Kantor tempatku bekerja memang punya aura yang berbeda. Gedung bergaya 90-an itu, dengan banyak lantainya yang menjulang, selalu terasa dingin meski matahari kota sedang terik-teriknya. Desas-desus tentang keangkerannya sudah jadi makanan sehari-hari. Konon, ada penunggu perempuan berambut merah panjang yang sering menampakkan diri.
Awalnya, aku hanya menganggap itu bualan para office boy yang suka cari perhatian. Tapi, semakin lama, bulu kudukku mulai sering berdiri tanpa alasan. Terutama saat lembur sendirian di lantai enam. Suara-suara aneh, seperti bisikan lirih, seringkali menyapa telingaku.
Cerita yang beredar semakin menambah ngeri. Katanya, hantu itu adalah arwah penasaran istri pemilik kantor ini. Dulu, si pemilik dikabarkan berselingkuh dengan seorang wanita lain saat istrinya tengah berjuang melawan penyakit aneh yang menggerogoti tubuhnya. Penyakit yang tak pernah jelas apa penyebabnya, hingga akhirnya mengambil nyawa wanita itu.
Suatu malam, aku harus menyelesaikan laporan penting. Kantor sudah sepi, hanya ada aku dan suara ketikan keyboard yang memecah keheningan. Tiba-tiba, lampu di ruanganku berkedip-kedip. Aku menoleh, mencoba mencari sumber masalah.
"Halo?" sapaku, meski tahu tak ada siapa-siapa.
Tiba-tiba, aroma melati menyeruak ke hidungku. Aroma yang sangat kuat, hingga membuatku mual. Aku mencoba mengabaikannya, kembali fokus pada layar komputer. Namun, semakin lama, aroma itu semakin pekat.
Kemudian, aku mendengar suara langkah kaki. Bukan langkah kaki biasa, tapi seperti suara kaki yang diseret. Aku menelan ludah, jantungku berdegup kencang. Aku memberanikan diri untuk menoleh.
Di ujung lorong, aku melihatnya. Sosok perempuan berambut merah panjang, berdiri membelakangiku. Rambutnya menutupi seluruh wajahnya. Dia berdiri diam, tapi aku bisa merasakan tatapannya itu.
Aku membeku, tak bisa bergerak. Mulutku terasa terkunci, tak bisa mengeluarkan suara. Aku hanya bisa menatap sosok itu dengan tatapan kosong.
Perlahan, sosok itu berbalik. Wajahnya pucat pasi, dengan mata merah menyala. Bibirnya menyunggingkan senyum mengerikan.
"Kau... melihatku?" bisiknya, suaranya serak dan berat.
Aku tak bisa menjawab. Aku hanya bisa mengangguk lemah.
"Kau... akan... merasakan... apa... yang... kurasakan," lanjutnya, suaranya semakin dekat.
Aku mencoba berteriak, tapi suaraku tercekat di tenggorokan. Aku mencoba berlari, tapi kakiku terasa terpaku di lantai. Sosok itu semakin mendekat, semakin mendekat, hingga...
Tiba-tiba, aku terbangun. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhku. Aku melihat sekeliling, aku masih berada di ruanganku. Lampu masih menyala, komputer masih menyala.
"Mimpi?" gumamku, mencoba menenangkan diri.
Namun, aroma melati masih tercium jelas di hidungku. Aku menoleh ke arah jendela. Di sana, di balik kaca, aku melihat bayangan perempuan berambut merah panjang, tersenyum padaku.
Dan di telingaku, aku mendengar bisikan lirih, "Kau... tidak... akan... pernah... bisa... lari..."