🌑 Langit Tholugis malam itu... tenang. Terlalu tenang.
Zeline berdiri di puncak Menara Akhiris, memandangi gemerlap kota yang dilindungi oleh sihir kristal. Di tangannya, cincin natural white topaz bersinar lembut. Tapi bukan keindahannya yang membuat napasnya sesak, melainkan kenyataan bahwa kristal itu akan mengakhiri hidup seseorang malam ini.
Di balik suara angin, langkah pelan terdengar. Luan jalan mendekati Zeline.
Zeline bertanya, “Lo masih mikir buat gantiin gue?” suaranya lirih, tapi penuh luka.
Luan menatapnya dalam. “Kalo pilihan gue bisa bikin lo hidup, ya... Gue nggak akan mikir dua kali.”
---
🌒 Seminggu sebelumnya, organisasi operois menemukan kode kuno dalam arsip vampir tertua. Kode itu menyebutkan:
> “Untuk mengakhiri kutukan bulan merah, satu jiwa suci harus menyatu dengan kristal kehidupan.”
Zeline bersedia menjadi jiwa suci itu. Kemudian Neva, yang saat itu sedang terluka parah di rumah sakit, memohon agar Zeline tidak ikut dalam ritual itu. “Lo bukan pengorbanan, Zel. Lo harapan terakhir kita. Gue yang lebih pantas.”
“Tapi cincin ini milik gue, Nev,” balas Zeline. Ia menegaskan, “Gue yang harus tanggung jawab.”
Sementara Abrian, yang dulu pengkhianat, kini justru membantu dari balik bayang-bayang. Dia diam-diam menyusup ke kastil vampir demi mencuri Blood Key—kunci aktifasi kristal terakhir.
“Kenapa lo bantuin kita sekarang?” tanya Varsha dengan curiga.
Abrian hanya menjawab satu hal:
> “Gue udah kehilangan banyak hal... Jangan sampai lo semua kehilangan Zeline juga.”
---
🌕 Ritual dimulai.
Zeline berdiri di tengah lingkaran kristal, tubuhnya disinari cahaya putih. Neva memegang buku mantra, Varsha menjaga perimeter dari pasukan iblis yang mulai mendekat. Di kejauhan, Luan sedang bertarung habis-habisan dengan pemimpin vampir yang dikenal dengan ‘General Vallir’.
Ketika nyawa Zeline mulai terserap, Luan tiba-tiba melesat ke tengah lingkaran dan mendorong Zeline keluar.
Zeline kaget, “GILA LO YA! BIARIN GUE SELESAIN INI.” teriaknya
“Kristalnya salah. Gue udah hidup cukup lama, Zel. Sekarang giliran lo yang milih hidup.”
Zeline menangis. Tapi sebelum bisa menahan, cahayanya jadi menyambar ke tubuh Luan. Cincinnya pecah. Kristal putih berubah menjadi debu terang.
Kutukan bulan merah pun pecah. Langit bersinar. Dunia kembali pulih.
Namun... Luan meninggalkan kami semua...
---
☀️ Seminggu setelahnya, organisasi operois membangun monumen untuk mengenang pahlawan malam itu.
Zeline berdiri di depan batu peringatan, membawa camilan kesukaan Luan—croissant isi keju.
“Gue nggak tau lo denger atau enggak... Tapi lo harus tau. Gue gak cuma selamat karena lo. Gue jadi ‘gue’... karena lo.”
Varsha menepuk pundaknya. Neva berdiri di samping dengan mata berkaca-kaca.
“Zeline,” ucap Neva pelan, “kalau suatu hari... lo bisa pakai cincin baru—dipakai bukan buat bertarung, tapi buat milih hidup lo sendiri.”
Zeline mengangguk. Ia melihat ke langit.
Ada satu bintang jatuh.
Atau mungkin... Luan sedang lewat.
---
🌻 Kadang, seseorang hadir bukan buat dimiliki. Tapi buat ngebentuk kita jadi pribadi yang lebih kuat. Kehilangan itu sakit, tapi keberanian buat memilih hidup... jauh lebih penting. Dan cinta sejati? Kadang nggak perlu kata-kata. Cukup tindakan... dan pengorbanan.