Pada suatu malam, ketika Zainal hendak balik dari rumah temannya, si Jupri. Ia pulang dengan berjalan kaki melewati beberapa rumah warga. Sampai di satu rumah yang di ketahui warga sana sebagai rumah kosong, tanpa penghuni. Ia mendengar suara tangisan.
"hiks, hiks, hiks,"
Suara itu sentak membuat bulu kuduk Zainal terangkat.
Tapi Zainal adalah anak yang cukup berani, ia mencoba mencari sumber suara itu. berjalan ke arah gerbang rumah kosong, tampak Rumput di halamannya cukup tinggi melewati pinggang orang dewasa.
Dari luar rumah tampak lampu yang berkedap-kedip di bagian dalam.
"Apa ada orang di dalam?" Tanya Zainal dengan suara cukup keras.
"Hiks, hiks, hiks,"
Namun, hanya suara tangisan yang terdengar, dan sedikit bayang-bayang seseorang dari pantulan lampu, yang sudah kedap-kedip.
Ia mencoba berjalan menuju pintu rumah melewati rumput tinggi di halaman. Cukup susah untuk melangkah melewati semak rumput, apalagi saat itu hanya memakai sendal jepit. Hingga setelah dekat dengan pintu rumah kosong itu, Tiba-tiba, kaki Zainal seperti di pegang dan ditarik kebelakang sampai terjatuh.
"Hhaa..." Teriak Zainal jatuh dan kaget.
Ia menoleh ke arah kaki yang di tarik, membuat matanya sontak melebar. Terlihat disana tangan putih pucat sedang memegang pergelangan kaki kirinya.
"Hhaa..." Zaianal berteriak lagi karena apa yang dia lihat. Tapi tepukan keras di belakang pundak mengagetkannya, sontak membuat ia berpaling ke belakang.
"Praaank."
Suara ceria dan tawa seorang gadis dengan paras yang cantik mengalihkan ketakutan Zainal.
Ia lalu cepat-cepat bangun dan memandangi gadis di depannya lagi. Gadis itu masih tertawa, dan kemudian tersenyum manis ke Zainal.
"Ini prank?" Tanya Zainal, memastikan.
"Iya, ini prank." Balas gadis itu masih sedikit tertawa dan senyum ke Zainal.
Dalam hati Zainal kini sudah hilang rasa takut, tapi suatu rasa tumbuh sedikit mekar melihat gadis dengan senyuman manis didepannya.
"Iya,iya, prank kamu bagus, aku sampe beneran takut tadi." Kata Zainal menyambung pembicaraan.
"Benarkah hi,hi," sahut gadis itu dengan wajah senang.
"Ngomong-ngomong nama kamu siapa? Saya baru pertama kali ketemu kamu."tanya Zainal.
"Aku, Putri... Aku orang baru disini." Jawabnya malu-malu, "ee, aku udahan dulu ya, mau pulang, daahh"
"Ehh, kok cepet banget mau balik."
"Besok malem saya di sini lagi." Sahut putri, sambil melangkah pergi.
Putri berlari kecil keluar dari halaman rumah kosong itu, sambil menoleh ke Zainal dan melambaikan tangan.
Zainal yang masih memandangi putri membalas lambaiannya dengan senang. Ia melihat putri pulang lewat jalan menuju rumah Jupri. Tanpa sedikitpun merasa janggal, ia melanjutkan perjalanannya untuk pulang kerumah.
Dalam perjalanan pulang hati Zainal penuh dengan senyuman wajah putri yang terngiang-ngiang sepanjang jalan.
Dari malam itu Zainal dan putri mulai sering bertemu di depan rumah kosong itu. Hubungan mereka semakin dekat satu sama lain. Samapai suatu malam, Zainal ingin menyatakan perasaannya ke putri.
Malam itu seperti biasa mereka berjanji akan ketemu di depan rumah kosong. Zainal sudah ada di sana lebih dulu, ia membawa sebuah hadiah untuk menyatakan perasaannya. Jantungnya sangat berdebar-debar karena takut, tapi ia sudah bertekad memberanikan diri.
"Putri cukup lama ya belum datang." Gumamnya.
Sampai tengah malam Zainal masih menunggu di sana dengan sebuah kotak hadiah yang ia bawa. Namun putri tidak kunjung datang.
Ia duduk di sana sendirian sampai tidak sadar tertidur di sana. Saat Zainal tertidur sesosok bayangan di rumah kosong itu mendekatinya.
"Zainal, Zainal, Zainal,"bisik sosok itu ketelinganya.
Namun Zainal tidak mendengarnya karena tertidur.
Pagi itu Zainal terbangun, mendapati dirinya tertidur memakai selimut di depan rumah kososng. Ia berpikir kalau putrilah yang memberikannya selimut.
Ia kesal karena mengira dirinya tertidur ketika putri datang malam itu. Kini Zainal kembali pulang kerumah dan akan kembali lagi nanti malam untuk menunggu putri.
Setelah satu hari terlewat, kini malam datang menjemput.
Zainal kini bertekad tidak tidur malam ini, Ia akan begadang semalaman menunggu putri.
Waktu malam mulai berlalu perlahan, putri belum kunjung datang. Zainal menunggu dengan teguh, di mana putri yang kini menjadi cinta di hatinya akan datang.
Tengah malam mulai terlewati, Zainal masih terjaga menunggu. Sampai beberapa waktu.
"Zainal"
Suara tidak asing terdengar di telinganya, memangil dengan lembut. Lalu Zainal menoleh ke belakang.
Putri dengan senyum yang ia sukai kini berada di hadapannya.
"Putri, aku sudah menunggumu." Ucap Zainal dengan penuh kesenangan, "maaf kalau kemain malam aku ketiduran."
"Tidak apa-apa kok, Aku juga datang terlalau malam." Balas putri, sedikit menunduk.
"Putri, aku hanya ingin kamu tahu perasaanku." Ucap Zainal melanjutkan.
Putri memandangi wajah Zainal yang serius.
"D-dari saat pe-rtama kita jumpa, da-an walau k-kita hanya bertemu be-berapa malam saja... K-kamu tidak pernah berhenti m-menjadi bayang-bayang di hatiku..." Kata Zainal patah-patah karena malu.
Mendengar itu Putri hanya tersenyum malu dan terlihat senang dihatinya.
Zainal yang melihat wajah putri terlihat senang, membuat rasa malunya seperti terobati.
"Putri aku mencintaimu." Ungkap Zainal, sambil membuka kotak yang berisi cincin.
Putri hanya menutup mulut dengan kedua tangannya, namun ia begitu sangat senang dan sedikit terharu.
Tanpa menjawab pernyataan Zainal, putri menjulurkan tangan kirinya.
Zaianl mengerti itu dan memasangkan cincin ke jari manis putri.
"Iya, aku menerima cintamu."
Terucap di bibirnya putri, jawaban yang Zainal sangat inginkan. Tidak terbendung senang di hatinya, karena gadis yang ia dambakan menerima cintanya.
Putri melompat memeluk Zainal, membuat ia terkejut sekaligus senang, tubuhnya sangat ringan.
"Terimakasih." Bisik putri ke telinganya.
Zainal merasa aneh mendengar itu, dengan tubuh putri yang tadi ringan, kini mulai seperti kehilangan berat. Badanya mulai memudar, membuat Zainal terkejut.
Ia melepas pelukan putri dan memandanginya sekali lagi, putri tersenyum kepadanya dengan air mata yang mengalir.
"Putri! Apa ini?"
Zainal memandangi tubuh putri yang memudar, bibirnya berbicara tapi tidak ada suara yang keluar.
"Putri, katakan sesuatu! Kumohon!"
Think!
Suara cincin terjatuh, bersamaan dengan ambruknya tubuh Zainal. Ia ingat cincin itu terpasang di jari manis gadis yang ia baru cintai.
"Putriii!"
Tamat...