Hujan deras mengguyur kota, aroma khas dari tanah yang basah dan bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Yara bingung apakah ia harus menerobos atau menunggu, setelah beberapa saat Yara memilih untuk langsung pulang meski dalam keadaan basah. Ketika Yara lari, ia tidak sengaja menginjak sebuah benda. “Apa ini, seperti patung,” gumam Yara penasaran sambil mengambil patung tersebut. “Tapi ini terlihat sangat indah, meskipun sedikit kotor.” lanjut Yara akhirnya membawa patung itu untuk pulang bersamanya.
Setelah sampai, Yara segera membersihkan diri dan patung tersebut ikut dibersihkannya juga. Semua kegiatan akhirnya telah selesai Yara memilih untuk tidur karena besok ia harus berangkat sekolah lagi, tapi sebelum itu Yara menatap lekat patung yang telah dipajangnya di meja. “Patung, aku kasih nama kamu apa ya?” ucap Yara sambil berpikir. “gimana kalau namanya Rekana, baiklah mulai sekarang aku panggil Rekana.” lanjut Yara dengan hati senang. “Selamat malam Rekana, aku tidur dulu ya.” ucap Yara kepada patung yang ia beri nama Rekana.
Beberapa waktu kemudian, ketika Yara tidur ia tidak sengaja mendengar langkah kaki yang mengganggu telinganya sehingga ia pun terbangun. “Hah, kamu siapa?” ucap Yara dengan terkejut. “Halo, aku Rekana patung yang kamu ambil waktu pulang sekolah,” jawab Rekana pada Yara. “Lalu kenapa kamu bisa bernyawa layaknya manusia?” tanya Yara penasaran, ia masih tidak percaya bahwa patung tersebut bisa berbicara. “Sebenarnya, aku manusia sama seperti kamu Yara. Tapi sayang sekali dosa yang telah aku lakukan membuatku jadi dikutuk hingga akhirnya menjadi patung,” jelas Rekana pada Yara. “Apakah kamu bisa menjadi manusia seutuhnya lagi Rekana, terus siapa nama asli kamu?” tanya Yara lagi kepada Rekana. ”Nama asliku Rekana Adiwijaya, aku bisa menjadi manusia seutuhnya lagi jika membuat kebaikan. Tapi karena menjadi patung, aku sulit untuk berbuat hal itu. Yara apakah kamu mau membantuku berbuat kebaikan?” tanya Rekana dengan nada permohonan. Yara tampak berpikir apakah ia harus menyetujui atau menolak, namun akhirnya ia setuju. “Baiklah, aku setuju. Tapi apa adakah kebaikan tertentu yang harus aku lakukan?” tanya Yara. “Beberapa bulan ini di sekolah ada murid yang di rundung oleh teman kelas kamu, tapi karena dia kurang mampu sehingga sulit untuk memberitahu kepada BK, kamu harus punya bukti Yara untuk mengungkap pelakunya,” jelas Rekana. Yara mengangguk sebagai tanda bahwa dia akan membantu murid itu.
Beberapa bulan ini Yara terus mencari siapa yang dirundung oleh teman kelasnya, tapi hasil tersebut nihil. Tidak ada perundungan sekolah ini tampak damai, hingga suatu hari ketika berjalan di belakang gedung sekolah. Yara melihat langsung bagaimana teman kelasnya yang bernama Sinta sedang menjambak rambut seseorang, bahkan Yara tidak tahu siapa nama murid itu. Dengan cepat Yara mengambil ponsel dan merekam kejadian tersebut.
Tidak lama setelah itu, Yara terburu-buru mendatangi ruang BK untuk melaporkan Sinta. Akhirnya Sinta dan korban mendatangi ruang BK, ternyata alasan Sinta melakukan perundungan adalah demi kepuasan diri sendiri. Pada keputusan tersebut perundungan ini sudah terjadi selama 1 tahun, Sinta di keluarkan dari sekolah karena ulahnya. Korban berterima kasih kepada Yara, ia bahagia sudah membantu orang lain. Setelah bel pulang sekolah Yara membawa Rekana ke rumah yang ditunjuk kan kepada Yara, Rekana memberi tahu alamat rumah ketika malam ia menjadi manusia.
Keajaiban terjadi, sebuah cahaya muncul dan patung tersebut berubah wujud menjadi manusia. Rekana sangat berterima kasih kepada Yara, karena telah membantunya dan Yara pun bahagia.