Setahun lalu, langkahku memasuki gerbang kos untuk pertama kalinya. Bukan hanya sekadar mencari kemandirian dan ketenangan, tapi juga melarikan diri dari bayang-bayang masa lalu. Aplikasi pencari kos telah membawaku ke tempat ini, salah satu dari tiga pilihan yang sempat kukunjungi. Kos ini memang tampak paling sepi, tapi entah kenapa, ada tarikan aneh yang membuatku memilihnya.
Malam pertama itu sunyi mencekam. Kamar kosku, nomor 13, terasa dingin meski jendela sudah kututup rapat. Lampu remang-remang menambah kesan suram. Aku mencoba menepis perasaan aneh itu dengan memeriksa laporan kerja, tapi pikiran tetap melayang. Tiba-tiba, suara gesekan menyeret terdengar dari kamar sebelah yang kosong. Bulu kudukku meremang.
"Ah, mungkin hanya tikus," gumamku mencoba menenangkan diri.
Namun, suara itu semakin jelas, seperti ada yang menyeret kursi atau meja. Aku memberanikan diri mengintip dari celah pintu. Gelap. Tak ada apa pun. Aku kembali ke tempat tidur, mencoba mengabaikan suara-suara aneh itu.
Saat tengah malam, aku terbangun karena suara tangisan seorang wanita. Suaranya pilu, seperti meratapi kehilangan yang mendalam. Tangisan itu semakin lama semakin dekat, seolah-olah wanita itu berada tepat di depan kamarku. Aku menutup telinga dengan bantal, berharap suara itu segera menghilang.
Pagi harinya, aku bertanya pada ibu kos tentang kamar sebelah dan suara tangisan semalam. Ibu kos hanya tersenyum misterius.
"Oh, itu... mungkin hanya perasaanmu saja, Dek. Kamar itu memang sudah lama kosong," jawabnya dengan nada aneh.
Malam-malam berikutnya, kejadian aneh terus berlanjut. Suara gesekan, tangisan wanita, dan bayangan-bayangan aneh yang sering kulihat di sudut kamar. Aku mulai merasa tidak nyaman dan ketakutan. Aku mencoba mencari tahu tentang sejarah kos ini, tapi tak ada seorang pun yang mau bercerita.
Suatu malam, saat aku sedang menyiapkan presentasi kerja, tiba-tiba lampu mati. Kamar menjadi gelap gulita. Aku meraba-raba mencari korek api dan lilin. Saat lilin menyala, aku melihat bayangan seorang wanita berdiri di depan pintu. Wajahnya pucat, matanya kosong. Dia menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.
Aku terdiam membeku, tak bisa bergerak atau berbicara. Wanita itu perlahan mendekat, tangannya terulur ke arahku. Aku menjerit sekuat tenaga, lalu semuanya menjadi gelap.
Pagi harinya, aku terbangun di tempat tidurku. Lampu sudah menyala, dan semua tampak seperti biasa. Aku merasa lega, mungkin semua itu hanya mimpi buruk. Tapi, saat aku bercermin, aku melihat ada bekas cakaran di leherku. Bekas cakaran yang masih baru dan merah.
Siapakah wanita itu? Apa yang sebenarnya terjadi di kos ini? Dan mengapa aku menjadi targetnya?