Matahari telah terbit daritadi, untuk kesekian kalinya aku bangun siang. Matahari tampak mengamuk, membangunkan ku melalui cahaya yang dipancarkan olehnya.
Aku masih merasa lelah, mengantuk. "Hoah," Aku menguap. Meregangkan tubuh.
Merapihkan tempat tidur, seperti rutinitas harianku. Membosankan, tapi rapih dan nyaman.
Aku melanjutkan aktivitasku menggosok gigi setelah bangun tidur. Dilanjut dengan mandi pagi hari yang cerah.
Tak butuh waktu yang lama, 5 menit aku selesai mandi. Badanku sangat wangi dan harum, seperti bunga mawar merah menawan.
Aku meletakkan pakaian kotor di mesin cuci, menjemur handuk basah yang baru saja ku gunakan untuk mandi.
Setelah selesai, aku pergi untuk sarapan, "Mamah, sarapannya ada dimana?," Tanyaku sambil berteriak, memanggil mamah.
Tak ada jawaban apapun yang terdengar. Sepertinya mamah pergi, aku membuat mie instan, karena mamah belum menyiapkan sarapan.
Asal kalian tau, aku yatim sejak lahir. Papahku meninggal, bertepatan dengan lahirnya akunke dunia. Itu alasannya papah tidak sarapan bersamaku.
Dan aku anak tunggal. Tidak memiliki saudara, paman, bibi, bahkan kakek dan nenek. Hanya memiliki seorang teman baik hati, Rara.
Setelah aku sarapan mie instan, aku mencucinya dan bermain di luar rumah. Menghampiri Rara untuk bermain bersama.
Kami memang biasanya main setiap pagi hari. Namun, sepertinya hari ini Rara sedang flu dan demam. Mamahnya memberi tau kepadaku saat aku menunggu di depan rumah Rara. Aku sedikit kecewa. Tapi mau bagaimana lagi?
Aku bosan, tidak biasanya kami berdua bolos bermain bersama. Aku merenung di taman perumahan. Bermain ayunan sendirian. Di taman, aku melihat seorang kakak laki-laki yang sedang bermain dengan adik perempuannya.
Mereka tampak akrab dan bahagia. Aku iri akan hal tersebut, ingin mempunyai seorang kakak atau adik.
Aku masih merenung di taman, tangan menyentuh dagu, mengayun-ayunkan ayunan.
Kakak beradik tersebut sudah pergi, menyisakan aku sendiri di taman.
Menjelang siang, aku segera balik ke rumah. Kata mamah, anak-anak tidak boleh bermain di tengah hari. Penculikan anak bisa saja terjadi.
Mamah memperingatiku setiap aku pergi keluar bermain. Sesampainya di rumah.
"Mamah. Lili balik!," Seruku, masuk pintu rumah.
Sekali lagi, tidak ada jawaban. Sepertinya mamah memang belum pulang. Aku menaruh sendal di rak, pergi menuju ruang tamu untuk menonton televisi.
Hari ini terasa begitu hampa, tak ada yang membuatku bahagia. Hanya bangun, merapihkan tempat tidur, mandi, sarapan mie instan, bermain ayunan di taman, dan berakhir menonton tv.
Ini sangat membosankan! Entah kemana perginya mamah, dari pagi hingga menjelang sore, belum pulang ke rumah.
Aku merasa ketakutan, mamah dari pagi tidak kelihatan. Aku tidak berani sendirian berada di rumah, apalagi malam hari.
Aku mencari-cari mamah keluar. Memeriksa, apakah mamah di warung? Tidak ada.
Sepertinya mamah di toko sembako? Tidak ada.
Aku sudah mencari di berbagai tempat yang sering mamah kunjungi. Tidak ada, aku juga bertanya kepada temanku, teman mamah, tetangga, teman gosip mamah. Tapi tidak ada yang mengetahuinya.
Bahkan toko kosmetik langganan mamah, hari ini tidak melihatnya.
Ya, aku pasrah kembali. Langit sudah mau gelap. Aku harus segera kembali ke rumah. Aku mencari mamah hingga di jalan raya. Ramai sekali, para pekerja kantoran pulang beramai-ramai. Memenuhi jalan raya, padat.
Aku menyebrangi zebra cross, bersamaan dengan orang-orang.
*Brak*
Suara tabrakan keras, terdengar dari jalan raya saat aku telah menyebrang.
Aku menoleh, penasaran. Ada apa yang terjadi?
Aku kepo, ternyata kecelakaan yang menimpa seorang wanita. Aku perlahan-lahan mendekati kerumunan.
"Ya ampun, mamah!!," Teriakku histeris, mamahku menjadi korban kecelakaan. Aku memeluk mamah.
Mamahku tergeletak di jalan raya, mamah terlihat lemas. Motornya terjatuh, barang belanjaannya berhamburan di jalan raya.
Mamah seperti membeli sebuah kue. Oh ya ampun! Dia membeli kue untuk ulang tahunku.
Aku meminta orang-orang untuk membantu mamahku, mengantarkannya ke rumah sakit. Seseorang menelpon ambulance untuk segera datang. Jalan raya seketika semakin ramai dan padat.
Ambulance telah datang, mamahku dibawa, aku ikut bersamanya. Motor mamah juga dibawa.
Ambulance bergerak begitu cepat dan tepat. Sesampainya di rumah sakit. Mamah masuk ruang IGD, segera di periksa.
Aku tidak boleh masuk ke ruangan. Menunggu di ruang tunggu. Malam telah tiba. Hingga saat ini, aku belum mendapat kabar dari dokter.
Masih menunggu mamah. Melamun tak jelas, bersedih. Mengusap air mata yang keluar.
Punggungku pegal, badanku lelah. Tapi aku penasaran dengan keadaan mamah.
"Lili, selamat ulang tahun putri mamah! Panjang umur dan sehat selalu. Maaf kalau mamah seharian ini tidak ada di rumah, mamah berdagang hingga ke kota, mencari uang untuk membeli hadiah dan kue, untuk ulang tahunmu hari ini. Terima kasih telah menjadi putri mamah yang baik. Jadi anak yang kuat, ya. Sekali lagi, selamat ulang tahun putri tercinta mamah. Mamah pamit dulu ya," Ucap sosok wanita berwajah mamah.