Aku masih ingat hari itu, ketika aku memutuskan untuk mengunjungi Masjid Tua di desa kami. Bukan karena aku religius, melainkan karena aku seorang jurnalis muda yang haus akan cerita. Desas-desus tentang masjid itu sudah sering kudengar. Mereka bilang, setiap senja, ada bisikan aneh yang melayang dari dalam, seolah-olah masjid itu sendiri yang berbicara.
Aku tiba saat matahari mulai tergelincir di ufuk barat. Masjid itu berdiri kokoh, dindingnya kusam dimakan usia, dan menaranya tampak seperti jari telunjuk yang menuding langit. Aku merasakan hawa dingin yang aneh, seolah-olah udara di sekitar masjid jauh lebih dingin dari tempat lain.
Di halaman, aku melihat seorang laki-laki tua sedang menyapu daun-daun kering. Wajahnya keriput, dengan sepasang mata yang tampak kosong, seolah melihat sesuatu yang tidak bisa kulihat. Aku mendekatinya, memperkenalkan diri, dan langsung bertanya, "Pak, ada yang bilang masjid ini punya rahasia. Apa benar?"
Laki-laki tua itu berhenti menyapu. Dia menatapku, bukan dengan tatapan curiga, melainkan dengan tatapan lelah. "Ada yang terjebak di sini," katanya dengan suara serak, "dan dia ingin keluar."
Mendengar itu, bulu kudukku meremang. Aku mencoba menelusuri setiap sudut masjid. Ketika aku mencari, aku menemukan keanehan pertama. Ada bekas goresan pada salah satu pilar kayu, seperti jejak kuku yang panjang. Aku mencoba memotretnya, tapi kameraku tiba-tiba mati.
Keesokan harinya, aku pergi ke perpustakaan desa. Aku mencari arsip-arsip lama tentang masjid itu dan menemukan sebuah foto hitam putih yang usianya mungkin puluhan tahun. Di foto itu, masjid memiliki sebuah pilar ukir yang indah di tengahnya, pilar yang sama sekali tidak ada sekarang. Pilar itu penuh dengan ukiran kaligrafi yang rumit. Aku bertanya kepada pustakawan, tetapi dia hanya menggelengkan kepalanya. "Pilar itu sudah lama hilang," katanya, "tapi tidak ada yang tahu ke mana."
Malamnya, aku kembali ke masjid. Aku yakin rahasia itu ada hubungannya dengan pilar yang hilang. Aku masuk melalui jendela yang tidak terkunci, dan kegelapan langsung menelanku. Aku menyalakan senter, dan di tengah ruangan yang kosong, aku melihat sebuah buku tua yang tergeletak di lantai. Buku itu adalah buku harian pendiri masjid. Aku membukanya dengan tangan bergetar, dan halaman pertama membuat jantungku berdegup kencang.
"Kami telah menyegelnya... jiwa-jiwa yang haus akan balas dendam. Pilar ini adalah kunci untuk menjaga mereka tetap terkunci. Jika pilar ini rusak atau dipindahkan, bencana akan datang."
Aku menyadari bahwa bisikan itu bukanlah dari masjid, melainkan dari jiwa-jiwa yang terperangkap di dalamnya. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari belakangku. Aku membalikkan badan, dan jantungku seolah berhenti berdetak. Di sana, di ambang pintu, berdiri laki-laki tua itu. Namun, matanya tidak lagi kosong. Mata itu bersinar merah, penuh amarah. "Kau tidak seharusnya di sini," desisnya. "Kau membangunkan mereka."
Di bawah cahaya senterku, pilar-pilar lain di masjid mulai bergetar. Goresan-goresan di pilar yang kulihat sebelumnya mulai bercahaya. Bisikan-bisikan menjadi lolongan yang menyakitkan. Aku tahu aku dalam bahaya. Laki-laki tua itu ternyata bukan penjaga masjid, melainkan salah satu keturunan yang ditugaskan untuk menjaga rahasia itu dari siapapun.
Aku tahu aku harus mengembalikan apa yang hilang. Aku melarikan diri dari masjid, membawa serta buku harian itu. Aku mencari ke seluruh desa, menanyakan setiap orang. Aku tahu pilar itu ada, tapi disembunyikan. Aku berhasil menemukannya, sebuah pilar yang terkubur di bawah tanah makam lama. Dengan bantuan seorang sesepuh desa yang tahu cerita sebenarnya, kami berhasil mengembalikan pilar itu ke tempatnya semula.
Saat pilar itu kembali, hawa dingin dan bisikan mengerikan itu lenyap. Laki-laki tua itu menemuiku di luar, matanya kembali normal. Dia mengangguk pelan. "Kau telah menyelamatkan kami," katanya. "Rahasia itu harus tetap terjaga."
Aku tidak pernah memublikasikan ceritaku tentang Masjid Tua itu. Aku menyadari bahwa tidak semua rahasia harus diungkapkan. Kadang, menjaga sebuah rahasia adalah bagian dari sebuah kehormatan. Dan aku tahu, aku telah menemukan sesuatu yang lebih berharga dari sekadar sebuah cerita: sebuah pelajaran tentang keberanian dan pengorbanan yang tak terlihat.