Malam telah tiba, lampu-lampu desa mulai dinyalakan, senja mengucapkan selamat tinggal. Bulan terbit, menyinari gelapnya malam. Bintang-bintang bermunculan, membentuk sebuah kelompok cahaya yang begitu mengesankan.
Sudah selesai waktuku menatap senja, waktunya makan malam. Aku menutup jendela, pintu, dan tirai jendela. Menyalakan lampu luar rumah.
Aku berada di rumah bersama kedua adik perempuanku. Orang tua kami masih sibuk bekerja, biasanya mereka memang pulang larut malam, jadi kami sekeluarga jarang makan malam bersama-sama. Entah apa yang mereka kerjakan.
Aku pergi menuju ruang makan, kedua adik perempuanku sudah antusias menungguku di kursi makan. Aku segera menyiapkan makan malam yang sudah ditulis oleh orang tuaku.
Makan malam hari ini, menunya adalah. Telur ceplok sempurna beserta nasi yang dipakai kecap.
Akhirnya selesai, aku menghidangkan makanan-makanan di meja makan. Walaupun hanya telur ceplok, tapi rasanya sudah nikmat bagi kami.
Sebelum makan, kami bertiga berdoa terlebih dahulu, minum air putih, lalu makan.
Adik-adik perempuanku makan begitu lahap, "Enak banget kak telur ceploknya!," Ucap adik kecil perempuanku sambil menyendok nasi, mengunyah.
Tapi, adik perempuanku yang satunya lagi tidak memberi tanggapan atau ekspresi, wajahnya datar sambil melahap makanan.
"Makannya pelan-pelan Sarah," Tegurku kepada adik perempuan tertuaku.
Sarah terus melahap makanan, tidak mendengarkan teguranku. Karena sebentar lagi waktunya belajar. Aku melanjutkan makan.
Makan malam telah usai, adik-adik perempuanku pergi ke kamar untuk membaca buku, aku merapihkan piring-piring beserta sendok, gelas-gelas. Menaruh di wastafel, lalu mencucinya.
Dari kamar, terdengar suara teriakan adik perempuanku yang bungsu. Namanya Lala. Teriakkan Lala begitu kencang.
Setelah selesai mencuci, aku bergegas menuju kamar. Mengecek apa yang membuat Lala berteriak.
Aku membuka pintu kamar, mengecek. Lala duduk menangis tersedu-sedu, air matanya bercucuran banyak dari matanya. Menunjuk-nunjuk Sarah sambil menangis.
Aku menoleh ke arah Sarah, masih memasang wajah datar, seperti menyimpan dendam, kedua tangannya memegang sebuah buku dengan erat. Menunduk.
"Ada apa Lala?," Tanyaku kepada Lala, masuk ke dalam kamar, menghampirinya.
"Kakak Sarah merebut paksa buku yang ingin ku baca," Jawab Lala, masih menangis tersedu-sedu, menunjuk-nunjuk Sarah kembali.
Aku menenangkan Lala, mengelus-elus helai rambutnya. Aku menoleh ke arah Sarah, tapi Sarah tampak cuek, kepalanya mendongak.
"Lala baca buku yang lain saja ya, kapan-kapan aja bacanya," Ucapku, masih menenangkan Lala yang masih menangis.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, adik-adik perempuanku sudah tidur. Aku belum tidur lagi, menunggu orang tuaku pulang sambil menonton Televisi.
Aku menonton acara favoritku. Episode kali ini sangat lucu. Aku terbahak-bahak saat menontonnya.
Di tengah acara televisiku, Sarah keluar dari kamar tidur. Aku menoleh kaget, wajahnya tampak cemberut, dan memasang wajah datar untuk kesekian kalinya.
"Ada apa Sarah?," Tanyaku, masih menoleh ke arahnya dari ruang keluarga.
Sarah tidak menjawab, masih berdiri di depan pintu, berjalan menuju kamar mandi.
Saat Sarah masuk ke kamar mandi, aku melihat, seperti ada bercak darah yang berada di belakang pakaian Sarah.
Aku kaget, bercak-bercak darah tersebut sangat banyak. Terutama bagian baju tidurnya.
Sarah masih berada di kamar mandi, aku diam-diam menghampiri pintu kamar mandi, mengecek, siapa tau ada bercak darah yang terjatuh.
Tidak tampak bercak-bercak darah di lantai atau pintu kamar tidur, lalu aku berinisiatif mengecek Lala.
Sebelum aku membuka daun pintu, aku mendengar suara dari dalam kamar mandi.
"Ahahaha, hanya bercanda kok," Tawa Seseorang dari kamar mandi.
Aku terdiam, mematung. Tawanya sangat kencang. Tidak mungkin itu adikku, Sarah tidak pernah tertawa, suaranya juga tidak se-melengking itu.
Bulu kudukku berdiri, entah kenapa, aura negatif seperti menghampiri keberadaanku.
Tanpa basa-basi, aku segera masuk ke dalam kamar tidur. Aku membuka pintu perlahan-lahan.
Aku kembali mematung yang kedua kalinya. Sungguh, pemandangan yang menyeramkan.
Aku melihat, bercak-bercak darah banyak yang berada di punggung Lala. Terdengar juga, suara tangisan Lala. Meminta bantuan, kesakitan.
Aku berlari menghampirinya. Mengecek keadaan Lala yang kesakitan, kedua tangannya memegang perut. "Kak Ria, perutku sakit banget kak, pukulan kak Sarah membuatku muntah darah." Ucap Lala.
Aku terkejut melihat kondisi Lala. Di tengah kerisauan itu, dari balik pintu muncul Sarah.
Diam,tersenyum, memegang pisau terbalik di tangan kanannya. Pakaiannya penuh bercak darah. Rambutnya berantakan.
"Hanya bercanda kok, ku habisi kalian!," Teriak Sarah, suaranya serak. Menyerang menuju kami berdua dengan pisau terbaliknya dengan wajah kesal.