Sejak hilangnya empat remaja itu, warga makin takut mendekati pabrik. Polisi pernah datang untuk menyelidiki, tapi hasilnya nihil. Mereka hanya menemukan tas, sepatu, dan ponsel yang tergeletak di lantai berdebu. Rekaman terakhir di ponsel itu hanya berupa suara teriakan, lalu gelap.
Namun rasa penasaran tak pernah benar-benar hilang. Seorang jurnalis muda bernama Raka, yang gemar memburu kisah misteri, memutuskan untuk menyelidikinya. Ia datang malam hari, membawa kamera dan alat perekam suara.
Begitu masuk, suasana pabrik terasa lebih hidup dari yang ia bayangkan. Mesin-mesin berkarat bergemuruh pelan, seakan baru saja dipakai. Langkah Raka menggema, tapi anehnya ada langkah lain yang mengikuti—padahal ia sendirian.
Di aula utama, ia menemukan jejak tangan berdarah di dinding, membentuk garis panjang menuju tangga bawah tanah. Dengan nekat, ia mengikuti jejak itu.
Tangga tersebut berakhir di sebuah ruangan gelap penuh rak-rak besi. Di sana, Raka melihat sesuatu yang membuat tubuhnya kaku:
Empat sosok remaja yang hilang… masih dengan pakaian yang sama, berdiri membelakanginya. Tubuh mereka kaku seperti manekin.
Raka berusaha memanggil, namun saat salah satu menoleh, wajahnya pucat membiru, matanya kosong. Dari mulut mereka keluar bisikan serempak:
"Kamu… selanjutnya…"
Lampu kamera Raka berkedip, lalu mati. Dalam kegelapan, ia merasakan ada tangan dingin yang meraih bahunya.
Dan setelah malam itu, pabrik kembali menelan satu nyawa lagi.
Orang-orang mulai percaya, pabrik itu bukan sekadar tempat terbengkalai—tapi kuburan yang selalu haus jiwa baru.
---