Pada zaman dahulu hidup seorang gadis dari keluarga bangsawan. Sejak kecil dia terkenal akan kecantikannya. Rambutnya yang merah layaknya darah menarik perhatian yang melihatnya. Kecantikannya menimbulkan kecemburuan di hati para perempuan. Bola mata emas miliknya tak jarang menjerat hati para pria. Sanjungan sering ia terima. Begitu pula dengan ejekan dari mereka yang tak suka. Meski semua tak berani langsung berkata jika mengingat dia adalah putri dari bangsawan dengan tingkatan Marques.
Hidup dengan pujian dan kekayaan menumbuhkan arogansi gadis itu. Ketegasan kakeknya dalam jalan ksatria memaksa perempuan itu bertindak keras pada dirinya sendiri. Crimson lady tak tahu siapa yang memulai, gelar itu selalu menyertai namanya semenjak dia memulai debutnya di umur 16 tahun. Tak hanya karena rambutnya ataupun gaun merah yang sering ia gunakan, namun juga berkat ilmu berpedangnya yang menghadapi seratus orang bandit sendirian. Crimson lady dilihat dari sudut manapun adalah perempuan beruntung dan sangat ideal.
Keluarga kerajaan yang mendengarkannya dan melihatnya semenjak usianya masih belia, mempersuntingnya demi pangeran mahkota. Crimson Lady tak memiliki hak menolak apalagi di tawaran membanggakan seperti ini. Dengan menpertaruhkan namanya dan kebanggaan keluarganya, dia menerima tahta calon ibu kerajaan itu. Pangeran mahkota yang cerdas nan berani didampingi calon ratu yang mempesona, pandai, serta mengerti tentang politik. Tak ada pilihan baik lagi bagi para vassal tak peduli minoritas yang tidak setuju. Masa keemasan kerajaan mereka terjamin.
Kalau kisah berlanjut pangeran yang sekarang Raja dengan ratunya secara harmoni mengendalikan vassal,meningkatkan ekonomi, berhubungan baik dengan negara tetangga, dan memperkuat sektor militer. Sayang kisah ini bukanlah dongeng. Cobaan yang tak bisa tertebak selalu datang. Itu terjadi ketika muncul seseorang gadis lain yang menghebohkan kerajaan. Kecantikannya tak kalah dengan Crimson Lady dan kepintarannya patut diperhitungkan. Kalau ada yang berbeda maka itu gadis yang ini lebih pupuler dan mencuri hati penduduk dengan kebaikannya. Little Saint atau White Maiden mulai disebutkan setiap kali mengingat perempuan itu.
Pangeran Mahkota yang mendengar kehadirannya tertarik. Dia diam-diam menemui gadis itu dalam nama samarannya. Yang awalnya tertarik berubah menjadi rasa cinta. Begitu pula dengan gadis itu yang baru mengenal cinta pertamanya. Saat kembali ke kerajaan, pangeran mahkota membawa gadis itu bersama dengan keluarganya ke ibukota. Alangkah terkejutnya ketika gadis itu laki-laki impiannya adalah seorang pangeran mahkota. Setelah itu hubungan itu menjadi rahasia sampai rumor menyebar.
“Yang mulia, bisa jelaskan siapa perempuan yang selalu Anda temui.” Calon ratu bertanya pada pangeran dihadapannya.
“Dia hanya seorang teman.”
“Kalau begitu apa hubungan anda dengannya. Membawanya dari desa ke ibukota. Membiarkannya tinggal di sayap kiri istana. Dan Anda selalu menemuinya, bukankah itu berlebihan sebagai teman.”
Pangeran terdiam sejenak. “Karena aku merasa dia sudah seperti adik perempuanku. Apakah itu salah sebagai kakak memperlakukan adiknya seperti itu?”
“Adik perempuan? Gosip di kalangan bangsawan tak mungkin berkembang jika itu yang terjadi. Saya mendengar anda... ” Gadis dengan julukan Crimson lady itu menutup mulutnya yang terbuka setelah tak ada yang keluar lagi dari mulutnya yang terbuka.
“Baik. Jika pangeran bersikeras, sementara saya akan diam. Akan tetapi tolong pangeran ingat satu hal. Saya adalah tunangan Anda.”
Pertemuan tertutup itu yang isinya sama sekali tak diketahui pelayan istana maupun penjaga istana menimbulkan gosip lain apalagi di kalangan bangsawan. Gosip pangeran beralih hati lebih tersiar sekaligus dipercaya ketika pangeran itu sering terlihat berjalan bersama dengan gadis baru itu. Dua faksi yang mendukung Crimson Lady dan White Maiden masing-masing tercipta.
Dua faksi dalam hadapan pangeran saling beribut terutama faksi dari Crimson lady. Mereka meminta penjelasan dari pangeran dan mengatakan keberatan dengan keberadaan White Maiden di lingkungan istana. Jelas fraksi dari White Maiden berusaha keras memecahkan argumen lawan mereka. Situasi semacam ini dalam istana tak berubah selama beberapa bulan ataupun pangeran yang sering diam.
Situasi berubah ketika laporan diajukan dari fraksi White Maiden mengenai adanya tindakan kekerasan yang dilakukan Crimson Lady terhadap gadis yang mereka dukung. Bukti berupa saksi dan beberapa pelaku ditunjukkan dalam perkumpulan di ruang tahta itu.
“Milady, Apa benar Anda melakukan tindakan tak bermoral ini.”
“Tidak,Yang Mulia.” Ucapnya singkat.
“Kalau begitu benarkah kau menyuruh mereka bertindak kasar terhadapnya ?”
“Sama sekali tidak.” Crimson Lady yang menilik ke pelaku yang berbaris berkata lebih lanjut,“Saya sama sekali tidak tahu menahu tentang kejadian yang mereka sebutkan. Juga saya sama sekali tidak mengenal mereka.”
Ocehan mengenai Crimson Lady berbohong mereka teriakkan. Bangsawan-bangsawan dari faksi White Maiden memanfaatkan penuh situasi ini menuduh Crimson lady. Pada akhirnya kejadian itu sama dengan yang terjadi beberapa bulan terakhir, adu ucapan kedua faksi tanpa penyelesaian.
Kondisi semakin memburuk bagi faksi Crimson Lady dengan rumor buruk itu yang semakin menyebar dan dipercaya. Kepercayaan masyarakat semakin mengarah ke Little Saint. Pada puncaknya harapan menang menghilang sepenuhnya ketika White Maiden hampir terbunuh oleh penyerang asing. Pangeran yang marah memanggil Crimson Lady,namun dia tak kunjung-kunjung datang. Beberapa waktu kemudian diketahui Crimson Lady kembali ke wilayahnya begitu pula sebagian besar pendukungnya yang kembali ke wilayahnya masing-masing. Faksi White Maiden patut senang dengan kemenangan mereka.
Ketenangan sebelum badai tiba—peribahasa itu sangat cocok dengan suasana di ibukota dan kerajaan. Mereka yang dipikir telah kalah menyatakan pangeran mahkota sudah dipengaruhi penyihir dan menyatakan akan membebaskan ibukota dari penyihir itu dengan jalan berdarah. Perang saudara. Kudeta. Ancaman ini tak ayal disambut kepanikkan faksi White Maiden. Begitu pula dengan masyarakat kerajaan khususnya di ibukota.
Kejadian demi kejadian lain yang bisa dikatakan buruk terjadi. Berapa banyak nyawa prajurit dan ksatria hilang dalam perang saudara ini? Berapa besar dampaknya pada ekonomi kerajaan? Berapa persen menurunnya militer kerajaan? Dengan banyak pertanyaan pasca perang ini, pangeran berhasil membuktikan kemampuannya dengan memadamkan kudeta ini. Di penghujung prolog kisah heroik pangeran, dia berhasil menyeret Crimson Lady dan petinggi faksinya ke guillotine.
Tamat