Ada sebuah keluarga pendatang yang tampak sibuk membereskan tempat tinggal baru mereka. Ubay melihat mereka dari jendela kamarnya di lantai dua, karena kebetulan mereka pindah tepat di samping rumahnya. Saat itulah Ubay melihat kalau dikeluarga itu ada gadis cantik yang sebaya dengannya.
Keesokan paginya. Ubay membuka jendela kamarnya seperti biasa. Semua terlihat sama di luar sana kecuali rumah tetangganya yang satu tahun lalu tidak berpenghuni kini sudah terlihat ada aktivitas di dalamnya. Ubay memperhatikan rumah tetangga baru itu dari jendela kamarnya. Dan tiba-tiba saja di sebelah sana, di lantai dua rumah tetangga baru itu jendela kamarnya terbuka. Ubay tersenyum saat mengetahui yang membuka jendela adalah gadis cantik yang kemarin dia lihat.
Ulan yang menyadari kalau laki-laki di sebelah sana sedang menatapnya, melambaikan tangan sebagai bentuk salam perkenalan. Dan tentu saja Ubay membalas lambaian itu dengan semangat.
Hari kedua. Mereka masih saling melambaikan tangan saat pagi. Benar-benar hanya melambaikan tangan tanpa ada kata dan suara. Setelah itu Ulan pergi membereskan kamarnya, sementara Ubay memperhatikannya dari jendela kamar.
Hari ketiga. Mereka masih saling melambaikan tangan pagi itu. Bedanya, kali ini Ubay mengeluarkan sebuah kalender bekas yang sudah dia siapkan sejak tadi. Di bagian belakang kalender bekas itu tertulis, “SALAM KENAL. AKU UBAY. NAMA KAMU SIAPA?”
Ulan yang membaca pesan itu dari jendela kamarnya, tersenyum. Lalu dia melakukan hal yang serupa. Dia mencari spidol dan kalender bekas, lalu menuliskan besar-besar di belakang kalender tersebut, “NAMAKU ULAN. SENANG BISA BERKENALAN DENGANMU.”
Itu adalah pertama kali mereka berkomunikasi. Berawal dari tulisan-tulisan di kalender bekas berlanjut sampai akhirnya mereka saling teleponan sambil duduk berhadapan di jendela kamar lantai dua rumah masing-masing. Mereka bercerita tentang banyak hal dan bercanda tentang apa saja. Ubay bahagia dan memang dia belum pernah sebahagia ini sebelumnya, khususnya selama tiga tahun terakhir. Begitu juga Ulan, dia sangat senang bisa berkenalan dan bercerita dengan Ubay yang ramah dan humoris. Tanpa mereka sadari, mereka berdua sudah saling jatuh cinta saat itu.
Beberapa bulan berlalu. Ulan mulai merasa ada yang aneh dengan Ubay. Setiap Ulan mengajak Ubay keluar rumah, dia selalu menolak dengan menutup telepon atau menutup jendela kamarnya. Padahal Ulan ingin sekali Ubay menemaninya berkeliling kota dan memberitahunya banyak tempat, karena memang Ulan belum banyak tahu soal tempat di kota itu. Tentu saja Ulan kecewa dengan penolakan Ubay. Sementara Ubay juga sebenarnya sedih, takdirlah yang memaksanya menjadi seperti ini.
Beberapa hari Ulan sempat merajuk, jangankan mengangkat telepon dari Ubay membuka jendela kamarnya saja dia tidak mau. Dia benar-benar masih marah dan kecewa. Ubay yang menyadari hal itu mencoba untuk mengirimkan pesan permintaan maaf. Dengan berat hari, akhirnya Ulan mau membuka jendela kamarnya lagi. Bukan semata-mata karena permintaan maaf dari Ubay, namun juga karena sebenarnya dia rindu setelah beberapa hari tidak berkomunikasi.
Dua bulan berlalu lagi tanpa terasa. Sudah puluhan kali Ulan mengajak Ubay keluar rumah, namun tetap saja dia tolak. Pernah suatu kali saat Ulan bermain ke rumah Ubay dan menunggunya di ruang tamu, Ubay bahkan tidak mau turun dari lantai dua. Ulan benar-benar kecewa. Dia pulang ke rumahnya dengan amarah yang begitu besar. Kali ini dia tidak akan memafkan Ubay lagi.
Disisi lain Ubay juga serba salah. Dia tentu saja sangat ingin menemui Ulan, keluar rumah bersamanya, keliling kota berdua, semua itu juga Ubay inginkan. Namun Ubay benar-benar tidak bisa. Pertama karena keadaannya yang tidak memungkinkan, kedua karena Ubay takut Ulan akan mengetahui kekurangannya kemudian menjauhinya. Jadilah Ubay tetap mengurungkan niatnya untuk bertemu, meski Ulan sudah menunggunya di ruang tamu kala itu.
Namun setelah kemarahan dan kekecewaan Ulan yang bagitu besar. Akhirnya Ubay menyerah, dia meminta maaf kepada Ulan dan berjanji bahwa besok dia akan keluar rumah untuk menemuinya. Dan tentu saja Ubay berharap Ulan mau menerima kekurangnnya.
Keesokan paginya. Ulan dengan semangat menunggu Ubay di depan rumahnya. Sementara Ubay mulai turun dan keluar dari rumahnya dengan hati yang berdebar. Bukan semata-mata karena dia akan bertemu dengan Ulan dari dekat untuk pertama kalinya, namun karena takut Ulan tidak mau menerima kekurangannya dan malah pergi menjauhinya.
Dan lihatlah sekarang. Ulan terdiam menatap Ubay yang keluar rumah dengan kursi rodanya. Sementara yang dilihat hanya bisa tertunduk sedih dan pasrah. Inilah alasan kenapa Ubay tidak pernah keluar rumah dan selalu menolak saat Ulan mengajaknya untuk berkeliling kota. Kakinya lumpuh karena kecelakaan motor tiga tahun yang lalu.
Tanpa sepatah kata pun, Ulan berlari pulang ke rumahnya meninggalkan Ubay yang masih tertunduk sedih di atas kuris rodanya. Ubay terenyum getir, sesuatu yang dia takutkan selama ini akhirnya benar-benar terjadi. Ulan jelas tidak mau menerima kekurangannya. Dan benarlah prasangka Ubay selama ini, bahwa orang yang cacat tidak akan bisa berteman dengan orang yang sehat, apa lagi menjadi sepasang kekasih. Itu adalah hal yang Mustahil.
Sejak saat itu, Ulan tidak pernah lagi terlihat. Pagi, siang, sore, malam, Ubay hanya melihat jendela kamar Ulan yang tertutup rapat. Tidak ada telepon, tidak ada komunikasi. Ulan benar-benar menjauhinya.
Tujuh tahun berlalu.
Siang itu, Ubay disuruh ayahnya untuk turun karena Ulan dan keluarganya sudah menunggu di ruang tamu. Ubay tentu saja senang karena dia akan bertemu kembali dengan seseorang yang dia cintai dan selalu dia rindukan tujuh tahun terakhir. Namun disatu sisi dia juga bingung, apa yang sedang terjadi sampai Ulan dan keluarganya datang ke rumah untuk menemuinya.
Di ruang tamu, Ulan tersenyum lembut kepada Ubay. Senyum manis yang sekarang jauh lebih indah daripada senyumnya yang dulu. Ubay tertegun dan tidak tahu apa arti dari senyuman manis itu. Bukankah selama ini Ulan pergi karena tidak mau bertemu lagi dengannya yang cacat? Bukankah selama ini Ulan menghilang karena tidak mau menerima kekurangannya? Lantas, apa arti dari senyuman itu?
Dan setelah tujuh tahun dalam prasangka yang salah, akhirnya Ubay mendapatkan jawabannya hari ini. Ternyata Ulan pergi bukan karena tidak mau menerima kekurangannya, apa lagi membencinya, melainkan dia melanjutkan kuliah kedokteran di luar kota. Ulan sengaja memutus komunikasi agar dia bisa fokus untuk kuliah dan tentu saja dia ingin membuat sebuah kejutan untuk Ubay, “Aku ingin merawat suamiku nantinya.” Itulah perkataan terindah yang pernah Ubay dengar seumur hidupnya. Dan memang benar, kedatangan Ulan dan keluarganya hari ini adalah untuk mengajak Ubay menikahinya.
Bulan itu juga Ubay dan Ulan menikah. Ubay sangat bahagia memiliki istri secantik dan sebaik Ulan. Ulan juga tentu saja bahagia bisa menikah dengan lelaki pujaan hatinya. Dengan penuh cinta dan kasih sayang Ulan merawat suaminya sambil mencoba menyembuhkannya.