Selama belasan tahun, Ratih menahan luka yang tak terlihat. Luka itu bukan sekedar lebam di tubuh, tapi luka di hatinya di pukul, di tampar , di teriaki hanya karena kesalahan kecil.
Sekecil apapun salah Ratih tak bisa di maafkan.
Bertahun tahun Ratih bertahan, bukan karena cinta, tapi demi satu alasan Rindu anak mereka.
Setiap sore ketika Toni pulang dengan muka masam, Ratih sudah tahu apa yang sedang terjadi. Ia tetap menyajikan makan malam , tetap diam saat Toni membentak. Ia Tetap memeluk Rindu diam diam agar anak itu tak melihat ibu nya menangis.
Waktu berjalan , Rindu tumbuh menjadi remaja yang mengerti lebih dari yang Ratih kira. Dia sering melihat ibunya memegang pipi yang merah, sering mendengar Isak tangis yang tertahan. Tapi Rindu diam seperti ibunya. Hingga malam itu.
Hanya karena masalah sepele , Toni kembali mengangkat tangan. Tamparan keras mendarat, di pipi Ratih, Ratih mencoba melawan tapi tidak mampu sekali lagi tamparan mendarat di pipi kiri Ratih. Suara benturan menggema di ruang tamu.
Ratih terhuyung , menahan air mata seperti biasa.
Tapi kali ini sebelum ia sempat menenangkan diri, Rindu berdiri di antara mereka
" Cukup pa!" Bentak Rindu dengan mata berapi api " kenapa papa selalu memukul mama , kenapa harus mama terus yang di salah kan papa jahat, aku benci sama papa!"
" Mama bukan orang yang pantas di pukul cuma karena hal kecil.
Toni , kaget dengan keberanian Rindu , membalas dengan bentakan . Ratih juga kaget melihat anak nya sekarang sudah Berani membela Dirinya. Baru kali ini Ratih melihat putrinya bergetar menahan emosi ,ia tahu ini saat nya.
Ia menghela napas panjang, menyentuh lengan Rindu lembut , tapi tak lagi takut.
Toni berkali kali mengusir Meraka dari rumah, tapi Ratih tetap bertahan, tapi kali ini tidak.
Malam itu juga, Ratih mengemasi semua barang barang nya. Hati yang sudah lama terkoyak, kini mulai di satukan kembali.
Rindu menggenggam tangan ibu nya erar erat saat mereka berjalan keluar rumah yang dulu mereka sebut "rumah tangga"
Ratih kembali ke rumah orang tuanya. Di sambut dengan pelukan dan air mata lega. Untuk pertama kalinya dalam belasan tahun terkahir ia tidur dalam rasa tenang. Ia tahu jalan di depan mungkin berat ,tapi ia tak lagi sendiri. Ia punya Rindu dan punya dirinya sendiri
Hari hari baru di mulai Sulit memang tapi Ratih merasa ringan. Tak ada lagi tamparan , tak ada lagi ketakutan. Yang ada hanya senyum Rindu yang kembali cerah.
Selesai.