Hari itu, jam baru menunjukan pukul 9 pagi saat Sean tiba di cafe tempat dia bekerja paruh waktu. Ia masuk melalui pintu belakang khusus pekerja dengan wajah dinginnya seperti biasa sebelum memasuki area dapur.
Tapi sebelum itu, dia sempat berpapasan dengan rekan satu area kerjanya, Jacob sedang duduk malas sambil merokok di area belakang.
Jacob menyadari kehadiran Sean dan menoleh ke arahnya sebelum tersenyum lebar dengan ekspresi nakalnya.
"Ohohoho... si tampan pangeran kita akhirnya datang juga~" katanya dengan nada meledek sambil meniupkan asap rokok dari mulutnya.
"Daritadi para pelanggan cewek nanyain kapan Rey datang lho.., jam berapa shift kerjanya, pulang jam berapa, blah blah blah san seterusnya" tambahnya dengan ekspresi meledek yang menjengkelkan
Namun Sean hanya menghela napas kasar menerima ejekan Jacob. Pasalnya, dia sudah terbiasa menerima panggilan seperti itu.
Sejak awal awal dia bekerja disini, semua rekan kerjanya sudah biasa memanggilnya dengan sebutan itu karna dirinya yang sering diidolakan oleh pelanggan perempuan. Wajahnya yang tampan bak model memang sangat enak dipandang.
Sean kemudian mengambil celemek seragamnya dari loker dan mengenakannya ditempat sebelum melanjutkan untuk bekerja.
"Lho? tumben udah berangkat? nggak ada kelas siang kah?" Ucap rekan kerja wanitanya, terkejut dengan kehadirannya yang lebih awal dari biasanya.
Sean hanya melirik ke arahnya dan menyahut tanpa ragu
"Hari ini kebetulan dosennya keluar kota, alhasil kelasnya diubah besok lusa dijam kosong" katanya seadanya sebelum akhirnya berjalan ke arah pintu yang menghubungkan area dapur untuk membantu rekannya yang lain menyiapkan peralatan memasak.
Jacob yang sudah menghabiskan rokoknya hanya tertawa setelah mendengar ucapan itu.
"Wah jadi si pangeran tampan akhirnya ambil jam kerja full hari ini nih?" Tanyanya meledek dengan kembali mengulang panggilannya yang menjengkelkan itu.
"Haaa...terserahlah"
Sean hanya menghela napas sinis dan memutuskan untuk fokus bekerja melayani pelanggan.
Cafe tempat kerjanya cukup ramai dengan pengunjung, jadi Sean bisa fokus sepenuhnya dengan pekerjaannya bahkan membuatnya melupakan kesibukannya sebagai mahasiswa. Wajah dinginnya terlihat tegar dan membuat beberapa pelanggan perempuan semakin tertarik dengannya, membuat Jacob terusik untuk kembali meledeknya. Diapun melongok kearah dapur dimana Sean tengah memotong kentang.
"Pssst pssst.... hey ganteng, tadi ada orang yang mintain nomor hp kamu lagi tuh~" katanya sambil melirik ke salah satu pelanggan dengan tatapan penuh makna.
Sean hanya mengandalkan kesabarannya untuk tidak bereaksi kepada ucapan Jacob sambil terus fokus dengan pekerjaannya.
"Hhhh... serius tuh... ada yang nanya kapan jam kerjamu besok, katanya mau dateng pas kamu kerja aja hahaha"
Sean hanya menghela napas pasrah sementara Jacob kembali tertawa dengan senyum lebar. Namun sesaat setelahnya Jacob berdecak pura-pura kesal karena Sean yang terus mendiamkannya.
"Ish! ngomong kek! diem-diem mulu, bisa ngomong kan!? Haishh… Nggak seru banget nih anak"
Sean hanya mengabaikannya tanpa berkomentar apapun dan terus fokus memasak dengan wajah serta kepala yang tenang. Hal tersebut membuat Jacob terusik dan ingin terus meledeknya.
"Seriusan deh. Kok kamu nggak pernah ngeladenin mereka sih? Padahal banyak banget yang cakep, masa nggak ada satupun yang kamu suka gitu??? SATUPUN??" katanya sambil berdecak tak terima
"Haaah... terserahmu lah mau ngomong apa..." Ucap Sean seraya menghela napas lelah dan menyodorkan sepiring kentang goreng pesanan pelanggan ke rekannya yang bertugas menjadi waiters.
Jacob terlihat kesal dengan sikap acuhnya Sean. Namun dia pun mengalihkan perhatiannya saat pesanan pelanggan lain datang dan memutuskan untuk membendung kekesalannya sementara waktu, walau ia berniat untuk tetap kembali meledeknya nanti.
Sesaat setelah dirasa pelanggan mulai agak sepi karena waktu makan siang sudah hampir habis, Jacob pun segera mendatangi Sean ke barisel dapur.
"Maksudku..., kamu beneran nggak pernah kegoda bahkan satu orang pun gitu?" tanyanya dengan tatapan penasaran kepada Sean.
"Errmm.... kamu... bukan gay kan?" tambahnya dengan suara berbisik.
Sean yang terkejut seketika menatap tajam Jacob, matanya melirik tumpukan potongan roti burger, tangannya langsung menyerobot satu potongan roti itu dan menjejalkannya ke mulut Jacob dengan kasar.
"Mpmh—!?! Nyam..."
Hal itu sontak membuat Jacob tersentak dan sedikit terdorong kebelakang, namun ekspresi bingungnya seketika pudar dan lanjut mengunyah rotinya dalam diam dengan ekspresi bodohnya.
"Sudah gila ya!?! Aku ini masih normal! Lama-lama ku sumpel juga mulut mu pake pisau!" ucap Sean kasar
Jacob terus mengunyah rotinya seraya menghindari tatapan tajam Sean.
'Orang kalem kalo marah ngeri banget anj-! Jangan-jangan diam-diam dia ini psikopet?' batinnya
"Ya sorry. Aku kan nggak tau, lagian nanya doang sensi amat." katanya seraya kembali menatapnya penasaran.
"Tapi... kamu beneran masih suka sama cewek kan?" tanya Jacob sekali lagi yang jelas memutus tali kesabaran Sean yang sudah menipis bak seutas benang.
Kerutan di dahi Sean pun semakin dalam. Dia menghela napas jengkel dan mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu tanpa aba-aba, dia mendorong Jacob dan meng-kabedonnya.
Jacob sontak membelalakkan matanya dan meringkuk karena terjebak diantara dinding dan Sean.
"HARUS NGOMONG BERAPA KALI KALAU AKU INI NORMAL! YA JELAS AKU MASIH SUKA CEWEK, BRENGSEK!!" bentak Sean namun dengan suara berbisik.
Jacob hanya bisa menelan ludahnya dengan keras dan mengerjapkan matanya gugup karena kedekatan mereka dan tatapan tajam Sean padanya.
'Ngeri sih... Tapi... ganteng juga kalo marah' batin Jacob tanpa sadar
'ANJ—! I'm Not Gay! Aku normal! aku normal! DEMI TUHAN AKU NORMAL!! Dada cewek lebih menggoda, Jacob! whs@-g@sg#y' ia seketika merapalkan mantra untuk menuntun dirinya sendiri kembali kejalan yang benar.
Sean yang melihat Jacob berceloteh tidak jelas dengan mata tertutup dan tangan mengepal didepan dada pun langsung melangkah mundur dan menjauh darinya. Ekspresi kesalnya berubah drastis menjadi tatapan jijik dan heran.
Beberapa saat kemudian Jacob pun langsung tersadar dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia melihat ke arah Sean dan sadar kalau Sean melangkah mundur dan menjauh darinya, seolah-olah mendengar mantra batinnya.
"A-ahem! iya pastinya kamu normal kan? Kamu normal aku normal, kita semua normal... mana mungkin kita gay ahaha.." ucapnya kaku seraya mengibaskan tangannya seolah asumsinya itu konyol dan memaksakan tawanya
'Yeah! jelas dada cewek lebih menggoda! Mana mungkin dada cowok yang menggoda kan?' batin Jacob meyakinkan dirinya dengan gugup.
Namun matanya tanpa sadar justru bergerak kebawah melirik dada Sean yang kencang, menandakan dirinya merawat ototnya dengan baik.
Sean yang melihat tatapan Jacob ke dadanya pun semakin merasa jijik dan refleks menutup dadanya dengan tangan.
"Nge-ngeliatin apa kamu?!"
Jacob langsung tersentak kembali dari lamunannya saat mendengar bentakan Sean. Terlebih ditambah tatapan jijik dari si tampan itu, membuatnya tambah terkejut dan mengibaskan tangan seolah denial akan pikiran kocaknya.
"Ah.. e-enggak kok.. aku nggak ngeliatin apa-apa." katanya gusar dan pura-pura sibuk melihat kearah lain.
"E-eh iya lupa... pelangganku! balik kerja dulu, bye-bye" lanjutnya mengubah topik dan melarikan diri.
Sean hanya bisa mengerjapkan matanya bingung dan ternganga dengan tingkah rekannya yang aneh itu, namun dia juga tak ingin ambil pusing.
'Haah.... dasar bajingan gila' umpat Sean dalam hati.
Sean menghela napas lelah seraya memijat pelipisnya karena merasa pening dan melangkah ke penggorengan untuk menyiapkan kentang goreng.
Tanpa sepengetahuannya, sebelum kembali kemeja depan, Jacob yang penasaran pun melirik kembali untuk melihat dada bidang Sean di balik kemejanya yang sedikit ngepres dan membentuk porsi tubuhnya dengan sempurna.
'Damn…'
Beberapa jam berlalu dan Sean kini tengah fokus dengan pekerjaannya memasak kentang goreng dan beberapa hidangan lainnya. Tiba-tiba, dia merasakan tatapan seseorang yang membuatnya seperti merasakan hawa dingin. Diapun menengok ke kiri-kanannya untuk mencari sumbernya, namun tidak menemukan siapa-siapa. Diapun menghela napas dan menggelengkan kepalanya seraya menghela napas.
'mungkin cuma perasaanku aja' batinnya.
"Dimsum, salad, burger, kentang goreng... sudah semua kan yah.." gumamnya mencocokkan pesanan pelanggan sambil kembali menyusun hidangan untuk dibawa kedepan.
Sementara itu, Jacob yang tengah berjaga di meja depan sembari membuatkan minuman pelanggan sesekali melongok ke dapur untuk mengintip Sean lalu berlagak seolah sedang melakukan pekerjaannya seperti biasa saat Sean ke meja depan dengan hidangan ditangannya.
Rekan kerja wanita mereka yang bertugas menjadi kasir, Tina, tak lama pun menyadari gerak-geriknya yang aneh itu dan memanggilnya.
"Pssst... Jacob"
Jacob yang tersentak kaget saat Tina memanggilnya langsung berusaha kembali fokus saat menyadari dia tertangkap basah.
"H-huh? Ye-yeah?" katanya serak sembari mengibaskan kepala dan kembali fokus membuat smoothies.
"Kamu kenapa si? Daritadi celingak-celinguk kayak orang ga jelas" Ucap Tina blak-blakan dengan kerutan di dahinya.
"Nyariin siapa sih?
"Hah?! Err.. ng-nggak kok... nggak lagi nyari siapa-siapa." jawab Jacob kikuk,
"Ahem- udahlah fokus kerja aja lagi sana." tambahnya, mengubah topik pembicaraan
Matanya menghindari tatapan elang Tina sembari menggaruk kepalanya dan kembali fokus menyelesaikan pembuatan smoothies nya.
Tina yang melihat tingkah Jacob tersebut hanya bisa menghela napas heran, namun diapun memutuskan untuk fokus kembali dengan pekerjaannya meski sambil sesekali melirik Jacob.
Beberapa lama setelahnya, Jacob yang penasaran kembali melongok ke dapur untuk mengintip Sean. Tapi nampaknya belum ada pesanan baru sehingga ia sempat bisa duduk santai di dekat meja dapur.
Jacob berfikir sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri dan menghampirinya.
"A-ahem" ia berdehem untuk menarik perhatian Sean yang tengah menenggak segelas air.
Sean menengok ke arah Jacob yang tiba-tiba mendekat ke arahnya. Ia hanya mengamati Jacob beberapa saat sebelum akhirnya bertanya
"Apa lagi?" tanyanya sinis,
"Santai aja kali jawabnya, sinis banget." jawab Jacob, namun Sean hanya meliriknya dengan tatapan sinisnya lagi.
"Astaga.... aku nggak akan mengganggumu lama kok.. mau nanya aja" lanjutnya sambil mengibaskan tangan dengan kikuk sebelum akhirnya duduk di mejanya
"Ahem...kamu suka nge-gym yah?" tanya Jacob seraya melirik otot dadanya
Sean hanya menaikkan satu alisnya saat mendengar pertanyaan Jacob. Dia menenggak lagi air minumannya sebelum akhirnya meletakkan gelasnya dan menatap Jacob.
"Nggak, aku cuma rutin jogging sama workout ringan di rumah sesekali." katanya dengan suara datar dan dinginnya.
Jacob hanya mengerutkan keningnya heran dengan jawaban tersebut. Ia menegakkan posisi duduknya dan kembali memulai topik.
"Hoooh.. tapi kok bisa ototmu kenceng kalau cuma sesekali workout di rumah?" katanya sambil melirik dada bidang Sean dengan kerut penasaran.
Sean tersenyum sinis melihat tatapan penasaran Jacob pada dada bidangnya. Ia hanya melipat tangannya didepan dada, membuat ototnya semakin nampak melalui kain kemejanya.
"Memangnya workout cuma bisa di gym? Lagian, workout di rumah juga bisa membentuk otot yang bagus kok asal rutin." katanya santai.
"Lagipula, aku workout juga cuma biar nggak gampang sakit doang"
'*biar ga gampang sakit* apanya otot sampe segede itu' batin Jacob sedikit iri akan dada yang lebih bidang serta otot lebih kencang milik Sean. Namun diapun tetap tersenyum dengan kikuk seraya mengibaskan tangan.
"Haaah... aku sih males workout... ngabisin tenaga dan buang-buang waktu. Lebih enakan rebahan sambil scroll toktok. Lagian kerja juga sama-sama ngeluarin keringet" katanya sembari menghela napas puas yang membuat Sean ingin tertawa mendengarnya.
"Yeah...yeah... suka-suka kamu lah..." ucap Sean sambil geleng-geleng kepala dan tersenyum tipis.
Ia baru saja hendak beranjak bangun untuk kembali bekerja ketika melihat kertas pesanan masuk melalui loket, namun Jacob menghentikannya lagi.
"Wait wait... sabar dulu dong. Lagian pesanannya kan baru sampai" Jacob menghela napas sinis, namun berusaha kembali fokus ke tujuan awalnya.
"Haaah... apa lagi?"
"Hussh... Sabarr. Kapan lagi aku bisa tanya mengenai hal pribadimu kalau nggak sekarang kan?" tanya Jacob dengan kembali bersemangat.
Sean hanya mengerutkan dahi dan memandangnya bingung,
'lah kocak bener ni bocah. Tanya hal pribadi ya pas sepi dan bukan pas lagi kerja.' batinnya seraya menggeleng-gelengkan kepala dan menghela napas.
Namun Jacob tak mempedulikannya dan siap untuk membombardirnya dengan pertanyaan lain.
"Hmmmm... jadi, kamu suka cewek yang kayak gimana?" tanya Jacob santai.
Sean mulai bosan mendengar Jacob mengekorinya dengan pertanyaannya seperti itu. Namun Sean hanya memilih untuk terus bersabar menghadapi Jacob dan menjawab dengan jawaban seadanya.
"Haaah... apa aja asal dia cewek asli dan bernapas. Tapi kalau dia pinter, mungkin aku bakal lebih suka." katanya sambil memeriksa kertas pesanan dan membacanya dalam hati.
"Hmm... kalau aku sih paling suka kalau dada mereka besar, paling gak D cup hehe~" Sahut Jacob seraya menyeringai.
Sean yang mendengarnya melirik Jacob dengan ekspresi jijiknya sebelum akhirnya menggeleng-gelengkan kepala dan kembali fokus dengan pesanan dan mempersiapkan bahan.
"Terserahlah, dasar bajingan mesum"
"Hehehe"
Jacob hanya tertawa melihat ekspresi jijik Sean. Karenanya, ia terpancing untuk mengusiknya lebih jauh.
"Yah mau bagaimana lagi, Aku ini normal dan tentunya suka dada cewek. Memangnya kamu nggak suka?" tanya Jacob penasaran,
Sean yang akhirnya selesai mempersiapkan bahan berbalik menghadap Jacob dengan tatapan sinisnya.
"Nggak ada manusia normal yang blak-blakan mengatakan hal mesum sepertimu, tolol." jawabannya seraya menggeleng-gelengkan kepala dan menyalakan kompor untuk mulai menyiapkan hidangan yang dipesan.
Wajah Jacob langsung menunjukkan seringai mesumnya saat mendapat jawaban dari Sean
"Hahaha... emang iya?... jadi, kamu beneran nih nggak suka dada cewek?" tanyanya dengan nada meledek
Sean berusaha mati-matian agar tidak meninju wajah tengilnya itu. Padahal Sean tidak bilang dia tidak suka, tapi temannya yang kurang se-ons itu nampaknya punya asumsi sendiri dan itu membuat Sean muak.
"Hah... memangnya apa sih yang nggak kamu suka dari dada cewek? Padahal mereka kan keliatan lembut-kenyal, membuatmu ingin memilin dan-" kalimatnya terputus saat pandangannya jatuh ke otot dada Sean.
"Hey Sean... Psst… boleh nggak… aku pegang… dada mu sekali saja?"
Mendengar itu Sean akhirnya kehabisan kesabaran dan menjitak kening Jacob dengan keras.
|pletak|
"Ow!!?!"
"K*nt*l!! Apa urat malumu sudah hilang hah!?!" Bentak Sean dengan kening berkerut.
"Tutup mulutmu dan balik kerja sana!" lanjutnya seraya menggertakkan gigi dan menatap tajam Jacob.
"Ishh... Sakit tahu! Ngapa jadi galak banget sih... cuma mau megang dadamu bentar doang juga, pelit banget hmph" sahut Jacob sambil mengusap keningnya dan melangkah kembali ke meja depan dengan wajah cemberut.
Sean hanya menghela napas panjang melihat Jacob yang akhirnya pergi kembali ke tempatnya.
'dasar bocah stress!' ia mengutuknya dalam hati.
Beberapa saat kemudian, Sean pun menyelesaikan hidangan pesanannya dan menyerahkannya ke Rani yang bertugas menjadi waiters.
Tina yang bertugas menjaga kasir dan menyiapkan minuman di meja depan bersama dengan Jacob memanggilnya dari loket.
"Oi, Sean" panggilnya seraya menyodorkan potongan kertas pesanan.
Sean hanya menghela napas dan memeriksanya lalu kembali untuk mulai memasak. Namun Tina yang penasaran karena mendapati tingkah Jacob yang aneh bak bocil yang tidak dituruti keinginannya setelah kembali dari dapur pun memutuskan untuk bertanya,
"Si Jacob kenapa? Daritadi menggerutu sambil manyun nggak jelas. Kalian habis berantem?"
"Haaah…. Kita ngga berantem. Kupikir dia habis mabok kecubung, makanya ku tempeleng kepalanya biar sadar" jawab Sean asal.
Rani yang baru saja kembali setelah mengantar pesanan dan melihat keduanya berbincang pun menjadi penasaran,
"Ada apa?" Tanyanya kepada Tina,
Namun Tina yang tidak mendapat jawaban jelas dari Sean pun tidak bisa memberi jawaban dan hanya mengangkat bahu.
"Entahlah... cowok susah ditebak." jawabnya lalu melengos kembali ke meja kasir untuk menerima pesanan dan pembayaran pelanggan.
Rani mengerjapkan matanya penuh kebingungan dan pertanyaan, namun diapun akhirnya hanya mengangkat bahu dan kembali bekerja.
Sementara itu, Sean hanya menghela napas lelah seraya melanjutkan memasak dengan rekan kerjanya yang lain hingga jam kerjanya usai. Dan begitulah Sean menghabiskan waktu-waktunya, kuliah di pagi hingga sore hari lalu melanjutkan pergi bekerja paruh waktu dikafe hingga petang.