Aku tahu, mungkin ini bukan surat yang akan kamu baca. Dan aku nggak berharap kamu membacanya juga. Tapi aku butuh menulis ini, agar aku bisa sedikit lebih lega.
Aku ingin kamu tahu bahwa aku merasa dibohongi. Aku tahu, mungkin kamu punya alasan kenapa kamu nggak jujur sama aku. Tapi itu tetap nggak mengurangi rasa sakitnya. Aku merasa seperti ada bagian dari diriku yang hilang—karena aku percaya padamu, aku mempercayai kata-katamu, dan aku memberi ruang untuk kita tumbuh bersama.
Tapi kenyataannya, aku cuma tumbuh dalam kebohongan yang kamu buat. Itu bukan hal kecil. Itu menghancurkan, meski aku berusaha untuk nggak mempermasalahkan terlalu banyak hal. Namun ada batasnya, dan akhirnya aku merasa perlu untuk pergi.
Aku marah, kecewa, dan bingung. Kenapa harus seperti ini? Kenapa harus ada kebohongan yang menggerogoti kepercayaan yang aku bangun? Aku masih belum tahu jawabannya, dan mungkin aku nggak akan pernah tahu. Tapi aku tahu satu hal: aku perlu untuk lebih peduli sama diriku.
Aku nggak menyesal pernah mengenalmu, meski begitu banyak yang terluka. Tapi aku nggak bisa terus berada di sini, memaksakan sesuatu yang nggak lagi sehat untuk aku.
Jadi, ini adalah langkah terakhirku. Meninggalkan kebohongan ini dan memilih untuk lebih menghargai diriku sendiri.
Semoga kamu menemukan jalanmu, meskipun aku tahu sekarang bukan lagi bagian dari itu.
Selamat tinggal.
Dan terima kasih, meskipun semuanya harus berakhir seperti ini.
— Aku