Pagi itu Gilang sedang duduk di kantin kampus dengan wajah panik. Ponselnya penuh chat dari ibunya:
📩 “Lang, jangan lupa minggu depan bawa pacar ke rumah. Mama udah janji sama Tante Sari mau kenalin kamu berdua.”
“Mama nggak mau alasan lagi. Pokoknya bawa pacar, titik.”
Masalahnya, Gilang tidak punya pacar. Bahkan, mendekati cewek saja ia suka grogi.
“Kenapa muka lo kayak abis ditolak KPU?” suara nyaring muncul. Citra, temannya sejak SMA, duduk di depannya sambil membawa es teh jumbo.
“Cit, tolongin gue,” kata Gilang putus asa.
“Apaan lagi? Jangan bilang lo butuh contekan skripsi.”
“Bukan. Gue… butuh pacar sewaan.”
Citra hampir nyembur es tehnya. “Apaan?! Lo kira gue jasa sewa badut ulang tahun?”
“Serius, Cit. Kalau gue nggak bawa pacar, nyokap bakal jodohin gue sama anak temennya. Please, jadi pacar pura-pura gue seminggu aja.”
Citra menyipitkan mata. “Terus gue dapet apa?”
“Gratis makan bakso tiap hari?” tawar Gilang setengah mati.
Citra pura-pura mikir serius, lalu mengangguk. “Deal"
Hari pertama pura-pura pacaran, Citra langsung bikin Gilang malu setengah mati. Di depan teman-teman kampus, ia teriak kencang
“Sayang, jangan lupa minum vitamin biar nggak gampang masuk angin, yaaa~”
Semua orang menoleh. Gilang hampir menelan sendok baksonya.
“Cit! Lo pelanin dikit napa?” bisiknya dengan muka merah.
“Tugas pacar itu perhatian, Lang,” jawab Citra dengan muka tak bersalah.
Saat berkunjung ke rumah Gilang, Citra semakin menjadi-jadi.
“Bu, tau nggak? Gilang tuh kalau tidur ngoroknya kayak kereta api. Kenceng banget!”
Ibu Gilang ngakak. “Ya ampun, beneran, Nak Citra?”
“Bener, Bu. Kadang saya sampe pake headset biar bisa tidur.”
Gilang hampir pingsan. “Citraaa!”
Meski awalnya hanya pura-pura, lama-lama Gilang sadar ada yang berubah. Setiap kali Citra ketawa lepas, hatinya ikut hangat. Setiap kali Citra usil, ia tak bisa benar-benar marah. Dan ketika melihat Citra akrab dengan ibunya, ia bertanya-tanya:
“Kalau semua ini nyata, rasanya bakal seenak ini juga nggak, ya?”
Sementara itu, Citra diam-diam juga bingung. Ia hanya berniat bercanda, tapi lama-lama senyuman kaku Gilang mulai terasa… manis.
Seminggu berlalu. Saat giliran pulang dari rumah Gilang, Citra mendesah. “Oke, Lang. Kontrak pacar sewaan kita selesai. Gue bebas, kan?”
Entah kenapa, dada Gilang terasa sesak. Ia ingin bilang “jangan selesai,” tapi lidahnya kelu.
Akhirnya, saat Citra mau masuk angkot, Gilang spontan teriak
“Cit! Gue seriusan… jangan cuma pura-pura. Jadi pacar beneran gue, ya?”
Orang-orang di sekitar langsung noleh, ada yang ketawa, ada yang tepuk tangan. Citra bengong, wajahnya merah padam.
“Yaelah, Lang… bikin malu aja!” Tapi senyum di bibirnya nggak bisa hilang.
Dan sejak hari itu, pacar sewaan berubah jadi pacar sungguhan—meski Gilang tetap harus siap menanggung kejahilan Citra seumur hidup.