Hujan deras. Sore merangkak pergi. Matahari tenggelam di balik awan kelabu.
Angin mengayun pelan, bikin suasana makin sunyi.
Noya berdiri sendiri di pinggir jalan, nunggu jemputan. Hoodie-nya udah agak basah.
Tapi yang dateng bukan GoRide.
Langkah motor, terdengar dari balik rinai hujan.
Audrey.
Bawa helm, berdiri beberapa meter dari Noya.
Matanya tajam—bukan marah, tapi seperti nyimpan ribuan kata yang enggak pernah selesai ditulis.
Audrey (datar, tapi dalam):
"Kamu masih sering nunggu orang... yang nggak bakal datang?"
Noya (senyum tipis, sok tegar):
"Aku nunggu motor, bukan masa lalu."
Audrey (melangkah pelan):
"Kalau motornya... aku?"
Noya diam.
Udah kayak adegan slow-mo Indosiar.
Hujan makin deras.
Audrey nyodorin helm.
Audrey:
"Naik. Aku antar pulang. Bukan karena kamu penting… tapi karena kamu masih yang paling bikin aku pengen pulang."
Eshan (ngintip dari warung, sambil seruput es teh jumbo):
"Ya ampun, fix! Ini bukan cinta biasa... ini cicilan rasa yang belum lunas 😭💕"
Sella (di sebelahnya, mata berbinar):
"Aduh, enak ya... pengen deh digituin..."
Eshan (melirik malas):
"Alahhh mahhh yoonnngg~ jangan tinggi-tinggi mimpinya, tidur aja kalo ngantuk 😌"
Sella (nyubit pelan):
"Dihhh, enak aja lu!"
———— Di Jalan, Berdua, Ditemani Hujan
Audrey menyetir motor, Noya duduk di belakang, peluk tas erat-erat.
Hujan masih deras, tapi helm itu penuh kenangan.
Audrey (nanya, tanpa menoleh):
"Kamu laper nggak, Noya? Mau makan apa?"
Noya (dalem hati: ahhhellah, pake nanya segala):
"Apa aja... terserah kamu."
Audrey (suara lembut, agak nyengir):
"Jangan terserah dong. Aku jadi bingung nih."
"Gimana kalau bakso aja, kesukaan kamu?"
Noya (nada pelan):
"Oke deh... bakso mana?"
(Dalam hati: Dih, ni orang tau makanan kesukaan aku dari mana? Jangan-jangan nanya Sella?)
Audrey:
"Mana aja, yang penting kamu makan dulu sebelum pulang."
Warung Bakso & kenangan
Motor berhenti di pinggir warung bakso yang kecil tapi hangat. Hujan udah reda, tinggal tetesan rintik-rintik dan aroma tanah basah.
Audrey matiin motor, lepas helm Noya pelan-pelan, kayak takut ngerusak bunga.
Mereka duduk di bangku panjang yang dingin tapi cukup buat dua orang yang pura-pura asing.
Audrey (liat menu, tapi lirikan matanya nyangkut ke wajah Noya):
"Masih suka bakso urat, kan?"
Noya (senyum kecil):
"Masih. Tapi nggak sesuka dulu."
(suara pelan, kayak ngode sesuatu)
Audrey diem. Angin lewat, bawa aroma nostalgia.
Pelayan datang, mereka pesen.
Pas makan, keduanya diam. Cuma suara sendok dan hujan kecil yang bersuara.
Tapi... dalam diam itu, pikiran mereka rame.
Audrey (tiba-tiba):
"Kamu pernah mikir... kita bakal ketemu lagi kayak gini?"
Noya (makan pelan):
"Pernah. Tapi dalam mimpi, bukan di pinggir jalan, basah kuyup, dan makan bakso."
Matanya berkaca-kaca tapi masih bisa senyum.
Audrey berhenti ngunyah.
Audrey:
"Kalau aku... sering. Tapi setiap mimpi itu berakhir, aku selalu bangun dengan rasa kosong."
"Makanya, pas tadi lihat kamu berdiri di sana... rasanya kayak mimpi yang akhirnya jadi kenyataan, tapi takut bangun lagi."
---
Di luar warung, Eshan & Sella nongol lagi dari kejauhan
Eshan rekam mereka diam-diam.
Eshan (bisik ke HP):
"Ya guys, ini dia... mantan yang belum expired. Kalau cinta punya tanggal kadaluarsa, mereka kayak mie instan rasa nostalgia: makin lama disimpan, makin berasa."
Sella (ambil HP Eshan):
"Udah ah jangan direkam, ini momen sakral! Kita pulang yuk, kita juga kayaknya butuh makan... atau minimal pelukan." 😭
Eshan (menyenggol pundak sella, mengambil HPnya):
" Bentar!!, ini cocok tau kalau di upload fb, sw, biar mereka kelihatan romantis nihhh."
Sella ( ini orang stres atau gila ) :
" Udah kocak aku malu dilihatin orang, ayooo pulang "( sella menarik lengan eshan)
Warung Bakso – Lanjutan
Audrey (ngunyah, tapi fokusnya jelas bukan di bakso):
"Masih inget taman di sana nggak?"
Noya (berhenti ngaduk saus, menatap):
"Masih... kenapa?"
Audrey (senyum kecil, pahit):
"Di situ, kamu pertama kali bilang mau ninggalin. Tapi kamu juga yang narik aku buat tetap nunggu."
Noya (napas berat):
"Aku nggak pernah nyuruh kamu nunggu."
"Aku cuma... nggak bisa nolak waktu kamu bilang masih mau percaya."
(Matanya mulai berair, tapi senyum masih dipaksain.)
Audrey:
"Iya... kamu nggak pernah nyuruh. Tapi kamu juga nggak pernah bener-bener nyuruh aku pergi."
"Kayak hujan ini, No. Nggak pernah tau kapan reda, tapi selalu bikin orang nungguin payung yang nggak dateng."
(Suasana hening. Sendok diletakkan. Bakso tinggal setengah.)
Noya:
"Kalau aku... bilang sekarang aku nyesel? Terlambat, ya?"
Audrey (tatapan dalem, tapi lembut):
"Enggak. Nggak pernah ada kata terlambat... buat orang yang bener-bener mau pulang."
---
Sella & Eshan di luar (masih diem-diem)
Sella (gigit tisu, terharu):
"Gue ganti resolusi hidup. Tahun ini harus punya seseorang buat diajak makan bakso sambil ngobrol masa lalu." 😭
Eshan (pelan, sambil rekam):
"Resolusi gue... jangan pernah ninggalin orang yang masih inget kamu suka bakso urat."
(Sambil ngelirik Sella tapi pura-pura gak serius.)
Warung Bakso — Selesai Makan, Tapi Belum Selesai
Audrey berdiri duluan, ngebayar makanan mereka tanpa nanya. Noya masih duduk, ngelihat sendok yang diem di mangkuk.
Kadang yang berat itu bukan rasa, tapi kenangan yang numpuk kayak kuah sisa di dasar mangkuk.
Audrey (balik badan, bawa dua jas hujan tipis):
"Ayo... kita pulang."
(Suaranya pelan. Enggak maksa, tapi tulus.)
Noya berdiri pelan, nerima jas hujan.
Mereka pakek jas masing-masing, tapi hujan tetep nempel di dada.
---
Di Atas Motor — Taman yang Pernah Jadi Tempat Pergi
Audrey nyetir pelan. Noya diem di belakang, tapi kali ini gak peluk tas—dia peluk perasaan yang udah terlalu lama disimpan.
Motor berhenti. Tapi bukan di rumah Noya.
Audrey berhentiin motor di taman itu—tempat kenangan dulu dibikin dan dibuang bareng.
Audrey (lepas helm, gak langsung turun):
"Kamu inget tempat ini?"
Noya (bisik):
"Tempat aku ninggalin kamu."
(Suara gemetar.)
Audrey turun duluan. Noya nyusul.
Mereka berdiri di depan bangku kayu yang udah tua, yang pernah jadi saksi dua orang saling janji tapi gak saling jaga.
Audrey (tatap langit, hujan mulai reda):
"Dulu kamu bilang... kalau aku sabar, kamu bakal balik."
"Tapi yang gak aku ngerti, kamu balik pas aku udah belajar lupa."
(Helaan napas.)
Noya (melangkah pelan ke bangku, duduk):
"Aku balik... bukan buat ngulang, tapi buat minta maaf."
"Maaf karena ninggalin kamu nunggu... di tempat yang bahkan aku sendiri udah lupain."
Audrey:
"Aku udah gak nunggu."
"Tapi pas lihat kamu berdiri di pinggir jalan, basah kuyup... rasanya semua yang aku pendem selama ini tumpah."
Noya (pelan):
"Kalau kamu bilang sekarang... kamu udah gak ada rasa, aku bakal terima."
"Tapi kalau masih ada, walau sedikit aja... aku janji gak akan pergi lagi."
(Sunyi.)
Audrey (senyum tipis):
"Aku gak janji apa-apa. Tapi malam ini... aku cuma pengen percaya satu hal—"
"Bahwa rasa yang gak pernah selesai, cuma minta satu kesempatan... bukan untuk diulang, tapi untuk diperbaiki."
---
Beberapa Meter Jauh di Belakang...
Sella dan Eshan masih ngintip, tapi sekarang diem. Gak ada komentar, gak ada rekaman.
Cuma Sella nyender pelan ke pundak Eshan, dan Eshan diem.
Entah karena suasana atau... karena dia juga mulai ngerasain apa artinya pulang, walau belum punya rumah.
Eshan : " Kek nonton drama aja aku "
Sella :" Diem engga lo atau ku suruh bapakmu dari polsek kesini"
Eshan: " Jangan kocak, nanti aku engga bisa nonton ini lagii"😭 ( mengigit jari)
---
Kembali ke Motor — Pulang
Noya dan Audrey naik motor lagi. Jalanan mulai sepi.
Lampu-lampu kota mantul di jalan basah, kayak kenangan yang udah gak nyakitin lagi.
Audrey (di atas motor, pelan):
"No... besok, kamu masih mau aku jemput lagi?"
Noya (dari belakang, peluk Audrey lebih erat):
"Kalau kamu masih mau pulang... aku akan selalu nunggu di tempat yang sama."
"Bukan karena aku berharap... tapi karena kali ini, aku percaya."
Noya ( kembalilah jika kau memang kita disatukan, rasa tidak bisa di ingkar, cinta tak bisa dilepas. Hanya kamu yang aku mau)
---
Mungkin memang sekarang waktu yang pas untuk kembali merubah segalanya. Kehidupan di cerita akan kembali indah dengan warna khasnya.
📞 Di Sudut Taman — Eshan & Sella
HP Eshan bunyi kenceng.
📲 “BAPAK POLSEK”
Eshan (panik, bisik ke Sella):
"Woiii! Bapak gue nelpon... fix gue diculik balik ke rumah."
Sella (mata melebar, nahan ketawa):
"Waduh, bahaya nih. Kalau telat jawab bisa disangka nongkrong sama geng motor."
Eshan (angkat telpon, sok santai):
"Hallo... iya, Pak? ...Iyaaa udah otw kok... Nggak, nggak pacaran, cuma... nonton cuaca."
(Panggilan ditutup. Eshan noleh ke Sella, muka sedih.)
Eshan:
"Kayaknya kita harus pulang. Hidup gue terancam, dan yang bisa nyelamatin gue cuman surat izin dari Tuhan."
Sella (senyum pelan):
"Ya udah... kita pulang bareng. Tapi besok, temenin aku lagi ya?"
Eshan:
"Serius nih? Besok? Sama kamu? Jalan bareng?"
Sella (ngehina halus):
"Iya. Tapi jangan lebay. Aku ngajak, bukan ngelamar."
Eshan (jalan sambil ngelirik ke belakang, liat Audrey & Noya):
"Semoga kita juga punya cerita kayak mereka ya... Tapi versi yang gak bikin nangis tiap 3 menit."
Sella (menatap langit):
"Versi yang lucu juga gak papa. Yang penting… bareng."
---
Mereka jalan pelan-pelan meninggalkan taman, lampu-lampu jalan mulai redup. Eshan jalan sambil sesekali noleh ke belakang, kayak cowok drama Korea gagal move on.
Sella diem, tapi senyumnya gak bisa bohong. Entah karena langit yang mulai cerah... atau karena hati yang mulai terang.
Eshan (bisik dalam hati):
"Kadang kita gak nyari cinta yang bikin deg-degan. Kita cuma nyari seseorang... yang gak pergi waktu kita diajak pulang."
🌃 Lanjutan Cerita: "Jalan Pulang yang Baru"
Malam mulai larut. Jalanan kota udah sepi, cuma suara motor Audrey dan lampu-lampu kota yang mantul di aspal basah. Noya duduk lebih tenang sekarang. Udara dingin, tapi pelukan kecil di pinggang Audrey bikin dada mereka hangat.
Noya (pelan, nyandar dikit ke punggung Audrey):
"Aku nggak tahu besok kita gimana. Tapi malam ini… terima kasih udah datang."
Audrey (senyum kecil, tanpa menoleh):
"Malam ini cukup. Kadang kita cuma butuh satu malam yang bikin semuanya gak kerasa sia-sia."
---
🏠 Di Depan Rumah Noya
Motor berhenti. Audrey matiin mesin, tapi gak buru-buru ngomong. Mereka cuma duduk, denger suara jangkrik, rintik sisa hujan, dan hati mereka sendiri.
Noya (lepas helm, suara pelan):
"Aku takut berharap, Aud. Tapi lebih takut kalau gak jujur."
Audrey (tatap mata Noya):
"Jujur aja. Aku di sini gak buat ngasih janji lagi. Tapi kalau kamu mau... kita bisa mulai dari ngobrol setiap hari. Gak usah jauh-jauh dulu."
Noya (angguk pelan, mata berkaca-kaca):
"Pelan-pelan ya... jangan tinggalin lagi."
Audrey:
"Kali ini, aku pulang buat tinggal."
~~~Malam, kamar Noya.
Noya duduk di ranjang, rambutnya masih agak basah. Di sampingnya, helm dari Audrey yang tadi belum ia balikin. Ia ngelihatin helm itu lama banget, seolah itu benda warisan masa lalu yang baru nemu lagi.
Noya (dalam hati):
"Apa ini cuma nostalgia... atau awal dari sesuatu yang baru?"
Ponselnya bunyi—WA dari Audrey:
“Besok aku ada les kimia siang, tapi sore bisa anter kamu pulang sekolah lagi. Masih mau?”
Noya ngetik:
“Terserah kamu.”
Terus dihapus. Diganti:
“Aku tunggu. Tapi jangan telat. Dulu-dulu aku sering nungguin kamu... sekarang giliran kamu datang tepat waktu.”
---
📱Sella & Eshan Scene Tambahan
Di rumah masing-masing, Sella & Eshan lagi video call.
Sella pakai masker wajah, Eshan lagi nyisir rambut ke samping gaya "anak cowok harapan netizen".
Sella (senyum jail):
"Eh, endingnya lumayan ya. Tapi gue masih sebel, lo rekam-rekam orang."
Eshan:
"Itu seni dokumentasi! Biar bisa dikenang anak cucu mereka."
Sella (ketawa):
"Ntar anak mereka nonton: ‘Ih, mami-papi drama banget ya dulu...’"
Eshan (angkat alis, pelan):
"Kalau kita gimana? Mau bikin sejarah juga?"
Sella (nahan senyum):
"Lo nanya serius apa bercanda sih?"
Eshan (pelan):
"Yang bener-bener cinta... harusnya gak bercanda."
(Sella langsung diem, mukanya merah.)
---
———Noya di Kamarnya
Noya duduk di jendela kamar, ngelihatin jalanan basah. HP-nya bunyi—pesan dari Audrey:
“Aku udah nyampe rumah. Mimpi yang indah ya, No.”
Noya senyum. Dia bales:
“Kalau besok aku ragu, tolong yakinin aku lagi ya. Karena aku masih belajar percaya…”
HP ditaruh di meja. Noya menatap langit.
Noya (dalam hati):
"Mungkin gak semua yang pergi harus dilupakan. Kadang, mereka cuma nyari jalan buat balik—lewat hujan, bakso, dan satu malam yang sederhana."
---
[Fade out – layar gelap, suara rintik hujan terus terdengar pelan…]
🏫 Hari berikutnya, Sekolah.
Sella dan Noya duduk bareng di kantin.
Sella (sambil ngunyah cireng):
"Lo yakin? Orang kayak Audrey tuh kayak kopi pahit—ngangenin tapi bisa bikin lambung mules."
Noya:
"Tapi dia juga satu-satunya orang yang ngerti cara nenangin aku tanpa harus nyuruh aku diem."
Sella (nyengir):
"Udah, jadian lagi gih. Biar Eshan punya bahan konten baru."
Noya (senyum):
"Belum tentu. Aku belum minta dia balikan. Dan dia juga belum nawarin."
---
Noya duduk di bangku kantin,tangannya mainin tutup botol minuman. Matanya ngelamun, tapi bibirnya senyum kecil.
Ada suara langkah kaki berhenti. Dari jauh… Audrey dateng. Bawa dua roti isi dan satu kotak susu kedelai.
Audrey (jalan ke Noya, santai):
"Pagi. Aku bawain sarapan."
(Sambil nyodorin roti dan susu.)
"Bukan karena aku romantis... tapi kamu tuh kalau lapar suka gak bisa mikir jernih."
Noya (ambil pelan, nahan senyum):
"Iya. Sama kayak kamu kalau jatuh cinta: gak bisa mikir."
Audrey (angkat alis):
"Berarti aku masih jatuh cinta dong?"
Noya:
"Kamu jawab sendiri barusan."
(Diem. Tapi senyum mereka sama.)
---
📱 Grup Chat — “Anak Anak Warung Bakso”
Sella:
"GENGS! Mereka berangkat bareng dong. Astaga... fix, cinta lama berbumbu kuah bakso 🤧
Eshan:
"Dosa banget gak sih, aku pengen editin foto mereka trus kasih filter "Throwback But Make It Love"
Sella :
" Editan boleh, tapi jangan sampai mereka tahu. Ini cinta harus dirawat, bukan diviralkan.
Eshan:
" Sok wise lo. Tapi bener sih. Gue juga mulai mikir... siapa tau cinta dateng dari orang yang udah lama nemenin, tapi gak kelihatan.
Sella (dalam hati tapi ngetik juga):
" Eh, jangan mikir aneh-aneh dulu ya. Kita kan cuma temen.
(Eshan ngelihat, tapi cuma ngetik emoji: 🫣💬)
---
☔ Flashback Singkat — Dari Sisi Audrey
(Malam sebelum kejadian, Audrey duduk di kasurnya.
HP-nya nyala, ada foto lama—Noya pakai hoodie abu-abu, senyum sambil megang bakso.)
Audrey (dalam hati):
"Kalau aku ketemu dia lagi... aku nggak mau tanya kenapa ninggalin. Aku cuma pengen tahu: masih bisa kita bangun dari puing-puingnya?"
(Suaranya lelah, tapi hatinya penuh niat.)
---
📸 — Audrey dan Noya di Taman Kecil Sekolah
Beberapa hari kemudian, mereka duduk berdua di taman kecil kampus. Suasana tenang. Nggak ada yang buru-buru ngomong, tapi keduanya nyaman.
Audrey (lihat Noya, pelan):
"Kalau nanti kamu mulai ragu lagi… jangan pergi diam-diam, ya."
Noya (tatap langit, senyum):
"Aku nggak bakal pergi. Tapi kalau aku diam, tolong sentuh aku pelan. Biar aku sadar, aku nggak sendiri."
(Audrey menggenggam tangan Noya. Hangat. Tenang.)
---
🎬 Penutup —
Kadang, yang kita butuhkan bukan jawaban dari semua tanya. Cuma butuh seseorang yang cukup berani untuk datang kembali, walau pernah ditinggal tanpa alasan. Karena cinta yang paling kuat… bukan yang nggak pernah hancur, tapi yang bisa tumbuh lagi dari serpihannya.
---
💬 Scene — Eshan dan Sella, Jalan Pulang
Eshan (jalan bareng Sella, sambil makan es krim):
"Eh, Sel... kamu pernah mikir gak, siapa orang yang akan nemenin kamu pulang sampai tua nanti?"
Sella (ngunyah es krim, mikir sebentar):
"Belum. Tapi kalau bisa sih… orangnya harus sabar, gak banyak gaya, dan ngerti sinyal halus."
Eshan (senyum tipis):
"Itu kriteria... atau kode?"
Sella (angkat bahu, nyengir):
"Yang ngerti, ya ngerti."
---
Sekolah – Pagi Hari
Audrey dateng ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Dia duduk di bangku taman kecil sambil nunggu Noya. Tangannya bawa sesuatu: sebuah surat kecil dan gantungan kunci berbentuk helm.
Noya datang, rambut dikuncir asal, seragam agak kusut tapi senyum cerah.
Audrey berdiri, nyodorin gantungan itu.
Audrey (pelan, serius):
"Ini... buat pengingat. Biar kamu tahu, aku datang bukan cuma sekali."
Noya (ngeliat gantungan, tersenyum lebar):
"Helm mini? Hahaha... ini niat banget."
Audrey:
"Lucu, kan? Kayak hubungan kita—kecil, aneh, tapi ngelindungin."
Mereka saling tatap, diem sebentar. Tapi tenang.
Mungkin hari ini gak ada "aku cinta kamu", tapi ada “aku datang lagi”—dan itu udah cukup.
---
🎭 Sella & Eshan – Di Kantin
Sella (liat dari kejauhan):
“Fix, mereka makin lengket. Dulu kayak bakso sama sambel, sekarang udah kayak panci sama tutupnya.”
Eshan:
“Tapi kadang tutup panci suka ilang... jadi dijaga, jangan sampe kelempar ke tempat sampah.”
Sella (ketawa ngakak):
“Analogi lu kampung banget.”
Eshan (ngunyah roti):
“Tapi bener, kan?”
Sella diem.
Karena... ya, dia juga mulai ngerasa, Eshan bukan cuma bahan ketawa-tawa. Dia juga yang selalu ada. Mungkin... “temen” yang mulai berubah definisinya.
---
Di Jalan Pulang — Noya & Audrey
Audrey lagi nyetir motor, dan Noya diem di belakang, peluk pinggangnya.
Noya (pelan, di tengah angin):
"Aud... kalau suatu hari aku takut lagi, boleh nggak aku minta kamu sabar sekali lagi?"
Audrey (tanpa ragu):
"Aku nggak pernah hitung berapa kali aku sabar. Tapi aku selalu hitung hari-hari waktu kamu balik."
---
✨ Akhir Episode:
Noya nulis di jurnalnya malam itu:
"Kadang, yang paling berani itu bukan orang yang datang duluan. Tapi orang yang tetap datang... meski pernah disuruh pergi.
Dan kali ini, aku akan jadi orang yang nggak lari lagi."
🧾 SINOPSIS (untuk cerita berjudul "Jalan Pulang yang Belum Selesai")
Kadang, yang kita cari bukan tempat baru. Tapi jalan pulang ke hati yang pernah kita tinggalkan.
Hujan turun deras sore itu. Noya berdiri sendiri di pinggir jalan, bukan nunggu cinta... tapi GoRide yang gak kunjung datang.
Tapi yang muncul justru Audrey—masa lalu yang belum selesai, rasa yang belum lunas.
Dalam satu malam, mereka ngobrol tanpa banyak kata. Lewat helm yang disodorkan, semangkuk bakso urat, dan bangku taman yang penuh kenangan.
Ini bukan cerita balikan, bukan juga kisah move on. Ini tentang dua orang yang pernah salah waktu… dan sedang mencoba untuk benar meski pelan.
Di balik hujan, ada rindu yang diam. Di balik diam, ada cinta yang masih hangat.
"Jalan Pulang yang Belum Selesai" — karena gak semua yang pergi itu harus dilupakan.
Kadang, mereka cuma lagi cari jalan buat balik.