Di pinggiran kota, berdiri sebuah pabrik tekstil yang sudah puluhan tahun terbengkalai. Jendelanya pecah, pintunya berkarat, dan dindingnya dipenuhi lumut. Warga sekitar menyebutnya Pabrik Bisikan, karena setiap malam terdengar suara-suara aneh dari dalam.
Suatu malam, empat remaja nekat masuk ke pabrik itu hanya untuk membuktikan kalau semua cerita hanyalah omong kosong. Mereka membawa senter dan ponsel untuk merekam.
Begitu melangkah ke dalam, udara berubah dingin menusuk. Bau kain lembap bercampur dengan aroma besi berkarat membuat dada sesak. Di salah satu ruangan, masih ada mesin-mesin tua berdiri kaku, seperti menunggu untuk dipakai kembali.
Tiba-tiba, mesin pintal yang sudah berdebu berputar sendiri. Senter mereka bergetar, dan suara-suara berbisik muncul dari kegelapan:
"Jangan di sini… pergi…"
Namun bisikan itu makin lama berubah jadi jeritan panjang, membuat bulu kuduk merinding. Salah satu remaja, Dira, menyorotkan lampu ke arah mesin. Sekilas ia melihat bayangan wanita dengan wajah tertutup kain putih, berdiri di antara roda mesin berputar.
Wanita itu menoleh. Dari balik kain, tampak mata hitam pekat menatap mereka.
Mereka lari panik menuju pintu keluar, tapi pintu besi yang tadi terbuka kini terkunci rapat. Suara langkah berat terdengar mendekat, seolah ada sesuatu yang menjaga agar tidak ada yang bisa keluar.
Satu per satu lampu senter mati. Yang tersisa hanyalah kegelapan… dan bisikan yang kini terdengar tepat di telinga mereka:
"Kalian sekarang bagian dari pabrik ini."
Dan sejak malam itu, pabrik tua itu kembali sunyi. Tapi beberapa warga mengaku sering melihat bayangan empat anak muda berdiri di balik jendela pecah, melambai minta tolong—namun tak pernah bisa keluar.
---