PENGHUNI KAMAR KOSONG
Kos-kosan itu tidak terlalu besar. Hanya ada lima kamar berderet di lantai atas dan dua kamar mandi bersama di lantai bawah. Di sanalah Arum, mahasiswi semester akhir, pindah karena ingin mencari tempat yang lebih tenang untuk skripsinya.
Dari kelima kamar di atas, hanya empat yang ditempati. Satu kamar paling ujung, kamar nomor lima, selalu kosong.
"Aku pengin di kamar nomor lima aja, sepi," kata Arum pada Bu Santi, ibu kos.
Namun Bu Santi menolak sambil senyum kaku, "Yang itu... nggak bisa, dek. Sudah lama dikunci."
Tak dijelaskan alasannya. Arum tak ambil pusing. Ia menempati kamar nomor empat, tepat di sebelah kamar kosong itu. Semuanya baik-baik saja—hingga malam ketiga.
Saat sedang mengetik skripsi, Arum tiba-tibq mendengar suara kursi yang diseret dari dalam kamar kosong.
Ia menempelkan telinga ke dinding. Suara itu jelas. Kursi, lalu langkah kaki... lalu bisikan.
"Kamu sendirian, ya?"
Arum mundur. Merasa ngeri. Ia mencoba membuka pintu kamar itu besok pagi, dan benar saja, pintunya terkunci rapat. Tapi malam-malam berikutnya, suara itu semakin sering terdengar. Kadang seperti seseorang berjalan bolak-balik. Kadang seperti ada yang menangis pelan.
Suatu malam, sekitar pukul dua, Arum mengumpulkan keberanian dan mengintip dari celah pintu kamar itu. Saat kilat menyambar di luar jendela, ia melihatnya: ada seseorang berdiri di tengah kamar yang gelap. Berdiri kaku, membelakanginya.
Arum menjerit.
Keesokan harinya, ia mendatangi Bu Santi, memaksa bertanya.
"Apa yang sebenarnya ada di kamar itu?"
Bu Santi diam lama sebelum menjawab, "Tiga tahun lalu, ada anak kos yang tinggal di situ. Namanya Rani. Pendiam. Rajin. Tapi sering bilang merasa diikuti, merasa dikawani oleh sesuatu..."
Arum menelan ludah.
"Dia gantung diri di dalam kamarnya. Dan sejak itu, semua penghuni setelahnya... selalu mengeluh hal yang sama. Suara. Bayangan. Sampai akhirnya, kamar itu dikunci. Biar tidak ada yang diganggu lagi."
---
Arum mencoba tetap tinggal. Tapi malam-malamnya semakin menakutkan. Ia mulai bermimpi buruk—berjalan di lorong gelap, melihat pintu kamar nomor lima terbuka perlahan, dan dari dalamnya ada sosok perempuan dengan kepala miring tergantung, menatapnya sambil berbisik, "Boleh aku numpang tidur di kamarmu sebentar...?"
Dan pagi harinya, pintu kamar Arum selalu terbuka, meskipun ia yakin menguncinya.
Hingga suatu pagi, Arum menghilang.
Teman-teman kosnya tidak menemukannya di kamar. Tidak ada barang yang hilang. Ponselnya tertinggal, bahkan skripsinya masih terbuka di layar laptop. Semua normal, kecuali satu hal:
Pintu kamar nomor lima terbuka sedikit. Padahal kuncinya masih dipegang Bu Santi.
Dan sejak itu... malam-malam di kosan semakin mencekam.
Kadang terdengar dua orang berbicara dari kamar kosong itu. Kadang hanya ada satu suara... menangis sambil berkata,
"Aku nggak mau sendirian lagi..."