key adalah gadis pemalu yang selalu diam di balik senyumnya. Ia tidak banyak bicara, tapi tawanya selalu muncul setiap kali Gregory, si pria jahil yang tak pernah kehabisan akal, menggodanya. Mereka bagaikan langit dan senja—berbeda tapi selalu berdampingan.
Gregory menyukai Key. Ia tahu itu sejak lama. Tapi seperti biasa, ia hanya berani menyampaikannya lewat candaan dan perhatian kecil. Key juga menyimpan rasa. Tapi malu—dan takut—membuat semuanya terpendam.
Mereka selalu bersama: pulang sekolah bareng, duduk di taman, berbagi musik, dan tertawa tanpa sebab. Tapi tak pernah ada kata cinta.
Sampai satu hari, Raya—sahabat terdekat Key—duduk di sebelahnya dan berkata pelan, “Key... aku suka Gregory.”
Key terdiam. Senyumnya hilang. Tapi seperti biasa, ia hanya mengangguk. “Dia baik, Ray.”
Tak lama, kabar itu datang: Gregory dijodohkan dengan Raya. Awalnya Gregory menolak. Tapi keluarga mereka sudah lama berharap. Raya, yang tahu perasaan Gregory, tetap menyetujui perjodohan itu... dengan harapan suatu hari, perasaan itu bisa tumbuh.
Gregory mencari Key. Tapi gadis itu menghilang. Tidak datang ke sekolah. Tidak membalas pesan. Tidak ada jejak.
Pernikahan Gregory dan Raya tetap berlangsung. Tapi di malam pernikahan itu, Gregory membuka sebuah surat. Tanpa nama pengirim, tapi ia tahu siapa yang menulis.
_Isi surat:_
_"Greg... Maaf aku pergi tanpa pamit. Aku tahu kamu dan aku punya rasa yang sama, tapi mungkin semesta punya rencana lain. Kamu bahagia ya, sama Raya. Dia gadis yang baik. Jauh lebih berani dariku._
_Salam,
Key."_
Gregory menatap surat itu lama. Ada sesak yang tak bisa dijelaskan. Tapi ia tahu, kadang, cinta sejati tidak selalu berakhir bersama.
Dan Key? Ia pergi jauh, membawa kenangan Gregory bersamanya. Kenangan yang hanya bisa dikenang, bukan dimiliki.