Tahun 1970, Desa Cileles. Di sebuah desa terpencil yang tersembunyi di balik bukit-bukit hijau, Desa Cileles, ada sebuah pohon yang sangat besar dan memiliki aura mistis yang sangat kental.
Orang desa percaya bahwa pohon tersebut, yang mereka namakan "Pohon Beringgin", memiliki kekuatan untuk membuat ladang padi mereka menjadi amat subur. Mereka juga percaya bahwa Pohon Beringgin dapat mengeluarkan mata air yang sangat berlimpah, sehingga desa mereka menjadi sangat makmur.
Pagi itu, matahari baru saja muncul dari ufuk timur, membawa sinar emas yang menyinari desa. Orang-orang desa sudah mulai beraktivitas, membajak sawah dan menanam padi. Di tengah-tengah desa, Pohon Beringgin berdiri tegak, seperti sebuah penjaga yang menjaga keberkahan desa.
Kakek Karna, seorang tetua desa yang bijak dan dihormati, berdiri di bawah Pohon Beringgin, melakukan ritual pagi. Ia membakar dupa dan membaca mantra, memohon keberkahan dan perlindungan bagi desa.
"Tahun ini akan menjadi tahun yang baik," kata Kakek Karna kepada orang-orang desa yang berkumpul di sekitarnya. "Pohon Beringgin akan terus memberkati kita dengan panen yang melimpah."
Orang-orang desa mengangguk setuju, percaya bahwa Pohon Beringgin adalah sumber keberkahan mereka. Namun, dibalik keindahan dan kekuatan Pohon Beringgin, ada banyak kisah yang sangat kelam.
Banyak orang yang kerasukan hingga menghilang di tempat tersebut. Orang desa percaya bahwa Pohon Beringgin memiliki roh yang sangat kuat dan dapat memanggil jiwa-jiwa yang tidak berdosa.
Kakek Karna, yang masih berdiri di bawah Pohon Beringgin, menatap ke atas dengan mata yang penuh khidmat. Ia ingat kembali kisah-kisah yang telah terjadi di tempat itu.
"Ada seorang gadis muda yang bernama Lestari," kata Kakek Karna kepada orang-orang desa yang masih berkumpul di sekitarnya. "Ia datang ke Pohon Beringgin untuk berdoa, tapi tidak pernah kembali. Kemudian, ada seorang pemuda yang bernama Asep, ia datang untuk memetik buah dari pohon itu, tapi menghilang tanpa jejak."
Kakek Karna melanjutkan ceritanya dengan suara yang penuh keseriusan. "Banyak lagi kisah seperti itu, orang-orang yang datang ke Pohon Beringgin dengan niat baik, tapi tidak pernah kembali. Orang desa percaya bahwa roh Pohon Beringgin memanggil mereka ke alam lain."
Orang-orang desa saling menatap dengan khidmat, takut akan kekuatan Pohon Beringgin. Salah satu dari mereka, seorang ibu muda bernama Ibu Sri, bertanya dengan suara yang bergetar.
"Kakek, apa yang membuat roh Pohon Beringgin memanggil mereka? Apa dosa yang telah mereka lakukan?"
Kakek Karna menatap ke bawah, seperti sedang mencari jawaban di dalam tanah. "Tidak ada dosa yang mereka lakukan, Ibu Sri. Roh Pohon Beringgin memanggil mereka karena mereka masih suci, masih memiliki jiwa yang murni. Dan kita semua tahu, ada satu cara untuk membuat roh Pohon Beringgin tenang..."
Kakek Karna berhenti berbicara, tapi orang-orang desa sudah mengerti apa yang ia maksud. Mereka saling menatap dengan takut dan khidmat, karena mereka tahu bahwa cara itu sangatlah mengerikan...
Suatu hari, ketika matahari masih tersembunyi di balik awan kelabu, seorang pemuda bernama Tono berani mengambil risiko yang fatal. Ia menggenggam kampak yang berat dan menghampiri Pohon Beringgin dengan niat untuk menebasnya.
"Aku akan membebaskan desa ini dari kekuasaan pohon ajaib ini!" Tono berteriak, suaranya bergemuruh seperti guntur.
Namun, seketika Tono mengayunkan kampaknya, Pohon Beringgin mengeluarkan suara yang menakutkan - seperti raungan harimau yang terluka. Darah merah pekat menyembur keluar dari batang pohon, membanjiri seluruh ladang padi yang hijau dan subur.
Ladang yang dulunya penuh dengan janji keberkahan, kini berubah menjadi lautan merah yang mengerikan. Orang-orang desa berlari ke sana kemari, panik dan tak percaya akan apa yang terjadi.
"Kutukan... kutukan telah datang!" Kakek Karna berteriak, suaranya penuh dengan ketakutan. "Pohon Beringgin telah murka!"
Desa Cileles yang dulunya makmur dan damai, kini terjerumus ke dalam kegelapan dan ketakutan. Mereka semua tahu, hidup mereka tidak akan pernah sama lagi.
Malam itu, orang-orang desa berkumpul di rumah Kakek Karna, suasana tegang dan khidmat. Mereka membicarakan tentang cara menghentikan kutukan Pohon Beringgin.
Kakek Karna menatap ke arah mereka dengan mata yang serius. "Hanya satu cara untuk menghentikan kutukan ini... kita harus mengorbankan seorang gadis yang masih suci."
Orang-orang desa saling menatap, terkejut tapi juga setuju. Mereka percaya bahwa pengorbanan tersebut dapat meminta perlindungan dan kesejahteraan pada Pohon Beringgin.
Ibu Sri yang hadir di pertemuan itu, tiba-tiba merasa takut. Ia memiliki seorang putri kecil yang masih suci dan murni, namanya Dewi.
"Tapi, Kakek... siapa yang akan dikorbankan?" Ibu Sri bertanya dengan suara yang bergetar. Kakek Karna menatap ke arah Ibu Sri, matanya menyimpan kesedihan.
Orang-orang desa diam, menunggu keputusan Ibu Sri. Tapi sebelum Ibu Sri bisa menjawab, suara guntur menggelegar di luar, dan Pohon Beringgin tampak bercahaya dalam kegelapan.
Malam itu juga, di bawah cahaya bulan yang purnama, orang-orang desa berkumpul di sekitar Pohon Beringgin. Mereka menampilkan sebuah tarian Jaipong yang sakral, diiringi gamelan yang dimainkan dengan irama adat Meruwat yang kuat dan mistis.
Penari-penari Jaipong, yang dipimpin oleh seorang penari utama yang cantik dan anggun, melangkah dengan gerakan yang harmonis dan graceful. Mereka memuja Pohon Beringgin dengan tarian yang dipercaya dapat memanggil roh pohon tersebut.
Saat tarian mencapai puncaknya, Ibu Sri membawanya dengan perasaan sedih dibawa ke depan Pohon Beringgin. Kakek Karna memimpin doa dan mantra, memohon perlindungan dan kesejahteraan pada Pohon Beringgin.
Dengan suara yang lantang dan penuh khidmat, Kakek Karna berkata.
"Oleh darah yang suci, kami memohon perlindungan-Mu..."
Saat itu juga, Dewi menghilang dari pandangan, dan Pohon Beringgin bercahaya dengan cahaya yang sangat terang.
Kutukan pada desa mulai hilang, ladang padi yang kering dan mati mulai bertunas kembali. Desa Cileles kembali menjadi makmur dan damai. Orang-orang desa bersorak gembira, menyambut kembali kebahagiaan dan keberkahan.
Mereka tidak tahu perasaan yang hancur, namun ibu Sri tidak dapat menolaknya. Ia hanya memandang pohon tersebut dan berdoa untuk masa depan desanya.
Dua puluh tahun telah berlalu sejak kutukan Pohon Beringgin dipatahkan. Zaman telah berubah, dan kisah tentang pengorbanan Dewi serta kekuatan Pohon Beringgin telah menjadi sebuah mitos yang hampir terlupakan.
Generasi baru telah tumbuh di Desa Cileles, dan mereka hanya mendengar kisah tentang Pohon Beringgin dari kakek-nenek mereka. Mereka percaya bahwa kisah itu hanya sebuah legenda, sebuah cerita yang dibuat untuk menghibur anak-anak.
Namun, Pohon Beringgin masih berdiri tegak di desa tersebut, menjulang tinggi di atas ladang padi yang hijau dan subur. Orang-orang desa masih memandang pohon itu dengan khidmat dan hormat, percaya bahwa Pohon Beringgin masih menjaga dan melindungi mereka.
Setiap malam bulan purnama, orang-orang desa masih melakukan ritual kecil di sekitar Pohon Beringgin, membakar dupa dan berdoa untuk keselamatan dan keberkahan. Mereka percaya bahwa Pohon Beringgin masih memiliki kekuatan untuk melindungi dan memberkati mereka.
Dan di balik kehidupan yang damai dan makmur ini, ada sebuah perasaan bahwa Pohon Beringgin masih menyimpan rahasia yang belum terungkap, sebuah rahasia yang hanya menunggu waktu untuk terbongkar kembali.
Di antara orang-orang desa yang percaya bahwa Pohon Beringgin hanya sebuah mitos, masih ada beberapa orang yang tetap percaya akan kekuatan mistisnya. Mereka adalah orang-orang yang masih mengingat kisah-kisah lama tentang Pohon Beringgin, dan percaya bahwa pohon itu masih memiliki kekuatan untuk memanggil jiwa-jiwa yang tidak berdosa.
Kakek Joyo, seorang tetua desa yang bijak dan dihormati setelah meninggalnya Kakek Karna, adalah salah satu dari mereka. Ia masih percaya bahwa Pohon Beringgin dapat memberikan perlindungan pada desa mereka, dan bahwa pohon itu masih memiliki kekuatan untuk memanggil jiwa-jiwa yang suci.
"Pohon Beringgin bukan hanya sebuah pohon," kata Kakek Joyo kepada cucunya. "Ia adalah simbol kekuatan dan perlindungan bagi kita semua. Ia masih menjaga dan melindungi kita, seperti yang telah dilakukannya selama ini."
Cucunya, yang bernama Tino, mendengarkan dengan saksama. Ia telah mendengar kisah-kisah tentang Pohon Beringgin sejak kecil, tapi belum pernah benar-benar memahami kekuatan mistisnya.
"Apa yang terjadi jika Pohon Beringgin memanggil jiwa yang tidak berdosa lagi?" Tino bertanya dengan rasa ingin tahu.
Kakek Joyo menatap ke bawah, seperti sedang memikirkan sesuatu yang serius. "Jika itu terjadi... maka kita semua harus siap menghadapi konsekuensinya."
[Versi Novel "Desa Kutukan Tersembunyi" coming soon]