Di bawah langit yang kelabu, di kota yang membusuk karena korupsi, hiduplah Cielo Dmitry. Ia adalah putra dari seorang pejabat yang bergelimang harta, namun kekayaan itu dibangun di atas penderitaan rakyat. Setiap hari, Cielo menyaksikan ayahnya merayakan kesuksesan yang semu, sementara di luar sana, jeritan kelaparan dan kemarahan semakin nyaring. Kriminalitas merajalela. Jalanan menjadi labirin yang menakutkan, dan harapan menjadi komoditas langka.
Cielo, dalam keputusasaannya, sering kali menyusuri sudut-sudut gelap kota, mencari jawaban yang tidak pernah ia temukan di rumah. Ia merasa seperti tawanan dalam penjara emas, terisolasi dari dunia nyata. Hingga suatu malam, ia bertemu dengan Jovan Kendrick.
Jovan adalah anomali. Ia memiliki senyum yang tulus, sepasang mata yang dalam, dan suara yang menenangkan. Jovan bekerja sebagai relawan di sebuah panti asuhan, membantu anak-anak yang ditinggalkan oleh nasib buruk. Bagi Cielo, Jovan adalah secercah cahaya di tengah kegelapan, seseorang yang ia bisa andalkan untuk melarikan diri dari kesendirian. Mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama, tertawa, dan berbagi mimpi. Jovan, tanpa disadari, telah menjadi satu-satunya tempat Cielo bisa menjadi dirinya sendiri.
Namun, di balik kebaikan itu, Jovan menyimpan rahasia kelam. Ia adalah "Nachtkiller", sang pembunuh berantai yang ditakuti, hantu yang menghantui para pejabat korup. Di siang hari, ia adalah pahlawan bagi anak-anak terlantar, tetapi di malam hari, ia adalah malaikat maut yang menuntut keadilan. Korban-korbannya adalah orang-orang seperti ayah Cielo—penjabat, pebisnis, dan siapa pun yang menginjak-injak kebenaran demi keuntungan. Tidak ada yang mengetahui identitasnya, tidak ada yang bisa menangkapnya.
Suatu hari, berita besar muncul di televisi: ayah Cielo menjadi korban pembunuhan. Jantung Cielo terasa diremas, bukan karena duka, melainkan karena ia tahu siapa pelakunya. Di salah satu sudut ruangan, ia melihat Jovan menatap layar dengan sorot mata yang dingin. Seketika, semua kepingan teka-teki itu bersatu. Senyum tulus, mata yang dalam, suara yang menenangkan... itu semua adalah topeng. Di baliknya, ada seorang pembunuh.
Cielo merasa dunianya hancur. Ia mencintai seorang pembunuh. Seseorang yang telah mengambil nyawa ayahnya. Jovan, melihat wajah Cielo yang pucat, mendekatinya. Ia tidak mencoba menyangkal. Ia mengakui segalanya, tanpa penyesalan.
"Aku tahu ini sulit untukmu, Cielo," ucap Jovan dengan suara serak. "Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Orang-orang ini telah mengambil segalanya dari kita. Dari mereka yang tidak punya apa-apa."
Cielo menatap Jovan, matanya berkaca-kaca. Ia tidak bisa membenci Jovan. Ia tidak bisa melupakan saat-saat kebahagiaan yang telah mereka bagi. Di satu sisi, ia tahu Jovan adalah pembunuh yang harus dikejar. Di sisi lain, ia melihat Jovan sebagai korban dari sistem yang busuk ini.
"Kenapa kau memilihku?" tanya Cielo.
"Karena kau... kau berbeda," jawab Jovan. "Kau tidak seperti mereka. Kau adalah kebaikan di tengah kejahatan. Kau adalah alasan mengapa aku masih percaya bahwa dunia ini masih layak diselamatkan."
Malam itu, Cielo harus membuat pilihan yang paling sulit dalam hidupnya. Melaporkan Jovan dan menyerahkannya kepada hukum, atau melindunginya dan ikut menjadi bagian dari rahasia yang mengerikan ini?
Di luar jendela, hujan turun dengan deras. Sama seperti air mata Cielo. Ia memeluk Jovan erat-erat, membiarkan tubuhnya bergetar. Hati mereka, yang tadinya penuh dengan cinta, kini dipenuhi oleh dilema yang rumit. Cinta mereka lahir dari kehancuran, dan kini, kehancuran itu menguji kekuatan cinta mereka. Di tengah kota yang penuh dosa, cinta mereka adalah satu-satunya harapan... dan juga sumber keputusasaan.