika seorang pengunjung berhati bersih berhasil melihatnya, terutama jenis yang langka dengan belang putih-hitam, yang mereka sebut Masapi Bonga, maka semua harapan dan permintaan orang itu akan terkabul. Itulah sebabnya, Masapi menjadi daya tarik misterius Tilanga' hingga hari ini.
“Jadi itu sebabnya banyak yang membawa telur bebek, Yah?" tanya Yehu setelah Ayah selesai bercerita. "Betul," jawab Ayah. "Telur bebek itu persembahan dan tanda penghormatan. Itu cara kita berkomunikasi dengan alam dan penjaganya. Kita tidak boleh tamak di tempat ini. Kita hanya boleh menghormati dan menikmati kejernihan airnya, agar Masapi, si penjaga, tetap damai di sana." Yehu menatap kolam itu lagi. Airnya tampak jauh lebih dalam dan penuh misteri sekarang. Kami tidak hanya mengunjungi kolam, tapi kami telah mengunjungi rumah dari sebuah legenda, meninggalkan rasa hormat yang mendalam terhadap alam dan adat istiadat Toraja.