Hujan sore itu turun deras seperti menumpahkan segala sesak di hati Reva. Gadis kelas dua SMA itu duduk di pojok kamarnya, memandangi surat yang baru saja ditulisnya dengan tangan gemetar. Surat yang seharusnya ia tulis dari awal, sebelum semuanya terlambat.
Tiga hari yang lalu, Dodo menyatakan cinta. Lelaki itu adalah teman satu sekolah James—pacarnya. James adalah segalanya bagi Reva. Bukan hanya pacar, tapi juga tempatnya pulang, tempat ia merasa dimengerti dan dicintai.
Tapi Dodo... Dodo memohon sambil menangis. Ia memegang tangan Reva dan berbisik di ujung telepon malam itu, "Kalau kamu nolak aku, aku bakal mati, Rev. Aku serius..."
Reva yang polos dan belum pernah menghadapi situasi seburuk itu, terdiam. Ia tahu Dodo memang pernah mengalami depresi ringan. Ia tahu Dodo bukan cuma mengada-ada. Dan ia takut... takut kalau keputusannya menolak cinta membuat orang lain kehilangan hidupnya.
Dengan hati berat, ia berkata, "Baiklah, Do... Aku terima..."
Seketika itu juga, Dodo berubah. Wajahnya yang biasanya sendu kini berbinar. Ia bahkan mengganti status sosial medianya menjadi In Relationship with Reva. Tapi Reva tahu... semua itu salah.
Malam itu, Reva tak bisa tidur. Ia menangis sepanjang malam, memeluk bantal dan menggigit bibir menahan suara tangisnya agar tak terdengar oleh orang rumah. Ia mencintai James. Ia tidak pernah punya perasaan pada Dodo. Ia hanya takut... takut menjadi penyebab kematian seseorang.
Dan keesokan harinya, dengan tangan bergetar dan hati yang tak kalah kacau, ia menulis surat.
---
Untuk Dodo,
Maaf.
Aku tidak bisa terus seperti ini. Aku tidak pernah berniat menyakitimu, sungguh. Tapi hatiku bukan untukmu. Aku terima cintamu karena aku takut kamu akan melakukan hal-hal berbahaya. Tapi aku juga sadar, membiarkan diriku terjebak dalam hubungan ini hanya akan menyakiti kita berdua.
Tolong, jangan sakiti dirimu sendiri. Hidupmu berharga, dan kamu pasti bisa menemukan orang yang benar-benar mencintaimu.
Tapi orang itu bukan aku.
Aku minta maaf, Do. Anggap saja ini kesalahan yang harus kita lupakan. Aku kembalikan semuanya, dan aku pamit dari hubungan yang tak pernah seharusnya terjadi.
—Reva
---
Ia mengirimkan surat itu lewat pesan suara. Suaranya lirih dan pelan, tapi tegas. Ia kira semua akan selesai.
Namun ia tak pernah menyangka, hari itu juga, James mendadak berubah.
Ia datang ke sekolah dengan wajah muram dan tatapan dingin. Reva menyambutnya dengan senyum lebar, tapi hanya dibalas dengan dingin, "Kamu hebat juga, ya. Main dua kaki. Sama temanku sendiri pula."
Reva terpaku. "Apa maksud kamu?"
"Udah tahu, Rev. Dodo udah cerita semuanya. Kalian jadian, kan? Kamu selingkuh dariku."
"Tidak! Aku nggak pernah selingkuh! Aku terpaksa... Aku takut dia bunuh diri!" Suara Reva meninggi, hampir menangis.
"Tapi kamu tetap terima dia! Itu cukup untuk bikin aku pergi."
Reva mencoba menjelaskan semuanya, dari awal hingga akhir. Tapi hati James sudah tertutup. Ia tak ingin mendengar. Yang ia tahu, Reva telah mengkhianatinya. Dan ia memilih pergi.
Hari-hari setelah itu, Reva seperti kehilangan warna. Ia mengurung diri di kamar, tak mau makan, tak bicara pada siapa pun. Ibunya berkali-kali mengetuk pintu, tapi ia hanya menjawab dengan suara lirih, "Aku capek, Bu..."
Sekolah menjadi mimpi buruk. Dodo tersenyum seolah tak terjadi apa-apa, bahkan kadang dengan bangga memperlihatkan pesan-pesan manis dari Reva yang dulu ia kirim hanya karena takut.
Teman-temannya mulai menjauh. Beberapa bahkan memandangnya sinis. Reva menjadi bahan gosip. Dan yang paling menyakitkan, James benar-benar menjauh—menghapus semua kenangan, memblokir semua akun, seakan Reva tak pernah ada.
Di sebuah sore kelabu, Reva duduk di balkon, memandang langit yang tampak muram.
"Aku cuma ingin semuanya kembali seperti dulu," gumamnya pelan.
Tapi waktu tak pernah bisa diputar. Dan pilihan bodoh yang dilandasi rasa takut kini menghancurkan segalanya.
Ia membuka buku diary dan menulis:
> "Aku pikir menjadi baik itu menyelamatkan orang. Tapi ternyata, kadang jadi terlalu baik justru membunuh diriku sendiri."
---
Seminggu kemudian
Dodo akhirnya sadar kalau Reva benar-benar tak ingin bersamanya. Tapi rasa bersalah yang semula ia gunakan sebagai senjata telah menghancurkan gadis itu. Reva bukan hanya kehilangan cinta, tapi juga harga dirinya.
Ia tak membalas pesan Dodo lagi. Ia tak mau dengar maaf, tak ingin bicara.
Dan James?
Mungkin suatu hari ia akan tahu kebenarannya. Tapi hari itu bukan sekarang. Karena untuk pertama kalinya dalam hidup, Reva belajar—bahwa mencintai diri sendiri jauh lebih penting daripada menyenangkan orang lain.
Dan itu... adalah awal dari penyembuhan yang lama.
---
TAMAT