Mentari pagi menyelinap malu di antara celah dedaunan, menerangi debu yang menari-nari di udara. Aku berdiri di bawah naungan kubah masjid, merasakan kesejukan yang menenangkan. Kubah itu, dengan arsitektur sederhana namun anggun, selalu menjadi tempatku mencari ketenangan.
Masjid ini adalah saksi bisu perjalanan hidupku. Di sinilah aku belajar mengaji, mengenal huruf-huruf hijaiyah yang membentuk kata-kata suci. Di sinilah aku pertama kali merasakan getaran spiritual, saat mengikuti shalat berjamaah bersama keluarga dan temanku. Masjid ini adalah rumah keduaku.
Namun, kehidupan tak selalu berjalan mulus. Badai datang menerjang, menguji keyakinan dan keteguhan hatiku. Aku sempat menjauh dari masjid, terhanyut dalam hiruk pikuk dunia. Aku lupa pada janji-janjiku, pada nilai-nilai yang dulu kutanam dalam hati.
Suatu malam, aku terbangun dengan perasaan hampa. Aku merasa kehilangan arah, kehilangan pegangan. Aku teringat pada masjid, pada kubah yang selalu menaungiku. Aku memutuskan untuk kembali.
Saat tiba di masjid, aku melihat seorang kakek sedang duduk bersandar di tiang, membaca Al-Quran dengan suara lirih. Aku mendekat, dan kakek itu menyambutku dengan senyum hangat. Kami berbincang-bincang, dan kakek itu memberikan nasihat yang menyejukkan hati.
"Nak, hidup ini memang penuh dengan cobaan. Tapi jangan pernah menyerah. Ingatlah selalu pada Tuhan, dan kembalilah pada-Nya saat kau merasa tersesat," kata kakek itu.
Kata-kata kakek itu menyentuh hatiku. Aku merasa seperti mendapatkan pencerahan. Aku menyadari bahwa selama ini aku telah salah jalan. Aku telah melupakan Tuhan, melupakan masjid, melupakan diriku sendiri.
Aku kembali mengikuti shalat berjamaah, merasakan kedamaian yang sudah lama hilang. Aku kembali membaca Al-Quran, meresapi setiap ayat yang kubaca. Aku kembali menjadi diriku yang dulu, seorang anak kecil yang polos dan penuh cinta.
Di bawah naungan kubah masjid ini, aku menemukan kembali jati diriku. Aku menemukan kembali Tuhan, menemukan kembali kedamaian. Aku bersyukur atas kesempatan kedua yang diberikan kepadaku.
Kubah masjid ini bukan hanya sekadar bangunan. Ia adalah simbol harapan, simbol kekuatan, simbol cinta. Ia adalah tempat di mana aku selalu bisa menemukan jalan pulang.
(end)
Author:fida