Namaku Naya. Aku 26 tahun dan sudah lima tahun mencintai orang yang sama: Bima. Tinggi, manis, penyabar, dan selalu bisa membuatku merasa aman. Tapi sejak awal, aku tahu... dia bukan milikku.
Kami bertemu di kampus. Aku semester satu, dia sudah di ujung masa kuliahnya. Awalnya, aku hanya kagum. Lalu kami makin dekat. Makan bareng, ngobrol soal mimpi-mimpi masa depan, dan tertawa sampai lupa waktu. Tapi dia tak pernah menyatakan cinta. Dia hanya bilang, "Kamu nyaman ya, Naya. Aku senang deket kamu."
Dan bodohnya, aku bertahan di posisi itu. Jadi orang yang dia cari saat lelah. Jadi tempat cerita ketika dunia tak adil. Bahkan saat dia mulai cerita soal pacarnya—Dira, perempuan baik yang dikenalnya sejak SMA—aku masih bertahan. Diam-diam berharap dia akan memilihku pada akhirnya.
Waktu terus berjalan. Mereka putus sambung. Aku tetap di sana. Aku menunggunya sembuh setiap kali hatinya patah. Aku ada saat Dira meninggalkannya untuk sekolah ke luar negeri. Aku yang nemenin dia malam-malam saat kecemasan datang tanpa alasan. Tapi dia? Dia tetap memikirkan Dira.
Aku sempat berpikir, mungkin... aku bisa menggantikan posisi Dira. Tapi ternyata aku cuma pengganti sementara. Karena suatu hari, setelah hampir setahun kami seperti pasangan tak resmi, dia datang dengan wajah yang tak bisa kusebut selain... bahagia.
"Nay," katanya, matanya berbinar. "Dira balik. Kami balikan."
Hatiku remuk. Tapi aku tersenyum. "Wah, senangnya. Aku ikut bahagia."
Itu bohong, tentu saja. Tapi aku tak bisa egois. Dia bahagia. Dan jika mencintai berarti ingin melihatnya bahagia, maka aku sudah melakukannya.
Mereka menikah tahun ini. Aku datang ke pernikahannya, dengan gaun warna pastel dan senyum yang kusembunyikan di balik lipstik merah muda.
Bima memelukku sebelum naik ke pelaminan.
"Terima kasih, Nay. Tanpa kamu, mungkin aku nggak akan bisa sembuh dulu."
Aku hanya mengangguk. Tak ada kata lain selain, “Selamat ya, Bim.”
Karena pada akhirnya, aku cuma penjaga hatinya…
Bukan pemiliknya.
Dan aku cuma satu dari sekian banyak orang yang rela jagain jodoh orang.
---