Suatu ketika di 2027
Angin sejuk berhembus, menggoyangkan daun yang di lumuri embun. Kawanan burung menari menembus awan putih, suara nyanyian nya sangat merdu. Ia bebas.
𝘣𝘦𝘣𝘢𝘴?
‘𝘈𝘬𝘶 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘣𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘴𝘢𝘯𝘢, 𝘣𝘦𝘳𝘯𝘺𝘢𝘯𝘺𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘳𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘭𝘪𝘭𝘪𝘯𝘨𝘪. 𝘈𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘣𝘦𝘣𝘢𝘯, 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘣𝘢𝘵𝘢𝘴, 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘢𝘵𝘶𝘳𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘭 𝘪𝘯𝘪. 𝘈𝘬𝘶 𝘭𝘦𝘭𝘢𝘩, 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳, 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘢𝘯𝘨, 𝘣𝘦𝘣𝘢𝘴..’
Dalam lamunan yang tak berujung itu, Carlina di kejutkan dengan suara keras dari luar perpustakaan pribadi nya.
“CARLINAAA!”
“Itu, suara ayah!” sontak Carlina bangkit dari meja belajar dan keluar.
Carlina mengepalkan kedua tangan nya di atas dada dan bertanya ragu “ A,ayah sudah pulang?”
“Kamu bertanya hal yang tidak perlu kamu tanyakan.” tegas sang ayah
“ma.. maaf ayah” takut Carlina
“Sudahlah, saya mencari mu karena ada hal lain yang harus di bicarakan.”
*𝘋𝘦𝘨.. Suara jantung Carlina seperti ada yang menabuh dengan sangat cepat.
Carlina tidak pernah takut pada apapun kecuali kepada ayah nya seorang. Sang ayah memang pengusaha sukses dengan ketenaran yang tak terbantahkan. Ia memiliki segalanya. Ia di kenal sebagai sosok yang mendominasi. Tapi bagi Carlina sang ayah adalah seorang lelaki berdarah dingin yang tidak pernah memeluk putrinya sendiri bahkan tersenyum pun tidak pernah. Dia bernama Haris Jefery.
Ω
Angin malam berbisik lembut, membawa aroma segar dari dedaunan yang terombang – ambing. Suara langkah kaki para pelayan terdengar, hanya sesekali mengganggu kesunyian. Di dalam rumah keluarga Jefery, semua jendela tertutup rapat, menandakan bahwa penghuni telah terlelap dalam mimpi. Langit malam kembali ke rumah keluarga Jefery dengan selimut gelapnya. Hanya cahaya bulan yang memancar lembut.
Tidak semua, ada satu jendela yang masih terbuka lebar. Di atas jendela tersebut, Carlina yang memakai gaun tidur berwarna putih, duduk dengan kedua tangan terlipat rapi di atas lutut yang terangkat, menjadi sandaran alami bagi kepalanya yang sedang menatap kosong ke arah luar jendela. Seolah, sedang melepaskan penat hari yang panjang.
Sekali lagi tenggelam dalam lamunan yang rapuh.
‘𝘵𝘳𝘪𝘯𝘨..𝘵𝘳𝘪𝘯𝘎..𝘛𝘙𝘐𝘕𝘎𝘎𝘎..’
Alarm itu terus berbunyi memecahkan keheningan di kamar Carlina. Suara detak jantung Carlina pun seolah ikut ber-getar. Dalam sekejap, dunia di sekitarnya kembali hidup, mengusir rasa kantuk yang masih membayangi. Carlina membuka mata, bingung sejenak, mencoba mengingat di mana Carlina berada. Cahaya terang mulai menyusup melalui celah jendela, menambah kesan hangat di dalam kamar. Carlina menggerakkan tubuhnya, merasakan kaku di leher dan bahu akibat posisi duduk yang lama.
Carlina meninggalkan kehangatan jendela dan melangkah ke dunia yang penuh dengan kemungkinan baru. Alarm itu bukan hanya tanda waktu, tetapi juga panggilan untuk memulai hari dengan semangat dan harapan baru.
‘𝘚𝘦𝘮𝘰𝘨𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘢𝘺𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘣𝘢𝘬𝘢𝘭 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘶..'
Ω
Kampus Universitas Bangsa
Di tengah keramaian kampus yang megah itu, Carlina sebagai mahasiswi pindahan muncul bak bintang baru yang menggemparkan. Dengan langkah percaya diri, ia melangkah memasuki kelas, menarik perhatian setiap pasang mata yang ada. Kulit putih pucat dengan rambut hitam panjang bergelombang tergerai indah, senyuman nya yang menawan seolah mampu menghangatkan suasana dingin di sekitarnya.
“Hallo, perkenalkan nama ku Carlina Jefery. Salam kenal semuanya, semoga kita bisa berteman dengan baik.” Ucap Carlina
Setiap kali Carlina berbicara, suara lembut namun tegas mampu menarik perhatian. Meskipun Carlina tampak percaya diri, ia juga memendam tekanan untuk memenuhi ekspektasi tinggi dari ayah nya. Walau begitu semangat yang terpancar dalam diri Carlina sangat membara. Karena, akhirnya ia bisa pergi keluar untuk belajar seperti mahasiswi pada umumnya.
Carlina pergi duduk di kursi yang kosong dekat jendela. Ia mulai mengikuti setiap mata kuliah pada hari itu. Pada saat jam makan siang. Carlina berniat untuk pergi ke kantin, tetapi ia tidak sengaja tersesat sampai ke gedung sebelah. Tiba – tiba ada seorang pemuda yang terlihat sedang membutuhkan bantuan menghampiri Carlina.
“Hei, gadis kecil yang terlihat kebingungan di sana, tunggu sebentar!“ teriak pemuda itu. Carlina sontak terkejut, ia langsung melihat pemuda itu. Mereka bertatapan. “hah, Akuuu..” Carlina memastikan diri sesaat menyadari sesuatu-
“Iya kamu, siapa lagi.” Tegas pemuda. Carlina yang merasa pemuda itu menyebalkan, langsung membuat postur tubuh menantang, “Bicara yang sopan, siapa yang kecil? Aku? Nggak ya. Terlebih lagi emang kamu siapa? Ada perlu apa ya?”. Runtunan pertanyaan yang di tujukan kepada si pemuda, meng-hasilkan tawa kecil yang di ikuti dengan kedua tangan yang mengangkat menyerah
“eits, pelan – pelan nanya nya“.
“Kenalin ak- bukan, gue Dion cowok ter tampan di kampus ini. Salam kenal ya-Tunggu, ini bukan waktunya kenalan. Gue butuh bantuan lo sebentar.” Ucap buru – buru pemuda itu.‘𝘈𝘱𝘢 𝘴𝘪𝘩, 𝘴𝘰𝘬 𝘢𝘬𝘳𝘢𝘣 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵 𝘪𝘯𝘪 𝘤𝘰𝘸𝘰𝘬‘ 𝘴𝘶𝘢𝘳𝘢 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘊𝘢𝘳𝘭𝘪𝘯𝘢
Tak memperdulikan permintaan tolong si pemuda Carlina bertanya “Oh iya, kalau ke arah kantin kemana ya?“. Sama hal nya dengan si pemuda, pertanyaan Carlina tak di tanggapi, Dion langsung membalas “Tolong pinjamkan gue sebuah pulpen sebentar saja, cepatttt..”
“ iya, iyaaa tunggu. Sabar, nih..” Carlina mencari pulpen berwarna pink di dalam tas nya.
Sangat cepat pemuda yang mengenalkan diri sebagai Dion itu mengambil pulpen di tangan Carlina. Ia pun berlari masuk ke sebuah ruangan. Dan berteriak “tunggu gue sebentar di situ jangan ke mana – mana“.
Karena Carlina sedang tersesat juga, dan tidak tahu untuk bertanya ke siapa. Pada akhirnya, Carlina pun menunggu Dion di sana.
‘𝘊𝘰𝘸𝘰𝘬 𝘢𝘯𝘦𝘩, 𝘯𝘺𝘦𝘣𝘦𝘭𝘪𝘯. 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘰𝘬 𝘬𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘧𝘢𝘮𝘪𝘭𝘪𝘢𝘳 𝘺𝘢. 𝘋𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘺𝘢..’ 𝘪𝘴𝘪 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘊𝘢𝘳𝘭𝘪𝘯𝘢'.
Carlina memang sangat lemah untuk mengingat nama dan wajah seseorang yang hanya beberapa kali ia temui.
Tak terasa waktu berlalu, Dion sudah keluar dari ruangan itu. Karena Carlina membantu nya tadi, ia befikir akan membantu Carlina untuk pergi ke kantin. Di sepanjang perjalanan, mereka mulai nyaman satu sama lain, tak luput dengan perdebatan kecil yang di timbulkan mereka berdua sendiri. Mereka makan siang bersama di kantin sembari bercerita berbagai hal baru yang belum pernah Carlina rasakan selama ini.
Ω
Tiga bulan telah berlalu, semenjak kepulangan singkat ayah Carlina, yang tak lama pula ayah nya langsung pergi keluar negeri lagi.
‘𝘏𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘢𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘋𝘪𝘰𝘯..’
Dengan se gelas susu hangat di tangan, Carlina menatap keluar jendela rumahnya yang sedang di sinari oleh matahari pagi yang cerah. Dan tiba – tiba saja ada sebuah kiriman pesan yang di bawa oleh pelayan pribadi Carlina.
“Dari siapa? Mengganggu waktu libur ku saja.” tanya Carlina
“Ini nona, itu, Anonym-“
*𝘱𝘳𝘢𝘯𝘨𝘨𝘨.. gelas yang di pegang oleh Carlina terjatuh.
“Apa dia lagi!” Carlina mengacak – acak rambut nya.
“Sebenarnya apa sih mau anonym ini? Apa dia orang gila yang gabut. Omong kosong apa lagi yang dia kirimkan kali ini- HAH. Buang saja kertas nya.“ marah Carlina
“Anu, nona sebaiknya anda baca terlebih dahulu saja. Mungkin apa yang di katakan anonym ini benar ada nya.“ yakinkan si pelayan
“Apa kamu bilang, benar ada nya? dia selalu membual tentang ayahku yang sangat menyayangi ku. Dan dia berkata ‘𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘬𝘢𝘯𝘨𝘮𝘶, 𝘊𝘢𝘳𝘭𝘪𝘯𝘢. 𝘏𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘴𝘢𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘨𝘢𝘥𝘪𝘴 𝘬𝘦𝘤𝘪𝘭 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨𝘪 𝘯𝘺𝘢’. Apa maksud nya itu? Emang nya dia merasakan apa yang aku rasakan selama ini, sampai dengan enteng nya dia berkata begitu.” Isak tangis Carlina terdengar sampai keluar kamar yang di dengar oleh para pelayan.
“Nona, maafkan hamba. Karena, tidak berfikir dulu sebelum berbicara. Maaf..maaf nona..” panik si pelayan
“Kenapa kamu yang meminta maaf, harusnya anony-, tidak yang seharusnya meminta maaf itu ayah. Kenapa- ayah, dia harusnya ... apakah aku benar putrinya? Kenapa selama ini aku merasa tidak pernah di sayangi nya. Surat itu apa memang benar? Aku sangat ingin mempercayai nya. Aku sungguh- kalau memang benar- akuuu ...” Carlina meraih kertas yang di bawa oleh pelayan itu.
Saat Carlina membaca tulisan yang ada di dalam nya. Ia terlihat sangat marah dan panik. Emosi nya tidak terkendali. “Ini, apa ini maksud nya, hah? Apa – apa an si anonym ini.” Carlina meremas kertas itu dan memberikan nya ke pelayan. “Jawab aku dengan jujur! Apa benar yang di tulis si anonym itu? Tidak, itu cuma omong kosong dia saja kan?” Carlina memegang erat ke dua bahu si pelayan.
Setiap pesan adalah bukti perhatian dan perlindungan sang ayah, sentuhan lembut yang kontras dengan kenangan Carlina tentang sosok ayah yang dingin. Sampai akhirnya, pesan terakhir datang seperti petir di siang bolong.
‘𝘈𝘺𝘢𝘩𝘮𝘶...𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘢𝘥𝘢. 𝘒𝘦𝘤𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘢𝘯 𝘮𝘰𝘣𝘪𝘭, 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘬𝘦 𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘯𝘦𝘨𝘦𝘳𝘪 𝘵𝘪𝘨𝘢 𝘣𝘶𝘭𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘭𝘶.’
Carlina menolak mempercayainya, tetapi reaksi gugup dan mata berkaca – kaca para pelayan di rumahnya menunjukkan kebenaran yang pahit itu.
‘𝘬𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢..’
“Kenapa kalian tidak memberitahu ku dari awal? Apa hanya aku yang tidak mengetahui nya selama ini?” Carlina menatap perih para pelayan nya. Tetapi di balas dengan keheningan dari mulut para pelayan.
’𝘚𝘢𝘬𝘪𝘵, 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵 ‘.
Mau tak mau, Carlina harus menerima kenyataan bahwa ayah yang selama ini ia salah pahami telah pergi untuk selamanya. Dalam keheningan itu, Carlina mulai berbicara, “Sudahlah, aku lelah, tinggalkan aku sendiri sekarang. Jangan ada satu orang pun yang menggangguku!” titah Carlina kepada semua pelayan.
Sekarang di ruangan yang besar itu hanya ada Carlina seorang. Ia menyendiri lagi. Di lain tempat, Dion yang sangat bersemangat ingin menghubungi Carlina tetapi tidak bisa. Carlina benar-benar sangat rapuh saat ini. Ia melupakan janji temu dengan teman baru nya itu.
Ω
Tiga hari berlalu, Carlina tidak terus berlarut dalam kesedihan dan penyesalan nya. Ia lebih memilih untuk mencari tahu siapa yang mengirimkan pesan anonym itu. Karena menurut nya itu lebih penting dari sekarang. Hari demi hari ia lalui tanpa beristirahat. Namun, hasilnya nihil. Ia tidak menemukan petunjuk apapun. Dalam kebuntuan nya, Carlina tidak sengaja menyenggol sudut kaki meja belajar yang di penuhi kertas – kertas. Dan tanpa di sengaja pula ada sebuah kertas yang terjatuh tepat di bawah kaki Carlina. ‘ Eh ini, kertas puisi yang di tulis sama dia’.
“Oh iya, seperti sudah lama aku tidak bertemu dengan Dion. Bagaimana kabar nya ya”. Carlina melamun sejenak dan tersadar kembali “Tidak, ini bukan waktu nya untuk memikirkan Dion, HARUS FOKUS.” Carlina menampar kedua pipi cubby nya. “Eh, tunggu, aku seperti nya pernah melihat tulisan ini..”
“Tidak mungkin, bukankah ini..”
Ω
Perpustakaan Universitas Bangsa
Carlina sedang berkeliling mencari buku kumpulan puisi yang di tulis oleh seorang teman. Wajah nya terlihat lelah dan gelisah. Tanpa di sadari Dion mendekat dengan senyum cerah seperti biasa.
“Yooo, Carlina. Lagi nyari apa tuh? Butuh bantuan?“ Sapa Dion yang di jawab dengan gelengan kepala Carlina.
‘𝘪𝘯𝘪 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘶 𝘯𝘺𝘢..’
“Heiii, ada apa? Lo kok kaya nggak biasa nya.” Tanya Dion. Carlina menghela napas, ia ingin memastikan kecurigaan nya. “Gue cuma lagi mikirin soal semua pesan – pesan tentang ayah gue“. Kedua bola mata Dion terlihat terkejut sejenak “Pesan? Pesan apa yang lo bicarain?“. Carlina menatap nya dengan penuh curiga “Jangan berbohong, Dion. Gue tau itu lo. Benar kan?“. “Gue? Kenapa gue?“ Dion menunjuk diri nya sendiri.
“Liat nih, semua bukti yang gue kumpulin, itu mengarah ke satu orang yaitu lo, Dion.“ menyerahkan bukti ke Dion.
Dion terdiam, senyumannya memudar dan “Itu benar, gue lah anonym itu” Mengaku.
Mata Carlina mulai berkaca – kaca. Dion berusaha mendekat dan meraih tangan Carlina dan berkata “Gue lakuin ini buat lo, gue peduli sama lo, Carlina. Dan ayah lo- dia sangat sayang sama lo. Dia pingin lo mengetahui nya. Maka nya lo di pindahkan ke kampus ini. Agar, gue bisa lebih menjangkau lo.”
‘𝘵𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶..’
seketika ingatan Carlina kembali pada 3 bulan yang lalu. Saat ia berbicara dengan ayah nya untuk terakhir kali nya. Ayahnya membuat keputusan 𝘣𝘢𝘳𝘶.
• “𝘊𝘢𝘳𝘭𝘪𝘯𝘢, 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦 𝘜𝘯𝘪𝘷𝘦𝘳𝘴𝘪𝘵𝘢𝘴 𝘉𝘢𝘯𝘨𝘴𝘢. 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘦𝘣𝘢𝘴 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘢𝘱𝘶𝘯 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘢, 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘳𝘶𝘴 𝘱𝘪𝘯𝘥𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘮𝘶. 𝘒𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘢, 𝘵𝘦𝘮𝘶𝘪 𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘶𝘯𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘤𝘪𝘭 𝘮𝘶 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘢. 𝘐𝘯𝘪 𝘧𝘰𝘵𝘰 𝘯𝘺𝘢, Dion Valois, 𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘯𝘢𝘮𝘢 𝘪𝘵𝘶. 𝘋𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘭 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘊𝘢𝘳𝘭𝘪𝘯𝘢, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢𝘱𝘶𝘯. 𝘒𝘦𝘤𝘶𝘢𝘭𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘵𝘶𝘯𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘶. 𝘗𝘢𝘩𝘢𝘮 𝘊𝘢𝘳𝘭𝘪𝘯𝘢.” •
‘𝘵𝘦𝘳𝘯𝘺𝘢𝘵𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 – 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘬𝘦𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘺𝘢𝘩 𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘶..’
“kamu, Dion Valois?” tanya Carlina,
“Benar itu gu- aku, maaf aku tidak bermaksud untuk merahasiakan semua ini sama kamu. Hanya saja, ayahmu tahu kalau kamu tidak akan pernah percaya padanya. Dia tahu kamu melihatnya sebagai sosok yang dingin. Dia ingin kamu melihat sisi lain dirinya, dan dia memintaku untuk melakukan nya..” jelas Dion.
Air mata Carlina sudah membanjiri pipi cubby yang ia miliki itu. Hati nya sakit, suara rintihannya sangat perih. Kerinduan, penyesalan, mimpi, harapan. Semua nya bercampur aduk di dalam diri Carlina saat ini.
“Terlebih lagi, aku memang sudah lama menyukaimu, Carlina. Lebih tepatnya aku sudah menyukaimu saat umurmu 5 tahun saat kita pertama kali bertemu di pesta perayaan perusahaan di rumahmu. Saat itu, kamu sangat pemberani dan ceria, sangat indah. Aku ingin selalu berada di sisi mu apapun yang terjadi kedepan nya.” Pengakuan Dion.
“Dion..” terpaku Carlina.
“Oh iya, kuburan ayahmu ada di sebelah ibumu. Apa kamu mau kesana sekarang? Tidak jauh juga dari kampus ini.” Dion mengalihkan pembicaraan.
“Benarkah? Aku mau kesana sekarang, Dion.“ Carlina tersenyum cerah.
“Aku akan mempersiapkan barang yang akan di bawa ke makam sekarang.“ ucap Dion.
Carlina tidak ingin di tinggal sendirian saat ini, tetapi ia masih malu dengan pengakuan yang tiba-tiba dari Dion
“Ehhh, kenapa enggak sekalian lewat aja?” tanya malu Carlina.
“Tidak, kamu tunggu sini aja. Toh, tempat penjual nya berlawanan arah dari pemakaman. Aku akan segera kembali secepatnya. Saat aku kembali nanti kamu harus tersenyum seperti biasa lagi,janji“ teriak Dion salting sembari lari menjauh dari Carlina.
*𝘉𝘳𝘶𝘬𝘬𝘬𝘬..
Ω
“Hai, apa kabar ayah..ibu- seperti nya belakangan ini aku sering sekali ke sini untuk menjenguk kalian berdua ya, hheheeeee."
"Untuk ayah dan ibu yang berada jauh di sana. Memang terdengar aneh tapi aku ada satu permintaan yah ... Bu ... Aku percaya kalau kalian sedang mendengarkan aku di sana kan. Aku mohonnn.. ayah..ibu.. jikalau kekasihku Dion datang untuk menemui kalian di sana. Tolonglah, marahi dia. Bagaimana bisa dia meninggalkan putri kecil kalian ini sendirian. Suruh dia untuk kembali kepadaku.
• Suara Carlina serak, penampilannya serba hitam, mata yang membengkak di karenakan menangis terlalu lama. Ia bersungguh-sungguh memohon sembari memejamkan mata. •
Tuhan, biarkan kekasihku kembali ke sisi ku. Gadis kecil ini, saat ini sangat membutuhkan nya. Gadis kecil ini, tidak bisa hidup tanpa nya.
Ku mohon biarkan kekasihku, Dion kembali Tuhan.
•
Untuk kekasihku, Dion. Andai saja aku tidak membiarkan mu pergi sendirian waktu itu. Andai saja, aku memaksamu untuk ikut bersamamu. Andai- nyata nya itu hanyalah sebuah khayalan yang sangat ku inginkan saat ini.
Untuk kekasihku, Dion. Sejak saat kepergian mu. Aku, Carlina Jefery sekali lagi telah kehilangan sayap nya. Jadi, ia akan setia menunggumu sampai kau terbangun dari tidur panjang mu. Dan kembali terbang bersama dengan perisai baru nya. Entah kapan.
Karena perpisahan sangatlah menyakitkan untukku, Dion.
Ku tegaskan sekali lagi. Kepada kekasihku, Dion. Ku ingin kamu tahu bahwa Aku juga mencintaimu, sangat. Aku akan dan selalu mencintaimu untuk selama - lamanya. Maka dari itu, cepatlah bangun.
- THE END -