Maya mengusap rambut pendeknya yang diwarnai highlight perak— kebiasaan impulsif yang ia lakukan setiap kali jenuh. Di kafe kecil bernuansa boho di sudut Bandung, ia menanti kopi latte sambil men-scroll ponsel. Ia cepat bosan, cepat penasaran, dan selalu ingin berbicara—ciri‐ciri Gemini yang kerap membuat teman‐temannya kewalahan mengikuti ritme pikirannya.
Di meja sebelah, Arka—pria Taurus berbadan tegap dengan sweater rajut warna cokelat—sedang menunduk khusyuk membaca buku astronomi tua. Tangannya besar namun gerakannya pelan; tiap halaman ia balik dengan hati-hati seolah takut merobek waktu. Sesekali ia menyesap cappuccino, lalu kembali tenggelam.
“Kalau Jupiter segitu jauhnya, manusia jadi segini kecilnya, ya…” gumam Maya pelan, tak tahan melihat ilustrasi warna-warni di buku Arka. Ia baru menyadari suaranya terdengar karena si pemilik buku mendongak.
Arka tersenyum singkat. “Iya, rasanya menyadarkan kalau rencana kita yang rumit itu… sebetulnya cuma bintik di kosmos.”
Ucapan tenang itu membuat Maya terkesima. Biasanya orang akan terganggu bila disela, tapi pria ini malah berbagi refleksi. Gemini dalam diri Maya langsung terpancing. “Kau suka astronomi?” tanyanya riang.
Arka menutup buku, menaruh penanda dari kulit. “Suka, tapi lebih suka mencari pola kebetulan. Misalnya, konstelasi Gemini dan Taurus bertetangga. Tapi jarang ada yang cerita tentang mereka bertemu.”
Mata Maya berbinar. “Astrologi! Aku Gemini, lho.” Ia menunjuk dirinya sendiri dengan bangga.
Arka terkekeh pelan—suara rendah dan hangat. “Tebakan yang menarik. Aku Taurus.”
Pertemuan Pertama
Mereka pun larut dalam obrolan spontan. Maya melompat dari topik ke topik: psikologi warna, lagu indie terbaru, sampai rencana traveling ke Raja Ampat yang baru terpikirkan detik itu juga. Arka mendengarkan dengan sabar, menanggapi setiap ide dengan pandangan mantap dan logika sederhana.
“Kenapa kau tak mencoba menulis blog tentang pengalaman spontanmu?” usul Arka, menjeda aliran kata Maya.
Maya terhenyak. “Aku pernah mulai… tapi bosan setelah dua postingan.”
Arka tersenyum maklum. “Gemini cepat berpindah. Kalau begitu, bagaimana jika kau bercerita padaku saja? Aku pandai menyimpan.”
Maya tertawa lepas. “Tawaran menarik, Pak Pencatat Bintang.”
Pertumbuhan
Waktu bergulir. Maya dan Arka makin sering bertemu—kadang di kafe yang sama, kadang berjalan di Taman Hutan Raya sambil berdiskusi soal buku dan rasi bintang. Maya merasa aneh: ia jarang betah dengan satu orang lebih dari dua jam, tetapi bersama Arka, percakapannya seperti udara segar yang menenangkan.
Arka pun menemukan sesuatu yang baru: Maya menantang zona nyamannya. Suatu sore Maya mengajaknya ikut kelas dansa swing. Langkah Arka kaku, tapi Maya memandu dengan canda. “Gerakkan pinggulmu, Pak Taurus, bukan gerakkan tekadmu saja!” Olokannya membuat Arka tertawa terbahak— tawa yang jarang muncul karena ia biasanya pendiam.
Namun beda sifat juga berarti beda kebutuhan. Maya sering berubah rencana di menit terakhir—mengajak road trip tanpa persiapan. Arka, sang Taurus, butuh kestabilan. Suatu Jumat malam, Maya menelepon, “Besok kita ke Pantai Pangandaran, ya! Berangkat jam empat pagi.”
Arka menimbang‐nimbang. “Aku sudah janji bantu Ayah memperbaiki pagar rumah. Bisa minggu depan?”
Keheningan di seberang. Maya merasa ditolak. “Oke,” jawabnya singkat, lalu mematikan telepon.
Retakan
Hari Sabtu berlalu tanpa pesan. Pada Minggu pagi, Maya memilih jalan sendiri ke pantai bersama teman lain. Ia memamerkan foto matahari terbit di media sosial. Arka melihatnya, hati-hatinya pedih—bukan karena Maya pergi, tetapi karena ia merasakan jarak menganga di antara mereka.
Malamnya, Arka datang ke kafe dengan setangkai lavender, bunga sabar favorit Taurus. Maya sudah duduk di pojok, mengetik cepat di laptopnya.
“Aku membawa sesuatu,” kata Arka.
Maya menoleh, menahan senyum kecut. “Bunga untuk permintaan maaf telat?” selorohnya setengah pahit.
Arka menaruh lavender di meja. “Aku ingin kita berbicara, tanpa tergesa. Kulewatkan pantai kemarin, tapi bukan sengaja menolakmu. Aku butuh waktu menyesuaikan, bukan menutup diri.”
Maya menutup laptop. “Aku yang salah juga. Terlalu impulsif.” Ia menatap untaian ungu itu. “Kamu tahu, lavender ini lambang ketenangan. Ironis buatku.”
Arka mengangguk. “Gemini terbang, Taurus menapak. Tapi mungkin kita bisa belajar saling menyeimbangkan. Aku siap berjalan lebih cepat kadang‐kadang, asal kau siap berhenti sejenak bersamaku.”
Maya tersenyum lirih. “Kau siap? Aku tak punya rem bagus.”
“Tidak apa-apa,” jawab Arka lembut. “Aku punya jangkar. Kita bisa berbagi.”
Keseimbangan
Sejak itu, mereka membuat aturan kecil: kalender bersama di dinding apartemen Maya. Setiap warna mencerminkan ‘hari impulsif Gemini’ dan ‘hari tenang Taurus’. Pada hari biru muda—warna Gemini—Arka harus ikut kebaruan; entah open mic poetry atau kulineran mendadak. Pada hari hijau zamrud—warna Taurus—Maya berjanji menundukkan sayap: membaca di taman, menonton film lama tanpa mengubah channel.
Suatu malam biru muda, mereka pergi ke bukit bintang untuk menatap langit. Maya membentangkan peta rasi bintang holografik yang ia beli dadakan. “Lihat, di sana Gemini!” serunya, menuding dua bintang terang.
Arka meraih tangan Maya, mengarahkan telunjuknya ke gugus di samping. “Dan itu Taurus, si banteng tua.”
Maya tertawa kecil. “Tua, ya? Padahal kamu dua tahun lebih muda dariku.”
“Bintang tidak diukur usia, tapi sinarnya,” balas Arka tenang. “Dan kadang sinar yang berbeda membuat malam lebih indah.”
Maya memandang Arka, mata mereka bertaut. Dalam hening langit malam, Maya merasa untuk pertama kalinya ia tidak ingin berlari mencari petualangan lain. Ada petualangan berbeda di dada Arka—petualangan menetap, menganyam kebersamaan perlahan-lahan.
“Terima kasih sudah jadi jangkar,” bisiknya.
Arka menepuk lembut bahunya. “Dan terima kasih sudah mengajari angin bertiup di layar kapalku.”
Epilog
Di kafe boho tempat mereka berjumpa, pemilik kafe mengganti nama minuman baru: Gemini-Taurus Latte—perpaduan espresso bold dan sirup lavender. Di daftar minuman tertulis slogan kecil: “Berbeda rasa, satu kehangatan.”
Maya dan Arka terkekeh saat melihatnya. Mereka bersulang cangkir kertas. Gemini menghirup awal, Taurus menyesap akhir, tapi di antara mereka tercipta jeda manis yang tak terukur bintang— seimbang, hangat, dan sama-sama bersinar.