Disebuah sekolah. Terdapat seorang gadis sedang berdiri didepan pagar sekolahnya. Gadis itu terlihat cemberut, ia masih tak menyangka jika hari ini akan turun hujan. Iya masih ingat betul wajah abangnya yang sumringah ketika mengetahui pagi ini nampak cerah. Tapi, nyatanya? Sial! Cuaca ternyata tidak sedang bersahabat dengan dirinya.
Beberapa detik setelah bel pulang dibunyikan, hujan pun turun begitu deras. Ia yang tidak membawa payung, kini harus merelakan tubuhku basah kuyup oleh air hujan.
Setelah sekian lama menunggu akhirnya angkot langganan yang selalu mengantar jemputnya datang juga. Tak peduli ada banyak penumpang, ia yang sudah terlanjur kesal terus mengoceh seperti burung beo yang kelaparan.
Begitu sampai di rumah ia pun segera berlari karena sudah tidak tahan dengan hawa dingin yang sudah berhasil mencubiti kulit dan membuat ngilu persendiannya. Lalu ia melempar semua barang nya kelantai begitu saja.
Lalu ia langsung menghempaskan tubuhnya begitu saja ke atas sofa empuk yang tergeletak di ruang tamu. Lalu ia mendapati uminya berjalan mendekat kearahnya. Ia menyambut gadis itu dengan senyum yang amat menawan. Penuh kasih sayang. Ia pun duduk di samping gadis itu.
"Assalamu'alaikum. Anak umi sudah pulang rupanya," ucap uminya sembari mengelus rambut gadis itu yang basah kuyup dengan sehelai handuk. Sama seperti biasa, uminya selalu bisa menciptakan sebuah sentuhan ajaib, dengan penuh kehangatan dari tangan pejuang nan lembut itu. Ia benar-benar bisa menikmati tiap aliran cinta kasih merasuk kedalam tubuhnya yang sedang menggigil.
Namun, ia masih terlanjur dongkol dan marah pada uminya karena tidak membawakannya payung. Sebenarnya ada satu hal lain yang lebih membuat ia amat dongkol. dua hari yang lalu, ia meminta uminya untuk di belikan sebuah baju keren yang sedang viral dipakai oleh teman-temannya. tapi uminya ceramah panjang lebar. Hal itulah yang membuat kupingnya berasap. Gadis itu memutuskan untuk tetap diam seribu bahasa. Tak ada satu pun kata yang terlontar dari mulutnya, hanya ada bibir yang membiru dan wajah yang membeku.
Sepertinya uminya dapat membaca pikiran gadis itu. Mungkin uminya tahu gadis itu masih marah dengannya. Uminya tak memerahi gadis itu, sama sekali tidak.
"Anak gadis umi yang paling manis ini akan terlihat lebih manis kalau tidak cemberut loh," ucap uminya mengusir keheningan. Aku masih tetap bungkam. Kini, raut wajah ku makin muram.
"Kalau tidak mau kehujanan lagi, selalu simpan payung didalam tasmu ya sayang. Oh ya, kalau begitu Vania segera hangatkan badan ya..umi sudah siapkan semuanya."
"Ah! Umi bisanya cuma ceramah, ceramah, dan ceramah terus...kuno miii!" Ucap gadis itu setengah membentak.
Ia pun berlalu begitu saja meninggalkan uminya sendiri. Ya, sendiri bersama barang-barangnya yang berserakan di lantai tentunya.
***
Malam semakin larut, namun mata dari seorang gadis masih saja terbuka. Masih saja tenggelam dalam layar laptop yang kian lelah. Jemari-jemarinya pun masih belum bosan berada dengan tombol laptop. Iya harus menyelesaikan skripsi malam ini juga. Rasa ngantuk mendorongnya untuk menuju ke arah dapur. lalu, iya membuat secangkir kopi hitam untuk mengusir ngantuk. Ia pun kembali melangkahka menuju kamarnya. Namun, langkahnya terhenti dan pandangannya teralihkan pada sebuah buku catatan kecil yang tergeletak di dekat meja makan. Iya rasa ini milik uminya. Karena takut ketahuan, ia pun segera berlari menuju kamarnya.
Dengan sangat hati-hati, ia pun mulai membuka lembar demi lembar buku catatan itu. Ia melihat lekat-lekat buku catatan itu. Ternyata benar! Ini memang buku harian milik uminya. Ia tercengang. Lalu, ia pun mulai membaca. buku harian yang indah ia rasa, apa pasalnya? ya, selain tulisan uminya yang memang bagus, bahasa uminya pun amat indah bak penyair yang sudah terkenal. Hmm, tunggu sebentar! Ada sesuatu yang janggal dari buku harian umi ini. Diantara kertas-kertas putih mulus itu ada sebuah kertas kumal berbentuk perahu yang membatasi halaman kosong dengan halaman yang sudah berisi tulisan. Ia mencoba untuk untuk membuka kertas lusuh itu perlahan. tulisannya sudah agak luntur terkena air. Namun, masih bisa ia baca.
Dear Allah,
Sama seperti malam-malam sebelumnya
Kusempatkan menulis ini
Untuknya, kunang-kunang kecil penerang
Pintu hati kami
Sama seperti malam-malam sebelumnya
kusempatkan lantunkan sebait doa
Untuknya, pelita hati kami yang amat
Kami cintai
Sama seperti malam-malam sebelumnya
Perahu kertas ini selalu berlayar
Mencari tempat berlabuh yang layak
Sama seperti malam-malam sebelumnya
Perahu kertas ini selalu berisi doa yang
Sama:
Ya Allah Tuhan kami, ampunilah segala khilafnya, dosa-dosanya. 'Ah', yang pernah terlontar dari bibirnya janganlah menjadi sebuah penghalang untuknya menikmati keagungan surgamu. Biarlah rasa perih ini lenyap dengan sendiri, bak debu yang ditelan ganasnya dunia. jadikanlah kunang-kunang mungilku ini tumbuh menjadi wanita sholeha yang lemah lembut, penerang hati bagi setiap insan. bukalah mata hatinya ya Allah. Aamiin.
Umi always love you, Vania.
Butir air matanya mulai berjatuhan menciptakan gerimis. Lalu, meluap menjadi bah yang amat besar melewati pipinya. Kata-kata ajaib uminya benar-benar menusuk ulu hati, iya merasakan tamparan yang teramat dahsyat. Ia menguap menjadi debu-debu yang bertebaran amat merana. Ia memang sama sekali tak berarti titik namun, amat berarti bagi umi.
***
"Assalamu'alaikum" ucap seorang gadis sembari mengetuk pintu rumah Ayla.
"Wa'alaikumsalam. Eh, ada Vania.ayo masuk va."
"Iya terima kasih titik aku mau curhat ay, kayaknya lebih enak curhat di taman deh ay."
"Oh baiklah," ucap Ayla dihiasi sepotong senyum yang menentramkan.
"Omong-omong ada apa fah kamu ke rumahku? Matamu sembab sekali? Ada masalah ya? Cerita dong sama aku,"ucapnya cerewet, namun itulah yang membuat gadis itu betah berlama-lama dengan sahabat terbaiknya ini.
"Iya ay aku ada masalah. aku salah ay. aku berdosa. Dosa besar," ucapnya sembari mengulurkan kertas lusuh itu kepada Ayla.
Air mata gadis itu kembali mengalir begitu deras hingga membasahi kaos oblong dan mengenai jeans pensilnya. Ayla memeluknya amat erat titik kerudung yang ia kenakan seketika itu juga menjadi basah kuyup karena air mata kami yang tak bisa dibendung titik namun, itu sedikit banyak sudah bisa meringankan beban gadis kecil itu titik ya, walau hanya sejenak. Dengan kebijaksanaannya Ayla manasehati Vania agar benar-benar meminta maaf kepada Allah dan uminya serta memperbaiki sikapnya. Ayla juga menyarankan agar Vania membahagiakan uminya dengan cara sederhana namun dapat membuat buminya selalu tersenyum, bahagia titik iya memang sahabat terbaik Vania. Dan akan selalu menjadi sahabat terbaik.
***
Hari ini tepat 20 tahun perkawinan uminya dan ayahnya. Saya akan mencoba membuat sebuah kado sederhana namun istimewa untuk hari ulang tahun pernikahan mereka.
Sengaja ia meletakkan sepucuk surat di atas meja makan berisi himbauan agar uminya, ayahnya, dan abangnya pergi ke surau dekat danau.
Mereka pun akhirnya datang. Ia segera menyelinap di belakang pohon akasia besar titik lalu, ia menyuruh Danu, si pemulung cilik yang jago ngaji itu untuk menemui mereka dan mengajaknya ke tepi danau titik Mereka pun menuruti kemauan Danu. Ia pun segera berlari sekuat tenaga menghampiri mereka.
"Umi, ayah, Abang lihatlah ke belakang!"
Kudapati wajah mereka yang terkejut dan amat bahagia karena melihatku memakai hijab."subhanallah anak gadis Unis amat anggun," ucap uminya lalu memeluk gadis itu dengan sangat erat. Lalu, keluarlah ayla membawa cupcake istimewa yang di atasnya dihiasi lilin kecil.
ia pun mendekatkan uminya dan Abinya untuk duduk berdua mengenang masa lalu titik namun, Mereka menolak titik mereka lebih tertarik mendengar cerita kami yang penuh hidayah itu titik kami pun tertawa bahagia bersama-sama. Iya pun berbisik di telinga uminya.
"Umi, jangan pernah pergi ya seperti uminya Danu, Vania janji insya Allah akan jadi wanita sholehah yang umi inginkan dan berusaha untuk selalu bersyukur. Maafkan Vania ya mi..."uminya hanya mengangguk, tersenyum, dan memeluknya.
Amat damai ia rasa. lagi-lagi sentuhan ajaib uminya berhasil membuat hati gadis itu amat mengembang. dan akan selamanya begitu. terima kasih umi. Vania always love you,umi.