Seekor laba-laba merayap di antara semak-semak rumput di hutan bunga. Langkahnya pelan, bergerak hati-hati, seperti sedang berburu mangsa.
Joni tidak menyadari apa pun, hingga radar merah menyala dari alat berbentuk gelang di lengannya.
Gelang itu cukup panjang untuk menampung sebuah layar mini. Multifungsi untuk keperluan di alam liar: dilengkapi radar pergerakan, lampu darurat, hingga suar SOS untuk mengirim sinyal bantuan.
Ia menatap layar gelang itu dengan mata membesar, jantungnya berdegup kencang. Radar merah berarti satu hal, ada makhluk bergerak mendekat.
Joni yang awalnya berjalan pelan, kini mempercepat langkah, lalu berlari kencang. Ia tak peduli pada semak, batu, atau ranting di depannya.
"Aku harus menjauh." Kalimat itu tertanam dalam benaknya.
Laba-laba yang melihat buruannya mendadak kabur, tak bisa lagi bersembunyi. Ia keluar dari semak dan langsung mengejar Joni yang sudah lebih dulu lari.
Joni mulai mendengar suara kaki di belakang. Ia menoleh, seekor laba-laba besar sedang merayap cepat mengejarnya.
Bahunya menegang. Keringat dingin membasahi tengkuk. Tubuhnya serasa kesemutan.
"Habislah aku," gumamnya.
Namun, rasa takut membuat langkahnya makin cepat. Matanya menyapu sekitar, mencari tempat perlindungan.
"Apa ada tempat bersembunyi?" pikirnya.
Ia melihat sebuah cangkang kosong. Mungkin bisa ia pakai berlindung.
Joni berlari ke sana, meloncat, meraih mulut cangkang yang menghadap ke atas. Ia memanjat naik dan masuk ke dalam. Dari dalam, ia mendorong agar cangkang itu bisa berbalik dan menutup dirinya.
Thlak!
Cangkang itu pun berbalik, menutupi tubuh Joni.
Kini ia bersembunyi di balik cangkang keong. Napasnya terengah. Bibirnya tergigit. Gelisah. Ia mencoba menyalakan suar SOS dari mesin gelang yang terpasang di lengannya.
Bersambung...